Belajar Bersyukur Bersama AAT

MENJADI seorang mahasiswi bukanlah satu-satunya impianku pada beberapa tahun yang lalu. Mungkin bagi sebagian besar anak di luar sana, melanjutkan pendidikan seusai lulus SMA adalah hal yang mudah dan wajar karena orang tua mereka mampu untuk membiayainya. Namun, kesadaran bahwa hanya terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, terlebih keadaan orang tua yang masing-masing sudah memiliki keluarga sendiri. Perceraian mereka, membuat semangatku menciut untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Mustahil untuk dapat menikmati bangku kuliah bersama teman-teman yang lain. Sehingga aku lebih memilih bekerja menjadi seorang Research and Development (R&D) di sebuah Perusahaan Food and Beverage di Kota Tangerang selama kurang lebih 1 tahun. Hingga akhirnya terjadi percakapan singkatku bersama Bruder Konrad, CSA, Ketua Yayasan Santo Paulus. Aku kenal beliau semenjak kelas 1 SMK saat menghadiri acara MOS di Gua Maria Kerep Ambarawa. Ketika itu kusampaikan keinginanku bahwa aku sangat ingin melanjutkan kuliah dan tanpa kuduga sebelumnya ternyata Bruder memberikanku tawaran untuk berkuliah di Akademi Kimia Industri (AKIN) Santo Paulus Semarang. Kukira Bruder hanya bercanda saat menyampaikan hal tersebut. Namun ternyata tawaran itu serius. Entah apa yang kurasakan saat itu. Senang karena diberi kesempatan untuk kuliah, namun juga bingung, siapa yang akan membantu perekonomian keluarga jika aku kuliah. Dengan sedikit mendengarkan hati kecil dan sedikit keegoisanku, aku mengambil kesempatan yang diberikan oleh Bruder Konrad, CSA walau terjadi pro dan kontra di dalam keluarga besarku. Kebingungan lainnya muncul lagi setelah aku mulai menjadi seorang mahasiswi. Meskipun mendapat bantuan beasiswa pada semester pertama, namun kuliah juga memerlukan biaya untuk mencukupi segala kebutuhan kuliah lainnya. Contohnya seperti untuk fotocopy, membeli alat tulis, dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, aku bekerja di sebuah Event Organizer. Meski berpenghasilan tak seberapa, namun lumayan daripada tidak memiliki masukan sama sekali. Tidak cukup sampai di situ, kebingungan lainnya muncul lagi karena uang yang kuperoleh tidak dapat mencukupi biaya kuliahku. Dan memang benar, Tuhan tidak pernah tidur. Kembali lagi Bruder Konrad, CSA memberikanku kesempatan emas yang sangat berharga bagiku. Bersama teman sekelasku, Handy, aku menemui Bruder yang kemudian dijelaskan tentang Anak Anak Terang (AAT). Kami diminta untuk menjadi relawan AAT untuk Sekretariat Semarang. Lalu kami dijelaskan lebih lanjut tentang AAT oleh Mas Christianus Widya Utomo (Mas Christ). Ternyata memang menyenangkan bisa bergabung dan mengenal AAT, apalagi terlibat di dalamnya dan menjadi salah seorang relawan yang bisa menyumbangkan tenaga serta waktu. Di sini juga aku bisa belajar banyak hal. Belajar segala hal yang tidak bisa dijelaskan oleh teori saja. Belajar tentang bersyukur, singkat namun sangat sulit untuk dipahami. Sebelum mengenal AAT, aku selalu merasa bahwa nasibku sangat buruk jika dibandingkan dengan teman-teman sebayaku. Terlahir dari keluarga sederhana, orang tua yang bercerai sejak aku kecil, tinggal jauh dari orang tua, sangat banyak yang menjadikanku alasan bahwa hidup ini sangatlah tidak adil. Namun setelah aku mengenal AAT, bagaikan ditampar langsung oleh Tuhan. Ternyata aku masih lebih beruntung. Hingga saat ini aku masih bisa merasakan kenikmatan-kenikmatan yang selama ini tidak kusadari. Sangat berbeda jika kehidupanku dibandingkan dengan kehidupan para Anak Asuh di AAT. Setidaknya aku harus lebih bersyukur bahwa selama ini aku masih bisa bersekolah tanpa harus lelah bekerja menjadi tukang penjual majalah dan tanpa harus lelah bekerja di stasiun seperti yang dialami oleh anak-anak asuh AAT. Setidaknya aku harus lebih bersyukur bahwa aku masih bisa makan 3 kali sehari, tanpa harus lelah bekerja sepulang sekolah demi sesuap nasi untuk menyambung hidup. Lebih bersyukur bahwa setidaknya aku masih bisa tidur di atas kasur yang empuk jika dibandingkan dengan mereka yang tidur beralaskan koran. Lebih bersyukur bahwa bisa berjalan untuk berangkat ke sekolah hanya sejauh 500 meter, jika dibandingkan dengan mereka yang berjalan sejauh puluhan kilometer tanpa mengenakan alas kaki. Banyak hal yang diajarkan secara tidak langsung oleh anak-anak asuh AAT. Seperti menemukan keluarga baru di sana. Memiliki “Mami” yang tak pernah lelah untuk memberikan wejangan, memberikan cubitan-cubitan tentang menyikapi arus hidup. Memiliki kakak-kakak yang selalu mendorong semangat untuk melayani sesama, yang selalu berteriak-teriak agar aku memiliki rasa tanggung jawab. Memiliki penasihat-penasihat yang sangat luar biasa dalam membentuk moral serta mentalku yang kurasa masih sangat lemah. Terlebih aku diberi kesempatan untuk menjadi salah satu anak asuh penerima beasiswa AAT untuk Perguruan Tinggi. Sungguh mukjizat yang sangat nyata terjadi bagi kehidupanku semenjak mengenal AAT. Meskipun keluarga baruku ini kadang terlihat sangat “galak” dan sering memberikan “tekanan”, namun itu semua ada maksudnya. Aku yakin bahwa suatu saat apapun yang telah mereka ajarkan kepadaku akan berguna di dunia luar nanti. Omelan-omelan dan wejangan dari Mami Can (Ibu Elisabeth Lies Endjang), marahan-marahan dari mas Christ, sentilan-sentilan dari kak Can (Mbak Santi Widya), dan aturan-aturan serta ketegasan dari Bruder Konrad, CSA, suatu saat nanti pasti akan sangat kurindukan meski saat ini sudah sangat lelah mendengar teriakan-teriakan dari mereka. Namun apalah jadinya diriku yang saat ini, jika 19 September 2012 yang lalu aku tidak mengenal AAT. Sekarang tidak ada lagi Nisa yang patah semangat. Tidak ada lagi Nisa yang selalu mengeluh tentang hidup. Tidak ada lagi Nisa yang lembek untuk menghadapi dunia luar. Tidak ada lagi keluh kesah pada Tuhan, dan tidak ada lagi alasan bagiku untuk tidak bersyukur. Apalagi yang masih harus Tuhan beri untuk kita? Udara tersedia gratis bagi kita, rezeki pun selalu ada celah untuk kita terima. Semua disediakan-Nya secara gratis untuk kita. Hanya sejauh mana kita mampu memandang itu semua sebagai sebuah anugerah dari Tuhan. Semua yang terjadi di dalam hidup kita sesungguhnya adalah sebuah anugerah. Kita bahagia, senang, gembira, sedih, berduka, musibah, sakit, semua adalah anugerah dari Tuhan. Apapun yang terjadi dalam kita bukan suatu kebetulan. Tidak perlu menunggu sempurna untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan. Sekali lagi, terimakasih yang sebesar-besarnya khususnya untuk Bruder Konrad, CSA (Bruder Agustinus Samsari) yang telah banyak berjasa dalam mengubah kehidupan dan kepribadianku. Pertolongan Tuhan datang melalui Bruder Konrad, CSA dan seluruh Tim AAT. Terima kasih, semoga AAT bisa semakin membawa Terang bagi sesama dan semakin berkembang demi kecerdasan anak bangsa. Amin.   Annisa Wulan Andadari Staff Admin AAT Semarang   [qrcode content=”https://aat.or.id/belajar-bersyukur-bersama-aat” size=”175″]  

Belajar Bersyukur Bersama AAT Read More »

Hidupku Lebih Bermakna Bersama AAT

Tanggal 19 September 2012 adalah tanggal yang tidak bisa saya lupakan. Bermula dari obrolan bersama Bruder Konrad, CSA seputar kegiatan kampus, beliau pun lantas mengajak saya dan teman saya Annisa untuk menjadi relawan Anak-Anak Terang (AAT). Dalam hati saya berpikir seperti apa kegiatan AAT itu? Bruder pun memberikan kontak dari pengurus AAT yaitu Mas Christianus Widya Utomo atau yang biasa kita panggil Mas Christ. Esoknya saya dan Annisa pergi menemui Mas Christ. Beliau lalu menjelaskan tentang apa itu AAT dan kegiatan seperti apa yang nanti akan dilakukan. Beliau juga mengatakan bahwa yang menjadi relawan mayoritas adalah mahasiswa dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hari minggunya, saya bersama Annisa, Maria, dan Pieter mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai AAT oleh Bapak Hadi Santono selaku Ketua Yayasan AAT Indonesia dan tiga mahasiswi Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang telah lebih dahulu menjadi seorang relawan AAT. Mereka adalah Chika, cik Christina dan kak Mega. Ketiganya saling bergantian menjelaskan kepada saya dan teman-teman mengenai Sistem Pengelolaan Beasiswa AAT, prosedur pengajuan proposal beasiswa, dan lain-lainnya. Sungguh banyak sekali yang harus diingat-ingat. Rasanya saya hampir tidak bisa mengingat semua itu dengan jelas. Tapi satu point penting yang dapat saya ambil bahwa AAT membantu adik-adik yang ingin bersekolah namun tidak memiliki dana untuk membiayainya. Pada saat memulai wawancara untuk yang pertama kali dengan calon anak asuh, saya sangat tersentuh mendengarkan cerita-cerita mereka. Kebanyakan dari mereka merupakan anak yatim atau anak piatu. Ada juga yang ayah dan ibunya tidak lagi bersama (bercerai). Selain itu, ada yang sejak mereka lahir mereka tidak mengenal ayah atau ibu yang seharusnya mengasihi, menyayangi, dan membimbing, serta mendidik mereka. Bahkan ketika disuruh menceritakan tentang keluarganya, ada salah satu calon anak asuh yang menangis. Ia menceritakan tentang kehidupan keluarganya yang sangat menyedihkan karena orang tuanya sudah meninggal. Dan ia pun hanya diurus oleh neneknya yang setiap hari berusaha untuk memenuhi kebutuhannya agar bisa terus bersekolah. Akhirnya Bisa Kuliah Melihat adik-adik yang punya semangat untuk terus bersekolah, mengingatkan saya ketika mau lulus SMP. Waktu itu saya ingin melanjutkan sekolah di SMA layaknya teman-teman lainnya. Tetapi nenek dengan keras mengatakan “Handy kamu tidak usah ke SMA biayanya sangat mahal kamu lebih baik masuk SMK biar cepet kerja bantu orang tua cari uang”. Saya mengerti kondisi keuangan keluarga saya memang tidak sebaik saudara-saudara saya. Tetapi dalam hati bertanya mengapa cuma saya yang harus masuk di SMK? Pada awalnya memang saya sedikit kecewa dan putus asa karena tidak diijinkan masuk SMA. Tetapi saya juga harus tahu bahwa masuk SMA sangat mahal sehingga saya memilih masuk SMK dengan tujuan setelah lulus bisa langsung bekerja. Namun setelah melihat lowongan pekerjaan di saat saya kelas 3 SMK yang dibutuhkan minimal D3/S1, saya ingin melanjutkan pendidikan. Tetapi uang dari mana untuk bisa kuliah? Orang tua bilang bahwa uang tidak perlu dipikirkan yang penting bisa kuliah dulu. Akhirnya saya melanjutkan kuliah di Akademi Kimia Industri (AKIN) St. Paulus Semarang. Saat tiba waktu pembayaran kuliah, saya merasa was-was memikirkan pelunasan pembayaran. Tetapi ternyata orang tua bilang kepada saya bahwa uang kuliah cicilan pertama sudah lunas. Saya bingung, uang darimana sampai bisa membayar? Namun mereka menjawab tidak usah memikirkan biaya dan fokus kuliah saja. Bulan pertama kuliah lancar sampai akhir semester tetapi uang kuliah belum lunas. Saya pun harus meminta dispensasi ke kampus agar diberi keringanan. Untuk dapat melunasi uang kuliah, saya berusaha meringankan sedikit beban orang tua dengan memberikan les private. Hasilnya memang tidak seberapa. Tetapi setidaknya saya bisa sedikit membantu orang tua. Meskipun tiap semester saya tetap harus menemui bagian keuangan untuk meminta dispensasi. Meskipun begitu, saya tidak patah semangat karena saya ingin menjadi orang yang lebih baik dan dapat membanggakan orang tua. Suatu hari saat rapat dengan teman-teman AAT, Bu Lies mengatakan kepada kami bahwa kami diajukan dalam beasiswa AAT untuk perguruan tinggi dan harus melewati tahap seleksi. Saya mulai mempersiapkan semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Waktu proses wawancara pun saya melaluinya satu persatu dengan pasrah dan tetap sabar menunggu hasilnya. Dan akhirnya saya dinyatakan lolos seleksi. Saat itu juga saya merasa senang karena bisa meringankan beban orang tua saya dan mereka tidak harus membanting tulang demi dapat membiayai uang kuliah saya. Saya berjanji akan memberikan yang terbaik untuk kedua orang tua saya dan juga untuk donatur yang telah membantu saya sehingga saya dapat terus menimba ilmu sampai sekarang.   Selama mengikuti kegiatan AAT, saya dan teman-teman selalu didampingi oleh Mas Christ, Bu Lies dan Bruder Konrad, CSA. Meskipun terkadang beliau-beliau marah karena kami berbuat salah dan kurang bertanggung jawab, namun kami sadar semua itu agar kami menjadi lebih baik dan lebih dewasa. Saya sangat senang dapat bergabung di AAT. Banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan. Mulai dari bagaimana berbicara yang baik dengan orang banyak terutama dengan orang tua, belajar tentang tanggung jawab, pantang menyerah, dan belajar bagaimana mengatur waktu dengan baik. Kelak ketika saya sudah menjadi orang yang mapan nanti, saya juga ingin membantu adik-adik saya yang kurang mampu agar dapat mengenyam pendidikan yang baik. Terima kasih Anak-Anak Terang, terima kasih Bruder Konrad, CSA, terima kasih Mas Christ dan juga Bu Lies. Pengalaman serta pendampingan yang baik ini tidak akan saya sia-siakan.   Aloysius Handy Wibowo* Staff Admin AAT Semarang * Aloysius Handy Wibowo adalah salah satu Anak Asuh AAT tingkat Perguruan Tinggi yang juga bertugas sebagai Staff Admin AAT Semarang. Merupakan mahasiswa Akademi Kimia Industri (AKIN) St. Paulus Semarang angkatan 2011.   [qrcode content=”https://aat.or.id/hidupku-lebih-bermakna-bersama-aat” size=”175″]  

Hidupku Lebih Bermakna Bersama AAT Read More »

Relawan AAT, Why Not?

Akbar Romadan, itu adalah nama saya. Tetapi cukup panggil Akbar saja. Saya dari Madiun ke Semarang bertujuan untuk melanjutkan studi (kuliah) dengan bantuan Bu Han (guru SMA yang paling dekat dengan saya) dan Bruder Konrad, CSA. Satu lagi, Yonathan Setyawan. Sahabat saya ini juga turut berperan membantu saya agar bisa pergi ke kota Semarang. Awalnya dulu saya sudah mendaftar ke sebuah universitas negeri terkenal di Surabaya. Akan tetapi, Allah berkehendak lain. Baik jalur undangan maupun tes, tidak satu pun nama saya ter-“list” di dalamnya saat pengumuman. Kecewa, itulah yang saya rasakan saat itu. Dan yang pastinya saya juga merasa sedih. Tetapi yang paling saya pikirkan, setelah ini langkah selanjutnya apa? Saya tidak memperhitungkan bila hal ini terjadi. Tetapi, ternyata Allah punya rencana lain. Sebelum pendaftaran jalur tes universitas, Bu Han memberikan brosur AKIN St. Paulus Semarang kepada saya. Beliau mengatakan “AKIN bagus Akbar, sebelum lulus sudah dapat pekerjaan”. Mendengar itu saya tertarik dan akhirnya mengisi formulir AKIN. Berkat mengisi formulir tersebut, saya mendapatkan pilihan lain. AKIN menjadi tujuan baru saya dan melupakan impian untuk bisa kuliah ke Surabaya. Surabaya telah menolak saya, tetapi Semarang akan menerima saya. Pada 23 Agustus 2013, saya pergi ke Semarang diantar oleh Bu Han bersama keluarganya. Tujuan pertama adalah AKIN, untuk menemui Pak Bambang, salah satu dosen AKIN bagian kemahasiswaan. Tujuan kedua, mencari tempat kos. Dan tujuan terakhir, mempersiapkan mental dan pikiran di tempat yang baru. Tidak lupa juga untuk membetahkan diri di sana. Tiga hari pertama masuk kuliah di AKIN digunakan untuk masa orientasi. Tiga hari berikutnya digunakan untuk Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) di Kerep, Ambarawa. Saat itulah, untuk pertama kalinya saya bertemu dengan Br. Konrad, CSA. Beliau menjelaskan tentang Anak Anak Terang (AAT). Bingung, itu yang ada dalam benak saya saat itu. Apa itu AAT? Apa tujuan adanya AAT? Kemudian Bruder menjelaskan lebih lanjut tentang AAT. Dari situ saya mulai sedikit paham. Pertemuan kedua kali dengan Bruder, saya “disuruh” ikut AAT. Awalnya saya ragu karena belum begitu paham tentang AAT. Tetapi setelah mengikuti acara AAT pada tanggal 7 September 2013 lalu, saya baru mengetahui lebih detail tentang AAT dari kakak tingkat saya. Mulai saat itu, ada ketertarikan pada AAT dan ingin rasanya mengajak teman yang lain untuk ikut bergabung juga. Selama di AAT, saya banyak bertemu dengan orang baru. Hal itu sekaligus untuk menambah jaringan AAT agar semakin luas. Pertemuan kedua AAT, membuat saya semakin tertarik. Tidak hanya dari teman sekampus, dari kampus lain pun hadir. Tidak cukup sampai di situ, dari kota lain pun tidak ketinggalan seperti Yogyakarta, Purwokerto, Malang, dan Madiun. AAT sungguh ada di mana-mana. Yang paling menyenangkan adalah ketika diadakannya retreat di Gedang Anak, Ungaran, Semarang. Empat kota menjadi satu. Perwakilan Pendamping Komunitas (PK) dari Semarang, Yogyakarta, Madiun, dan Purwokerto berkumpul menjadi satu. Pada sesi pertama para PK diajarkan tentang Public Speaking oleh Pak Harry Santoso, agar kelak pada saat menyampaikan sosialisasi AAT tidak grogi. Dapat mengendalikan situasi dan tahu apa yang harus dilakukan ketika berbicara di depan umum. Selain itu, dapat berkomunikasi dengan baik, membuat orang yang kita ajak bicara merasa nyaman serta mudah memahami apa yang kita sampaikan. Selain itu juga, kita juga diberi ilmu bagaimana seseorang itu jujur atau sedang menyembunyikan sesuatu. Beliau juga mengajarkan tentang bagaimana menemukan kesamaan antar anggota komunitas yang nantinya akan membuat komunitas tersebut menjadi nyaman, solid, dan dapat terus berjalan meski ada kerikil yang menghambat. Sesi kedua, kami disuruh menutup mata kami dengan kain penutup oleh panitia. This is Games. Kami disuruh berjalan keliling di sekitar tempat tersebut dengan mata tertutup. Kunci dari permainan ini adalah percaya pada pemimpin yang akan mengingatkan kita yang ada di belakangnya ketika di depan ada sesuatu dan juga bertugas menjaga komunikasi. Setelah selesai dari permainan ini, mata kami tetap dalam keadaan tertutup. Pada sesi ini, kami disiram dengan air kembang sebagai simbol bahwa kami telah diterima di AAT dan harus bersiap mengemban tugas yang cukup berat. Tidak lupa pula kami juga diberi PIN AAT. Pada hari berikutnya, waktunya outbound. Kami dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 dan 2 merasakan mouse trap terlebih dahulu, sedangkan kelompok 3 dan 4, mencoba menarik ke atas sebuah baskom yang berisi air dengan tali yang diikatkan pada setiap sisi baskom dan menurunkannya kembali tanpa menumpahkan air di dalamnya. Saya pun masuk dalam kelompok 1. Dalam permainan ini terdapat tiga peran, ada yang sebagai korban, komandan, dan pelaku. Yang pertama, saya menjadi pelaku. Sebagai pelaku, mata saya harus ditutup dan mendengar perintah dari komandan. Saya gagal sehingga membuat teman saya yang menjadi korban tersiram air. Tapi, saat saya menjadi komandan, saya berhasil membimbing teman saya yang menjadi pelaku dan menyelamatkan teman saya yang menjadi korban. Kunci permainan ini adalah bagaimana kita mendengarkan arahan dari sang komandan dan menjaga komunikasi sehingga meminimalkan korban. Permainan kedua, menarik baskom. Di bawah baskom ada teman kami yang menjadi korban. Jadi ketika airnya tumpah, si korban yang terkena air. Ada seorang pemimpin yang membimbing kami. Awalnya sulit menyamakan posisi antar pemegang tali karena timbul keegoisan tiap individu. Akan tetapi setelah menyusun strategi, akhirnya kami berhasil menaikkan baskom ke puncak. Namun di luar dugaan, kami juga harus menurunkannya juga dengan mata tertutup. Ini sulit karena ketika salah satu sisi tidak sama, maka baskom tersebut tidak akan turun. Saat itu kami tetap tidak bisa menurunkan baskom sampai bawah. Kuncinya pada komunikasi, leader harus cepat mengambil keputusan dan kita harus percaya pada pemimpin dan memiliki strategi yang jitu. Permainan ketiga, kami dituntut untuk mengambil label yang ditempelkan pada mainan puzzle yang telah diberi harga. Tiap orang yang menjadi peserta hanya boleh mengambil 3 label dengan bimbingan satu orang karena mata kami harus ditutup. Permainan terakhir, berjalan dengan menggunakan sandal bakiak. Terdapat 3 sandal untuk satu kelompok. Ada tiga garis. Garis start, garis tembak, dan garis finish. Di garis tembak, kami dibekali bola air sebagai peluru untuk menembaki kelompok lain. Awalnya sulit saat berjalan, tapi saat diberi tahu kuncinya, kami dapat berjalan lebih lancar. Makna dari permainan itu adalah sebuah kelompok, awal mulanya belum menemukan hambatan yang berarti dalam mencapai finish. Namun ketika sampai di tengah yaitu di garis

Relawan AAT, Why Not? Read More »

Statistik AAT 2013/2014

Statistik Anak Anak Terang Tahun Ajaran 2013 / 2014 Setiap tahun secara rutin Anak Anak Terang mencari Orang Tua Asuh baru, sekaligus mengonfirmasi Orang Tua Asuh lama perihal kesediaan untuk melanjutkan dukungan pada Program Beasiswa AAT. Selain itu, Anak Anak Terang pun terus menyeleksi pengajuan beasiswa dari sekolah sebagai penerima Beasiswa AAT yang baru. Proses ini berlaku juga untuk Tahun Ajaran 2013/2014 di mana kegiatan belajar telah dimulai sejak Juli 2013. Pada Tahun Ajaran 2013/2014 terdapat 2048 siswa mulai dari jenjang pendidikan SD hingga Perguruan Tinggi yang menjadi Anak Asuh AAT. Dana yang dikeluarkan untuk biaya pendidikan Anak Asuh AAT mencapai Rp 1.676.584.000,00 per tahun. Pendanaan ini berasal dari dukungan 923 Donatur AAT, baik yang menjadi orang tua asuh aktif maupun donatur beasiswa insidentil. Tabel Statistik Anak Asuh AAT   Tabel Statistik Donatur AAT   Grafik Jumlah Anak Asuh AAT   Grafik Penerima Beasiswa AAT Berdasar Jenjang Pendidikan   Grafik Jumlah Donatur Tetap AAT   Grafik Persentase Donatur AAT   [qrcode content=”https://aat.or.id/statistik-aat-2013-2014″ size=”175″]  

Statistik AAT 2013/2014 Read More »

Saya Berikan Prestasi Terbaik

Nama lengkap saya Putri Krismawati, biasa dipanggil Risma oleh teman-teman. Saya adalah anak yatim sebab ayah telah meninggal dunia pada tahun 2006. Di keluarga, saya adalah anak pertama dari 3 bersaudara dengan dua orang adik, semuanya adalah perempuan. Adik pertama berjarak 6 tahun, sedangkan adik kedua berjarak 12 tahun. Ketika ayah meninggal, saya merasa sedih. Ibu yang kemudian menanggung beban 3 orang anak. Yang lebih menyedihkan bahwa saat ayah meninggal, adik terkecil belum mengetahui ayahnya seperti apa. Seiring berjalannya waktu, saya bisa lulus SMA di Magelang. Saya mempunyai impian menjadi orang yang sukses dan berhasil agar bisa membantu orang tua, juga membiayai kedua adik saya. Setelah saya lulus SMA saya ingin kuliah walaupun tidak tahu siapa yang akan membiayai. Saya tidak berhenti mencoba walaupun dengan keadaan keluarga yang sangat minim. Pada awalnya saya mencoba mendaftar di Universitas Atma Jaya Yogjakarta dan beberapa perguruan tinggi yang lain. Setelah tahu bahwa diterima semua, pada saat itu saya bingung untuk memilih dan juga bingung siapa yang akan membiayai kuliah. Saya berusaha bicara dari hati ke hati dengan tante yang mempunyai keuangan yang lebih, namun apa daya saya malah dicaci maki dan dihina. Setelah itu nenek berusaha bagaimana cara untuk bisa membiayai kuliah saya. Saat itu saya tidak putus semangat. Saya berinisiatif untuk mencari pekerjaan untuk mengumpulkan uang. Akhirnya saya dapat pekerjaan di Jogja menjadi pelayan toko. Beberapa bulan bekerja di tempat itu, namun hasilnya tetap belum bisa untuk membayar kuliah. Suatu ketika nenek menelepon saya dan menyuruh pulang ke rumah. Ketika sampai rumah, saya kaget karena nenek menyerahkan uang senilai 5 juta rupiah untuk membayar angsuran biaya kuliah yang pertama. Saya bahagia karena akan menjadi seorang mahasiswi di salah satu universitas, dan mungkin ini adalah awal anak tangga untuk meraih impian menjadi orang sukses. Setelah menjadi mahasiswi, saya masih banyak permasalahan ekonomi ((biaya kost, biaya hidup dan biaya transport)), juga bingung hendak dengan cara apalagi untuk membayar angsuran biaya kuliah berikutnya. Oleh sebab hal ini, akhirnya saya memutuskan untuk kuliah sambil bekerja di sebuah perusahaan pialang. Semua itu saya lakukan untuk menambah uang untuk hidup di Jogja termasuk juga untuk membayar kost. Pada akhir semester pertama saya mendapatkan hasil yang tidak memuaskan. Saya menyesal sekali karena kesibukan pekerjaan menganggu konsentrasi kuliah saya. Saya bertambah bingung karena nilai yang didapat sangat tidak memuaskan. Bagaimana bisa menaiki anak tangga selanjutnya jika hanya melangkah tidak sepenuh hati? Saya sadar dan merenungi apa yang sudah ditempuh saat semester satu yang lalu. Mengenal Anak Anak Terang Akhir semester satu saya mengenal Anak Anak Terang (AAT). Di AAT saya ikut melayani sebagai Pendamping Komunitas (PK) atau yang sering disebut sebagai Staff Admin untuk beberapa sekolah. Saya merasa senang karena bisa ikut melayani orang lain. Melalui pelayanan ini juga, membuat saya menyadari bahwa masih ada orang lain yang di bawah kita. Awal semester dua saya kembali bingung bagaimana caranya membayar uang SPP tetap dan Variabel. Saya tidak mungkin minta dengan ibu, karena beliau juga berpenghasilan minim. Hanya pas untuk makan dan memberi uang saku adik-adik. Saya bercerita dengan nenek saya dengan keadaan yang saya alami saat itu. Nenek memberikan cicin dan anting untuk digadaikan agar saya tetap bisa kuliah. Saya merasa sedih karena kuliah ini menjadi beban untuk nenek. Setelah itu saya berfikir apakah saya bisa menjadi anak asuh dalam pelayanan AAT yang saya ikuti? Saya berusaha mencari informasi bagaimana caranya untuk menjadi anak asuh. Pada saat itu saya berkonseling dengan Romo Vidi, Ibu Lies, dan Romo Agus. Saya tak henti-henti berdoa agar bisa melawati tahap seleksi anak asuh. Semua proses sudah saya lewati hingga pada akhirnya tinggal menunggu hasil dari semester dua untuk menjadi persyaratan yang utama. Sayangnya ada satu nilai yang menjatuhkan. Hancur sudah hati ini karena melihat nilai itu. Namun ada kawan yang juga menjadi anak asuh yang terus memberi semangat untuk saya memperbaiki nilai (Ujian Remidi) agar dapat memenuhi syarat sebagai anak asuh. Di akhir semester saya mendapatkan nilai yang menjadi syarat untuk menjadi anak asuh. Sungguh tidak menyangka bila dapat kuliah lagi. Andai saya tidak menjadi anak asuh,  saya memutuskan untuk berhenti kuliah dan bekerja. Namun kuasa Tuhan sangat luar biasa. Saya yakin dan percaya Tuhan tidak akan pernah meninggalkan umatnya. Saya akan belajar sungguh-sungguh untuk memberikan yang terbaik buat orang tua serta donatur yang telah membiayai saya dan mempercayai saya untuk menjadi anak asuh mereka. Meskipun belum dapat mengenal siapa donatur yang telah mau membiayai namun saya mengucapkan terima kasih, sebab para donatur telah mau berbagi dengan menyisihkan sebagian rejekinya guna membiayai pendidikan saya. Saya tidak dapat membalas kebaikan donatur, tetapi saya akan memberikan prestasi yang terbaik di antara yang baik. Semoga donatur selalu diberkati Tuhan dan dimudahkan segala usaha dan urusannya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Romo Vidi , Ibu Lies, Romo Agus, Ibu Komang, dan Bapak Hadi selaku ketua Yayasan AAT Indonesia saat ini. Tanpa mereka, saya tidak akan bisa mendapatkan beasiswa. Sungguh luar biasa, Tuhan telah memberikan jalan untuk saya menjadi yang terbaik.   Putri Krismawati Staff Admin AAT Yogyakarta   [qrcode content=”https://aat.or.id/saya-berikan-prestasi-terbaik” size=”175″]  

Saya Berikan Prestasi Terbaik Read More »

Kasih Tuhan Terpancar Melalui AAT

“Janji Tuhan laksana matahari yang terbit di esok hari, tidak akan pernah terlambat, selalu tepat pada waktunya”, ungkapan inilah yang cocok untuk menggambarkan perjumpaan pertamaku dengan AAT. Perkenalkan, namaku Jochen Phoan, namun orang-orang lebih sering menyapaku dengan Yohan, aku bukanlah berasal dari keluarga yang berekonomi kaya, kedua orang tuaku juga telah bercerai semenjak aku masih sangat kecil sehingga aku hanya hidup berdua bersama dengan Bunda yang merawat dan mendidikku sedari kecil hingga saat ini. Penghasilan Bunda juga hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan sedikit disisihkan untuk menabung. Meski demikian Bunda bercita-cita agar bisa menyekolahkanku hingga perguruan tinggi, dan perguruan tinggi yang kupilih adalah Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Program Studi Teknik Industri. Dengan menguras seluruh tabungan Bunda, akupun bisa mengenyam bangku kuliah, meskipun kami hanya mampu membayar sebagian dari kewajiban administrasi yang menjadi kewajiban. Semenjak Semester 2 aku mulai mencoba mencari penghasilan tambahan sebagai seorang guru les privat. “Lumayanlah untuk mengurangi beban Bunda” ujarku dalam hati. Seiring berjalannya waktu aku juga mencoba mencari penghasilan tambahan lagi sebagai Asisten Dosen. Sering kali aku berangkat pagi untuk kuliah, mengajar dan menjadi guru les, hingga petang hari aku baru kembali, namun semuanya itu aku jalani dengan Ikhlas dan penuh syukur. Hingga tibalah waktunya aku menginjak semester terakhir dari masa kuliahku, namun aku masih memiliki tunggakan biaya kuliah yang cukup besar. “Tuhaaannn… aku tidak sanggup lagi” ujarku dalam hati. Segala perhitungan kami sudah mencapai titik buntu. Semua tabungan bahkan barang yang bisa kami jual pun sudah habis. Aku sudah tidak memiliki apapun untuk bisa membayar tunggakan uang kuliah. Dan di sinilah tangan Tuhan berkarya melalui Anak Anak Terang (AAT). Seperti petir di siang hari saat aku mendapat kabar dari adik kelasku (Fransiska Mulyani, salah satu Staff Admin AAT) bahwa salah satu dosenku, yaitu Bpk. Hadi Santono yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Teknologi Industri hendak bertemu dengan diriku secara pribadi. Pikiranku sudah khawatir, “Apakah beliau hendak menanyakan masalah tunggakan uang kuliahku ?” Pertanyaan ini sempat muncul dalam benakku, karena setiap semester memang kami selalu menghadap ke Kantor Keuangan UAJY untuk memohon keringanan pembayaran uang kuliah, dan ini sudah semester terakhir dalam masa studiku. Saat aku menghadap Bpk. Hadi Santono beliau menyodorkan secarik kertas yang berisikan jumlah tunggakan uang kuliahku yang belum terbayarkan. “Mampuslah aku kali ini !” ujarku dalam batin, kekhawatiranku makin menjadi pada saat itu. Kemudian maksud Bpk. Hadi menyodorkan kertas tersebut bukanlah untuk menagih hutang tunggakan uang kuliahku, tetapi justru untuk membantuku dalam melunasinya Aku kaget bukan main, hal ini benar-benar di luar dugaanku. Sungguh karya Tuhan telah bekerja pada diriku melalui AAT. Semenjak itu Bpk. Hadi Santono mulai mengenalkanku kepada AAT, mengenai kenapa ia membantu anak-anak yang kurang mampu dan bagaimana cara dan prosedurnya. Aku terkejut bukan main, ternyata dana yang dikumpulkan itu berasal dari banyak donatur, sehingga dana tersebut mampu digunakan untuk membantu anak-anak yang kurang mampu. Nominal uang yang tidak seberapa besarnya, bahkan lebih kecil dari harga sepotong pizza sekali pun, ternyata bisa membantu anak-anak dalam mewujudkan mimpinya. Satu pesan yang diamanatkan kepadaku oleh Bpk. Hadi Santono yaitu “Jadilah Anak-Anak Terang yang bukan hanya mampu menerangi diri sendiri, namun bisa membantu sesamanya”. Hal itu yang terus aku tanamkan dalam hatiku hingga saat ini. Meskipun aku baru saja mulai berkarir, sedikit demi sedikit, aku menyisihkan dan mengirimkan sebagian kecil dari gaji yang kuterima setiap bulan untuk membantu adik-adik asuh AAT lainnya. Nilai yang sangat kecil, terpaut jauh dengan bantuan yang pernah kuterima saat menjadi anak asuh AAT. Namun hanya itu yang saat ini aku sanggup karena akulah yang sekarang harus menanggung kehidupan Bunda. Semoga Tuhan selalu menyalakan Api Semangat Untuk Berbagi Kasih Kepada sesama dalam diriku melalui AAT dan hal lainnya. Amin.   Jochen Phoan, ST.*  *Jochen Phoan (YOHAN) adalah salah satu anak asuh AAT. Lulus Sarjana pada bulan Juni 2012 dari Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan predikat Sangat Memuaskan. Sekarang bekerja sebagai staff Divisi Sales and Logistic di PT. Honda Prospect Motor, Jakarta   [qrcode content=”https://aat.or.id/kasih-tuhan-terpancar-melalui-aat” size=”175″]  

Kasih Tuhan Terpancar Melalui AAT Read More »

Talk Your Love, Spread Your Care

  Dinamika Relawan Anak Anak Terang Wisma Abdi Kristus Gedanganak Ungaran, 14 – 15 Oktober 2013  “Talk your love and spread your care … “ Acara Dinamika Relawan Anak Anak Terang (AAT) diadakan secara khusus untuk mengenalkan AAT sebagai sebuah Komunitas Beasiswa yang menaungi siapa saja yang mempunyai kepedulian yang sama pada anak-anak yang kurang beruntung di bidang pendidikan formal. Manfaat dari acara ini agar para Pendamping Komunitas (PK) atau yang sering disebut sebagai Staff Admin AAT mengerti secara keseluruhan tentang Visi dan Misi Anak Anak Terang. Jumlah peserta sebanyak 33 orang PK yang berasal berbagai kota antara lain Semarang, Jogjakarta, Purwokerto, dan Madiun. Acara diselenggarakan selama 2 hari 1 malam di Wisma Abdi Kristus Gedanganak Ungaran dan dipandu oleh narasumber Bapak Harry Santoso (hari pertama) dan oleh Ibu Linda dari tim outbound “Virtue” (hari kedua). Acara Hari Pertama Hari pertama, dimulai dengan sesi Representation System. Kita diajak untuk lebih memaknai kata ”komunikasi”. Komunikasi dibagi menjadi verbal dan non verbal. Dalam hal ini cara berkomunikasi tidak hanya dengan berbicara, sebab diam pun merupakan salah satu bentuk lain dari komunikasi. Dengan diam, orang lain pasti akan memiliki argumen yang berbeda-beda untuk menilai tentang apa yang sedang kita rasakan. Representation system dibagi menjadi tiga yaitu Visual, Auditorial, dan Kinestetik. Visual, di mana orang lebih cenderung menggunakan penglihatan untuk berkomunikasi. Auditorial, di mana orang lebih cenderung untuk mendengarkan dan tidak melihat lawan bicaranya untuk mengerti suatu pembicaraan. Sedangkan Kinestetik, di mana orang akan lebih menggunakan perasaan untuk berkomunikasi dan cenderung mengerti dengan penerapan yang menggunakan gerakan. Penerapannya bila kita berbicara secara interpersonal (one to one), 2 orang akan berkomunikasi dan masing-masing saling mengamati arah bola mata lawan bicaranya. Eyeball dapat menunjukkan orang tersebut hanya sedang berimajinasi (construct) atau memang sedang mengingat suatu momen (recall). Jika lawan bicara kita cenderung melihat ke arah kiri kita, bisa diartikan orang tersebut hanya berimajinasi atau berbohong. Sebaliknya jika melihat ke arah kanan kita, bisa jadi orang tersebut sedang berusaha mengingat terhadap momen hidup yang pernah dialami. Posisi eyeball saat berkomunikasi juga dapat menunjukkan kecenderungan orang tersebut termasuk visual, auditorial, atau kinestetik. Jika bola mata sering ke arah atas, berarti cenderung orang visual. Jika bola mata pada posisi arah tengah serta hanya melihat ke kanan dan ke kiri, maka termasuk orang auditorial. Sedangkan jika sering melihat ke bawah maka cenderung menjadi orang kinestetik. Tingkat kejujuran seseorang juga bisa dilihat dari mouth cover. Apabila orang berkomunikasi namun sering menutupi mulutnya dapat dikatakan orang tersebut tidak jujur. Nose touch, hanya dengan menyentuh hidung saat berbicara dapat diartikan orang tersebut cenderung sedang menyembunyikan sesuatu. Begitu pula dengan eye rub, menggosok-gosok mata dengan jari bisa dikatakan sedang memiliki sesuatu yang disembunyikan. Hal yang sama berlaku untuk ear grab (garuk telinga), neck strecth (garuk leher), collar pool (tarik kerah). Namun kita juga tidak boleh serta merta menyatakan seseorang itu berbohong. Semua hal di atas juga harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekitar. Bisa jadi semuanya terjadi secara natural karena efek lingkungan. Acara Hari Kedua   Acara hari kedua diisi dengan permainan outbound yang sangat menyenangkan. Permainannya antara lain mouse trap, balance, star wars, dan sebagainya. Setiap permainan memiliki makna dan tujuan positif. Hampir semua permainan ini membutuhkan kerjasama antar kelompok yang kuat dan selalu ada yang menjadi pemimpin. Terkadang semua anggota cenderung ingin menjadi pemimpin yang selalu mengatur dan memiliki pendapat masing-masing untuk menyelesaikan masalah. Hal tersebut malah tidak akan menemukan jalan keluarnya, kecuali ada salah satu pemimpin yang dipercaya dari suatu kelompok sehingga akan lebih mempermudah koordinasi untuk penyelesaian suatu masalah. Acara terakhir adalah pengenalan sistem kerja AAT. Pada sesi ini para peserta diharapkan untuk lebih mengerti dan mengenal lebih jauh terhadap spiritualitas Anak Anak Terang. Para relawan memahami tugas-tugas yang harus dilakukan sebagai seorang Pendamping Komunitas (PK). Para peserta juga diharapkan dapat lebih aktif merespon terhadap apa yang disampaikan pembicara. Sesi ini bertujuan agar para relawan PK lebih peka dan siap menghadapi masalah-masalah yang mungkin terjadi di lapangan. Semoga dengan adanya acara seperti ini, para relawan diberi kekuatan dan kesabaran untuk melayani sesama dengan hati yang tulus bersama Anak Anak Terang. Semoga karya Anak Anak Terang semakin bersinar dan terangnya mengisi semua relung hati kita bersama.   Liputan oleh : Maria Septiani Putri Staff Admin AAT Semarang   [qrcode content=”https://aat.or.id/talk-your-love-spread-your-care” size=”175″]  

Talk Your Love, Spread Your Care Read More »

Bisa Kuliah Berkat Beasiswa AAT

Di mana ada kemauan, pasti ada jalan … Saat kelulusan SMK adalah masa-masa yang membahagiakan sekaligus menyedihkan bagi saya. Bahagia karena dapat lulus dari SMK setelah menempuh pendidikan selama 3 tahun, sedih karena harus berpisah dengan guru-guru, teman-teman tercinta serta harus mulai memikirkan masa depan. Keinginan saya setelah lulus SMK adalah kuliah.  Saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi supaya kelak bisa mendapatkan pekerjaan yang baik. Tetapi orang tua saya hanyalah seorang single parent yang memiliki tanggungan 3 orang adik. Seluruh saya adik saya sekolah sehingga membutuhkan biaya yang banyak. Ibu saya hanyalah seorang penjahit rumahan yang penghasilannya tidak seberapa. Penghasilan ibu hanya cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Beban ini bertambah lagi sebab ibu masih harus mengasuh keponakan saya karena orang tuanya berpisah. Sedangkan ayah saya sudah lebih dari 10 tahun tidak menafkahi kami. Saya berusaha untuk tidak menambah beban ibu dengan menuntut harus dikuliahkan. Meskipun demikian, saya tidak pasrah begitu saja. Saya memiliki prinsip, jika menginginkan sesuatu maka saya harus berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Akhirnya saya mulai mencoba mencari peluang beasiswa perguruan tinggi. Setelah mencari-cari informasi di internet, bertanya ke sana ke mari, akhirnya saya mencoba mendaftar kuliah di UTY (Universitas Teknologi Yogyakarta) dan UAJY (Universitas Atma Jaya Yogyakarta) melalui jalur PSSB (Program Seleksi Siswa Berprestasi). Meskpun telah mencoba mendaftar, saya tidak diterima sebagai mahasiswa PSSB di 2 universitas tersebut. Saya dialihkan ke jalur lain yang hanya diberikan potongan biaya kuliah beberapa persen dan tetap harus membayar jutaan rupiah. Yaaah … seketika itu juga saya merasa kecewa dan keinginan untuk kuliahpun sedikit terpupus. Sedikit demi sedikit saya mulai bisa legowo dan menyadari bahwa saya tidak bisa kuliah. Saya juga tidak mau menganggur di rumah jadi saya mulai melamar pekerjaan. Saya memasukkan lamaran ke berbagai tempat dan Puji Tuhan saya diterima bekerja di salah satu perseroan terbatas sebagai SPG (Sales Promotion Girl) yang memasarkan produk teh, larutan pereda panas dalam, dan lain-lain. Bekerja hari demi hari sedikit menghibur saya dan sedikit melupakan keinginan untuk kuliah. Walaupun penghasilan saya sebagai SPG tidak banyak, tetapi saya berusaha bekerja dengan sepenuh hati, anggaplah sekaligus untuk mencari pengalaman. Peluang Kuliah dengan Beasiswa AAT Setelah sebulan bekerja, tiba-tiba salah seorang guru SMK Marsudi Luhur yang bernama ibu Sri Rahayu menghubungi saya untuk memberikan kabar bahagia bahwa AAT (Anak-Anak Terang) membuka peluang beasiswa Perguruan Tinggi. Beliau beserta Kepala Sekolah yaitu ibu Dra. Luh Komang Sri Budiastuti sangat mendukung saya untuk mengambil kesempatan tersebut karena ini merupakan kesempatan yang baik. Jujur saat itu saya merasa sangat bahagia karena sejak di bangku SMK saya sudah mendapatkan beasiswa dari AAT. Kebahagiaan ini bertambah lagi sebab AAT memberikan harapan kepada saya untuk dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Awalnya banyak pihak yang tidak setuju saya mengambil kesempatan beasiswa ini. Sebagian dari keluarga saya mengatakan,“Lebih baik kamu bekerja saja supaya dapat meringankan beban ibu kamu untuk membantu membiayai sekolah adik-adik kamu. Kuliah itu biayanya banyak. Walaupun biayanya gratis, tapi tetap saja perlu biaya banyak untuk lain-lain”. Ada lagi yang mengatakan, “Percuma saja sekolah tinggi-tinggi, nantinya juga masuk dapur. Mbok nerima saja. Anaknya orang nggak punya nggak usah kakean karep (banyak kemauan). Kerja saja malah lebih baik.” Selain itu, masih banyak lontaran pedas lainnya yang ditujukan kepada saya. Tetapi saat itu ibu menguatkan saya untuk tetap mengambil kesempatan berharga ini. Ibu tidak keberatan jika saya kuliah. Ibu malah senang karena ada AAT yang bersedia membiayai saya kuliah. Harapannya agar saya mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan dapat memperoleh pekerjaan sehingga nantinya bisa membantu keluarga. Nasehat ibu saya yang selalu saya ingat adalah “kesempatan itu tidak datang dua kali, jadi selagi ada kesempatan ya diambil, ibu sangat mendukung kamu, nak”. Kata-kata ibu membuat tekad saya semakin bulat untuk mengambil kesempatan mendapatkan beasiswa ini. Mengikuti Seleksi Beasiswa AAT Saya mulai menyiapkan segala persyaratan yang diberikan oleh AAT kemudian mengumpulkan berkasnya melalui sekolah. Selang beberapa hari kemudian, ada kabar yang menggembirakan. Nama-nama siswa yang Lolos Seleksi Beasiswa AAT Tahap 1 (administrasi dan kelengkapan dokumen) diposting pada grup Facebook Anak Asuh AAT. Saya termasuk yang lolos. Rasanya bahagia sekali walaupun saya masih ragu apakah diterima atau tidak. Keraguan ini disebabkan masih ada beberapa tahap lagi, di antaranya Tahap 2 yaitu Seleksi Wawancara. Waktu itu saya diwawancarai oleh Bapak Hadi Santono, Kak Cika dan Kak Mega. Saat wawancara tersebut adalah saat yang paling mengesankan bagi saya karena mulai ada pembicaraan dari hati ke hati tentang kesanggupan, komitmen, tanggung jawab serta keluarga, dan lain-lain, yang sampai-sampai membuat air mata berderai. Tahap terakhir atau Tahap 3 adalah Home Visit atau kunjungan ke rumah. Pada tahap ini terjadi wawancara Pengurus AAT dengan orang tua saya dan merupakan tahap yang terakhir. Setelah melewati seluruh tahap seleksi, saya termasuk 1 dari 6 anak asuh Perguruan Tinggi yang lolos seleksi. Saya akhirnya dapat kuliah di Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan saat ini saya sudah memasuki Semester 3. Saya tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan berharga yaitu dapat kuliah di universitas yang terbaik dan ternama. Saya juga berjanji untuk tidak mengecewakan semua pihak yang telah mendukung saya terutama para donatur yang telah berbaik hati membiayai kuliah saya walaupun sampai sekarang saya tidak mengetahui siapa donatur yang telah membiayai saya selama ini. Hal sederhana yang dapat saya lakukan adalah belajar sebaik-baiknya supaya mendapatkan IPK yang baik dan dapat lulus kuliah dengan cepat supaya tidak mengecewakan para donatur dan semua orang yang membantu saya. Saya juga senantiasa berdoa untuk para donatur agar selalu diberikan berkah melimpah oleh Tuhan dan selalu diberikan kesehatan supaya dapat terus berbagi kasih kepada sesama. Pengalaman Bersama AAT AAT telah memberikan banyak pengalaman berharga buat hidup saya. Di antaranya sebagai anak asuh, saya dan teman-teman diajarkan untuk bekerja sebagai Pendamping Komunitas (PK) atau Staff Admin AAT. Kami membantu proses pengelolaan administrasi Beasiswa AAT. Saya mendapat tugas untuk menjadi pendamping dari 5 komunitas yaitu Paroki Bintaran, SMK Marsudi Luhur 1, SMK Marsudi Luhur 2, SMA Marsudi Luhur dan SMP Marsudi Luhur, yang merupakan almamater saya. Saya bangga, sebab sebagai alumni dari sekolah Marsudi Luhur saya dapat membantu dan melayani beasiswa adik-adik kelas. Momen yang paling menyenangkan

Bisa Kuliah Berkat Beasiswa AAT Read More »

Letter from Patricia L. Henry

One of the highlights of my trip to Indonesia this time, was my meeting with Pak Hadi Santono and a group of volunteers from Anak Anak Terang in Jogjakarta. This amazing group of smart and energetic young people taught me how to support and care for the less fortunate by giving them a chance to go to good schools, hence a good shot in life. Their program is quite basic, but what makes it different and successful is their believe in the “POWER of SMALL” (donation), yet a HUGE network of caring volunteers–educators, sponsors, and students– providing physical and emotional support for the child. It is a village. With a little less than $10.00 a month, a little more than a cup of cappuccino in the US, we can send a child to school. 11 years ago, a group of caring Moms, decided to do something with the Jakarta’s street kids. Now it has blossomed into providing scholarships for 2048 some students, ranging from 1st grade to College, with hundreds of volunteers and donors, many are the products of this program themselves. I am inviting you to please get involved. The gift of education will provide a child with dignity that every person deserves to have. We can help stop the cycle of poverty now. My gratitude to Pak Hadi Santono, Pak Christ Widya, Ibu Lies Endjang for their hospitality and incredible dedication to the the group, and last but not least to Pak Nico Krisnanto who introduced me to this amazing group. Salam hangat. May God continue to bless you.   Patricia L. Henry Houston, Texas, USA   [qrcode content=”https://aat.or.id/letter-from-patricia-l-henry” size=”175″]  

Letter from Patricia L. Henry Read More »

Pengalaman Pertama sebagai Pendamping Komunitas

Perjalanan saya di Anak-Anak Terang (AAT) belum begitu panjang. Awalnya hanya sekedar ikut-ikutan saat diajak oleh kakak saya untuk survey di sebuah SMA di pusat Kota Yogyakarta. Ya.. memang kakak yang memperkenalkan AAT kepada saya. Awalnya saya hanya sering mendengarkan kakak bercerita pengalamannya bersama AAT, tapi sekarang saya tahu lebih lengkap tentang apa itu AAT. Ketika diajak survey, saya hanya melihat dan menemaninya saja. Banyak kisah yang menyentuh hati saya. Calon anak asuh mengalami masalah lebih dari yang saya bayangkan, yang saya rasa terlalu berat untuk dihadapi anak seumuran mereka. Kakak memberi kesempatan kepada saya untuk mewawancarai salah satu calon anak asuh yang akan mendapat beasiswa dari AAT. Dari sekian banyak anak yang sudah saya dengar cerita kehidupannya, kisah hidup anak ini benar-benar membuat saya tersentuh. Ia mempunyai adik yang masih kecil dan tentunya masih sekolah juga. Namun keluarganya hidup dalam keterbatasan ekonomi sehingga masih banyak uang sekolah yang belum ia bayar. Ditambah lagi hubungan orang tuanya yang tidak harmonis membuat masalah semakin menumpuk di dalam pikirannya. Setiap hari untuk mencukupi kebutuhan keluarga, ibunya harus menjadi buruh cuci dengan gaji hanya sekitar tiga ratus ribu per bulan. Tentu saja tidak cukup untuk membeli beras dan membayar uang sekolah, maka dari itu ibunya sering berhutang sana-sini untuk membayar uang sekolahnya, tapi sampai sekarang juga tetap saja masih kurang. Tidak hanya belajar yang harus ia lakukan, tetapi juga bekerja untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Jika ada waktu senggang, ia sering diajak untuk bekerja di bengkel milik salah satu temannya. Memang ia adalah seorang anak perempuan, tetapi ia mengaku keahliannya memang di bidang otomotif. Upah yang hanya sepuluh ribu rupiah setiap kali datang sebenarnya tidak cukup, tapi “buat tambah-tambah beli beras mbak, untuk makan sehari-hari aja kan juga kurang, kadang malah enggak makan mbak karena tidak ada yang harus dimakan kalo saya nggak ikutan kerja.” Mendengar perkataannya itupun membuat saya semakin merasa terenyuh. Baru kali itu saya mendengar cerita dari seseorang yang benar-benar berjuang hidup dalam keterbatasan secara langsung. Biasanya saya hanya menonton di televisi saja tapi saat itu benar-benar nyata. Hal itu yang membuat saya semakin merasa bersyukur kepada Tuhan karena walaupun saya juga hidup serba pas-pasan tetapi setiap hari saya masih bisa makan. Saya bergabung menjadi PK AAT baru sekitar 3 bulan namun saya sudah mendengar banyak pengalaman baru dari orang lain. Pengalaman-pengalaman hidup yang hebat dan membuat saya semakin bersemangat untuk bisa lebih lagi melayani sesama, membawa terang untuk teman-teman yang lainnya.   Mikaella Maria Dicna Advenia Staff Admin AAT Yogyakarta   [qrcode content=”https://aat.or.id/pengalaman-pertama-sebagai-pendamping-komunitas” size=”175″]  

Pengalaman Pertama sebagai Pendamping Komunitas Read More »