Anak Asuh

Percaya Selalu Ada Jalan

Oleh : Sarah Juniati Nama saya Sarah Juniati, saya merupakan salah satu anak asuh (penerima) beasiswa Yayasan Anak-Anak Terang (AAT) Indonesia. Terhitung mulai tahun 2014 saya sudah mendapatkan beasiswa AAT. Puji syukur kepada Tuhan karena sampai saat ini saya masih diberi talenta untuk bisa terus memperjuangkan beasiswa AAT ini karena saya tahu banyak orang di luar sana yang juga membutuhkan beasiswa AAT untuk melanjutkan pendidikan. Bersama Anak-Anak Terang dan teman-teman saya merasakan banyak sekali lika-liku selama ini. Selama semester 4 kemarin banyak hal yang saya alami dan membuat saya semakin berlatih untuk menjadi lebih baik. Salah satu kejadian yang membuat saya merasa melakukan suatu kesalahan adalah ketika kami melakukan penerimaan beasiswa dan ternyata proses tersebut harus ditunda. Kami tak tahu harus berkata apa kepada teman-teman yang sudah mendaftar, ingin rasanya lari dari kenyataan itu dengan menutup mata dan telinga. Namun saya sadari itu harus diselesaikan. Akhirnya solusi telah kami dapatkan dengan rapat besar bersama. Hal itu membuat saya berfikir bahwa seharusnya kami pun juga tidak membuka pendaftaran untuk setiap tahun karena kami juga harus mempertimbangkan kondisi pusat. Apapun itu, semua mengandung pembelajaran yang besar. Banyak hal yang saya alami hanya saja sulit untuk menceritakan satu persatu dan keterbatasan kosa kata bias membuatnya menjadi salah tafsir. Selama satu semester kemarin saya merasa bimbang, takut dan cemas karena saya sudah memutuskan untuk keluar dari rumah guru SMA dimana saya memutuskan untuk mengekost karena saya sudah tidak merasa nyaman disana. Saya pun tidak mungkin kembali ke rumah orang tua saya karena jarak rumah dengan kampus yang sangat jauh.  Dengan keputusan itu saya harus mengambil sebuah resiko bahwa saya harus menanggung kebutuhan hidup saya sendiri karena dulunya saya diberi tumpangan dan makan. Dengan kondisi orang tua yang sudah melepaskan saya untuk menjalani hidup sendiri, maka saya harus bertanggungjawab. Terkadang saya merasa hari-hari yang saya lalui sangat berat karena saya harus bekerja untuk menopang hidup. Saya kadang merasa bersalah jika tidak menghadiri rapat AAT Madiun karena alasan bekerja itu. Namun, saya sadar bahwa AAT telah membantu saya untuk pendidikan ini sehingga saya selalu berusaha datang. Syukur pula disamping itu, puji Tuhan teman-teman AAT lainnya masih bisa mengerti. Saya juga bersyukur bahwa selalu ada kebaikan, hal itu terlihat dari adanya seorang teman dekat yang selalu menawarkan berkat kepada saya. Keluarganya baik dan kadang mengijinkan saya untuk makan di rumah mereka. Saya juga tentu merasa sungkan akan hal ini, makanya selalu selalu berusaha selain untuk makan, uang yang didapatkan dari hasil kerja juga disisihkan untuk kos sebesar Rp. 150.000. Sayangnya di bulan Juni lalu saya memutuskan untuk berhenti bekerja karena ingin kembali fokus ke Anak-Anak Terang. Saya percaya selalu ada jalan untuk segala sesuatu. *Sarah Juniati, mahasiswi Jurusan Sastra Inggris Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Penerima Beasiswa Yayasan Anak-Anak Terang

Percaya Selalu Ada Jalan Read More »

Mengusahakan yang Terbaik

  Oleh : Dira Nur Agista Nama saya Dira Nur Agista, saya kuliah di Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Saya selalu berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik kepada semua orang yang telah men-support dan membantu saya dalam perkuliahan. Terutama tanggung jawab kepada para donatur dan pengurus Yayasan Anak-Anak Terang Indonesia yang telah membiayai saya dalam kuliah. Saya menjadi anak asuh Anak-Anak Terang sudah 2 semester ini dan sudah banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan. Kegiatan rutin yang saya lakukan selama ini adalah survey dan wawancara calon anak asuh, mengupload kwitansi dan tanda terima. Salah satu survey dan wawancara calon anak asuh yang saya ikuti adalah di SMK Nusasantara. SMK Nusantara memang baru tahun 2015 dan kemudian mengajukan beasiswa Anak-Anak Terang. Sekolah ini terletak di Desa Balerejo Kabupaten Madiun. Banyak sekali cerita haru yang mewarnai survey dan wawancara saya ke sana. Walaupun terma suk sekolah baru, SMK Nusantara telah memiliki banyak siswa/i, dan rata-rata siswa-nya adalah dari anak yang putus sekolah dan berasal dari desa terpencil di sekitar Kab. Madiun dan Ngawi. Siswa yang saya wawancara ada yang tinggal di asrama kepala sekolah dengan makan dan tempat tinggal gratis karena subsidi dari kepala sekolah. Kebanyakan alasan siswa-siswi tersebut memilih SMK Nusantara adalah karena biaya murah, dan ada asrama gratis. Saya selalu berharap semoga Anak-Anak Terang semakin besar sehingga lebih banyak membantu sesama sehingga dapat meringankan beban anak-anak Indonesia yang nyaris kehilangan harapan karena putus sekolah. Anak-Anak Terang telah memberikan saya banyak sekali pengalaman hidup yang sangat berkesan dan tidak akan pernah saya lupakan. Saya berharap agar Anak-Anak Terang semakin banyak donatur yang bergabung agar semakin banyak anak anak di Indonesia yang nyaris putus sekolah dan hampir kehilangan harapannya dapat terbantu dan dapat mengangkat derajat kedua orang tua nya dan keluar dari lingkaran garis kemiskinan. *Dira Nur Agista, Mahasiswi Jurusan Akuntansi Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Penerima Beasiswa Yayasan Anak-Anak Terang Indonesia

Mengusahakan yang Terbaik Read More »

Mengenalmu sebuah Keberuntunganku

Oleh : Korneles Materay Saya harus mengakui bila bergabung bersama dan menjadi salah satu anak asuh (penerima beasiswa) Yayasan Anak-Anak Terang (AAT) adalah sebuah keberuntungan. AAT bagaikan sebuah jawaban atas kerisauanku untuk mencari dan mendapatkan kemudian berbuat sesuatu terhadap orang lain. Awal perjumpaan saya dengan Yayasan AAT adalah sebuah hasil percakapan singkat dengan seorang teman baru yang bernama Willy. Dalam sebuah Ret-Ret Rohani Mahasiswa/i antara Unika Soegijapranata Semarang dengan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, ia memperkenalkan AAT secara singkat kepada kamibertempat di Wisma Salam, Muntilan-Jawa Tengahawal tahun 2015 lalu. Mulai saat itu hingga kini, saya memutuskan untuk berada dalam lingkaran pencegah putus pendidikan di Indonesia ini. Saya selalu berharap dapat menjadi impacter bagi orang lain. Saya ingin menjadi pemancar harapan, transformer ilmu pengetahuan, dan saluran berkat bagi banyak orang terutama mereka yang tersentuh tangan kasih Yayasan AAT Indonesia. Jalur lebih konkrit dan sederhana adalah keinginan untuk bergabung dengan sebuah gerakan sosial bagi kemanusiaan. Memang di luar sana saya tetap dapat berkarya dengan melakukan kegiatan serupa lainnya. Akan tetapi, saya terus berpikir bahwa kehendak yang baik ini haruslah terus di pupuk sehingga terpelihara dengan baik, caranya adalah mendapati wadah yang tepat untuk persemaiannya. Pikiran tersebut sudah lama terbezit sejak semester 3 (tiga) di bangku kuliah. Akan tetapi, terkadang kendala teknis perkuliahan, kegiatan dalam dan luar kampus masih menghambat langkah tersebut.Sejak berkenalan singkat dengan AAT melalui teman baru di atas, terketuk hatiku untuk mengetahui lebih komprehensif lagi tentang AAT. Lalu, apakah mungkin dapat menjadikan AAT sebagai wadah yang tepat dalam mewujudkan mimpi diri di atas ? Akhirnya, saya memutuskan untuk menembus kekhawatiran dan batas diriku yang mengganjal langkah selama ini. Awal bulan Mei 2015, saya bergabung menjadi relawan AAT. Rasa ketertarikan yang mendalam kemudian membawaku untuk menghadiri dan berpartisipasi ke dalam berbagai kegiatannya secara perlahan-lahan. Kehadiran saya disambut baik oleh pengurus dan relawan AAT kala itu. Gambaran awal saya tentang Yayasan AAT adalah kontributor beasiswa berskala nasional yang secara khusus memberikan perhatian yang besar kepada dunia pendidikan, terlebih bagi orang-orang yang punya keinginan untuk melanjutkan pendidikan tetapi terkendala masalah finansial (keuangan). AAT membantu mulai dari pendidikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Karakteristik yang kuat dari AAT adalah menyatukan kekuatan antara para pendamping komunitas dan para penanggungjawab sekolah untuk menstimulus mekanisme pembiayaan kepada anak asuh dari donatur sebagai penyokong dananya sekaligus melakukan pendampingan. Hal tersebut menandakan ada sisi saling mempercayai, kerjasama dan saling memberikan pertanggungjawaban sesuai perannya. Menemukan AAT merupakan pencapaian mimpi pribadiku (self dream)karenaterbuka lebar ruang untuk berekspresi dan berkarya sesuai niatan awalku. Soal Keberuntungan Pada edisi awal bersama AAT sebagai seorang relawan, sebagaimana lazimnya, saya membantu menyukseskan kegiatan-kegiatan seperti melakukan survei dan wawancara calon anak asuh barusaja (terbatas), karena belum menjadi pendamping komunitas (PK). Maksud terbatas karena hanya kegiatan itu saja dan/atau belum ada beban tanggungjawab sederajat pendamping komunitas yang mengikat atau bersifat wajib secara periodik atau insidental dan lain sebagainya. Saya juga mengikuti berbagai pelatihan dan pengarahan dari pengurus, pendamping komunitas lama maupun relawan dimana ilmu dalam semua kesempatan itu sangat bermanfaat dalam babakan selanjutnya. Apalagi ilmu itu sedikit banyak dapat digunakan ketika memasuki dan mengikuti alur kerja di AAT khususnya Sekretariat Yogyakarta. Pasca 6 bulan menjadi relawan, kemudian terbuka lowongan beasiswa AAT. Secara personal, saya menganggap itu adalah sebuah kesempatan yang sangat berharga untuk mendapatkan tawaran yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Berkat proses yang fair (adil) mulai dari seleksi administrasi, wawancara sampai keputusan akhir sebagai penerima beasiswa AAT. Decak kagum sudah pasti dalam benak dan pikiran. Alasan terbesar tidak lain adalah tujuan mendaftar beasiswa AAT berangkat dari latar belakang permasalahan finansial dalam perkuliahan menjadi ringan . Lantas, saya mempunyai kebanggaan tersendiri karena membantu meringankan biaya kuliah orang tua. Peluang ini juga saya jadikan sebagai pemupuk semangat berada dalam lingkaran AAT. Sejak bergabung di dalamnya, saya mencoba mempelajari AAT dari berbagai segi. Ada hal baru yang saya temukan kala itu menjadi penerima beasiswa AAT adalah anak asuh (penerima beasiswa) otomatis menjadi administrator atau pengurus di sekretariat. Artinya, saya akan menjalankan roda sekretariat, berperan sebagai seorang pendamping komunitas bahkan wajib menjadi koordinator tim (khususnya di sekretariat Yogyakarta). Yang dimaksud koordinator tim adalah orang yang bertugas mengkoordinir relawan atau anak asuh lama terdiri dari beberapa orang dalam satu kesatuan tim yang berperan sebagai pendamping komunitas. Pada hal, selain itu saya juga harus melakukan aktivitas sebagai mahasiswa. Disinilah arus perjuangan di AAT terasa hebatnya. Proses ini memang terasa melelahkan di kala malas dan mengasyikan di kala rajin. Faktanya, lebih banyak malas dengan alasan beragam. Mula-mula di AAT, saya tergolong sebagai seorang yang mempunyai pemahaman yang minim dan masih sungkan bertanya apalagi mengkritisi tentu berimplikasi buruk terhadap tingkat persepsi kinerja orang lain terhadap diri sendiri. Berbeda dengan itu, kesan bahwa betapa kagumku dibuatnya adalah hampir sebagian besar administrator AAT adalah sekumpulan anak muda yang punya semangat tinggi dan motivasi yang tinggi dalam komitmen untuk menyebarkan kebaikan dan mengangkat derajat manusia sebagaimana mestinya. Mereka adalah orang-orang yang menjalankan kata dan perbuatan serta mulut dan tindakan. Hal inilah yang memicuku untuk bertahan di AAT.Potret awal ini rupanya telah berlalu. Terkait segelintir kecil pengalaman yang kurang mengenakan dulu hanyalah masalah persepsi pribadi, karena jika ditelisik lebih dalam ada proses pembentukan karakter yang kuat di dalamnya. Biasanya, pemenang sejati yang akan bertahan sampai akhir. Waktu terus bergulir, AAT Sekretariat Yogyakarta adalah wadah bagiku bertumbuh dan berkembang mewujudkan nilai-nilai kehidupan dan mendemonstrasikan tindakan-tindakan kecil yang memberi pengaruh bagi orang banyak. Saya melihat AAT bukan hanya sekedar keberuntungan material tetapi jauh penting adalah keberuntangan dari segi nilai-nilai kehidupan. Ada banyak nilai yang sebenarnya berada dan melayang-layang dalam ruang-ruang kehidupan di AAT. Tergantung bagaimana setiap pribadi merespon dan menggapainya. Apalagi saya selalu mendengungkan misi melayani dan kini ku dapati lahan subur untuk bercocok tanam buah-buah kebajikan. Ketika semua dapat saya uraikan di atas, terjadi polarisasi paradigma bahwa AAT bukan lagi soal keberuntungan dari segi finansial sebagai alasan saya mengambil beasiswanya. Atau, soal mewujudkan niat memasuki sebuah lembaga/badan/wadah sosial, namun jauh dari pada itu adalah suatu kewajiban moral sebagai sesama manusia untuk membantu yang lainnya. Dengan demikian, pada kesempatan yang baik ini, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak baik Pengurus Yayasan

Mengenalmu sebuah Keberuntunganku Read More »

Mempertahankan Prestasi

Oleh : Alberta Caecaria Arias Saya Alberta Caecaria Arias, biasa dipanggil Berta. Saya adalah mahasiswi bimbingan dan konseling di Universitas Katolik Widya Mandala Madiun angkatan 2014. Saya bergabung dengan AAT pada semester 3, tahun lalu. Saya Beruntung mendapatkan beasiswa AAT dan menjadi salah satu anak asuh. Saya menganggap AAT adalah keluarga saya karena ada banyak teman, sahabat, dan pendampingan rohani dari para Bruder. Hal tersebut membuat saya senang karena dapat menjalin keakraban satu dengan yang lainnya apalagi bisa mempunyai teman baru dari lintas agama, suku ataupun ras. Semester 3 kemarin, IP saya turun dari yang semula 3,9 menjadi 3,8. Saya menyadari penurunan IP tersebut dikarenakan ketika UAS pada bulan Januari lalu, ayah saya masuk rumah sakit untuk beberapa hari. Pada saat itu saya harus bolak-balik antara kampus, rumah, dan rumah sakit. Ini bukan alasan, namun seperti inilah keadaan dimana saya harus UAS dan ayah saya masuk rumah sakit. Peristiwa tersebut membuat saya kurang fokus dalam belajar, sehingga berakibat nilai saya menurun. Namun saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi untuk yang kedua kalinya. Semester 4 saya berusaha untuk memperbaiki nilai-nilai supaya IP saya kembali membaik. Saya menargetkan IP semester 4 ini nanti 4,00, namun apabila pada akhirnya target itu tidak tercapai, setidaknya IP saya harus lebih dari IP semester 3. Untuk saat ini beberapa nilai UAS yang sudah keluar hasilnya adalah A. Puji Tuhan sekali saya mendapatkan nilai sempurna tersebut dan berharap target IP 4,00 tercapai. Selain itu saya juga masih ingin mendapatkan beasiswa AAT hingga saya lulus nanti. Bagi saya, yang terpenting adalah saya harus bisa membanggakan orang tua dan keluarga saya dengan prestasi yang saya miliki. Walaupun saya sibuk dengan kegiatan HMJ di kampus ataupun kegiatan kelas serta tugas-tugas kampus, saya akan berusaha untuk tetap menjalankan kewajiban saya sebagai seorang mahasiswa dan juga anak asuh AAT yang dapat dibanggakan dengan kesibukan yang padat. Saya sadar, semua ini sudah menjadi pilihan serta tanggung jawab maka harus dijalankan semaksimal mungkin dengan segala konsekuensi yang berlaku. Tidak hanya kegiatan kampus, kegiatan AAT, namun juga kehidupan saya sehari-hari yang pastinya banyak sekali permasalahan yang bermunculan yang dapat juga menganggu kondisi fisik maupun psikis saya. Akan tetapi, saya percaya tidak ada manusia yang tidak ada masalah dan manusia memiliki Tuhan yang lebih besar dari masalah yang dimiliki. Saya selalu semangat walaupun sering mengeluh karena banyak tugas dan kegiatan. Saya ingin segera lulus agar nantinya dapat segera. Di semester 5 nanti, saya akan berusaha dengan sepenuhnya untuk tetap mempertahankan nilai-nilai A serta lebih aktif dalam segala kegiatan yang ada di kampus guna menunjang kemampuan-kemampuan yang saya miliki, namun dengan tetap menjalankan kewajiban sebagai mahasiswa dan tanggung jawab sebagai anak asuh AAT. *Alberta Caecaria Arias, adalah mahasiswi Bimbingan dan Konseling dan Penerima Beasiswa Yayasan AAT Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. #cegahputussekolah #cegahputuskuliah

Mempertahankan Prestasi Read More »