AAT Bandung

Tersesat di Jalan yang Tepat…

Oleh : Bernadus Anggo Seno Aji Mungkin seperti itu rasa yang saya rasakan bergabung dengan AAT. Tahun 2014 merupakan tahun pertama saya bergabung dalam AAT. Awalnya, saya diundang oleh alumni kampus yang kebetulan menjadi pengurus AAT Indonesia untuk berkumpul di rumah salah satu alumni juga, sebut saja Mas Koko. Di iming-imingi makan gratis, sebagai anak kos sejati, saya tidak akan melewatkan kesempatan tersebut. Walaupun, sebenarnya juga tidak tahu apa itu AAT, yang penting datang dulu. Ketika hari yang ditentukan tiba, saya dan beberapa teman datang ke rumah Mas Koko. Kami yang tidak tahu apa-apa tentang AAT dijelaskan tentang apa itu AAT dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan AAT. Hal yang paling mengejutkan adalah kami saat itu juga ditunjuk sebagai pengurus AAT Bandung, dan kebetulan saat itu saya dipercaya untuk mengkoordinir temen-temen sebagai Koordinator Pendamping Komunitas (PK) Bandung. Dapat di bayangkan saat itu, saya merasa seperti “orang buta menuntun orang buta”. Saya yang tidak tahu apa-apa tentang AAT, harus menuntun teman-teman relawan untuk berkegiatan di AAT. Namun, saya tidak ingin mengecewakan para pendamping yang telah memercayai saya untuk menjadi Koordinator Pendamping Komunitas (PK) Bandung. Bermodalkan tanya-tanya dan bantuan dari bapak ibu pendamping di AAT Bandung, akhirnya tanggal 10 Mei 2014 kami menyelenggarakan sosialisasi pertama AAT Bandung. Dalam acara sosialisasi itu, kami mengundang para kepala sekolah dan memperkenalkan Yayasan AAT Indonesia beserta memberikan informasi mengenai prosedur pemberian beasiswa bagi anak-anak kurang mampu. Banyak hal yang harus dilewati setelah itu, kami menyeleksi proposal yang masuk, survei ke sekolah-sekolah yang mengajukan proposal, dan melakukan wawancara anak asuh. Semua itu menjadi pengalaman baru dan membuat saya ingin semakin dalam “tersesat” disini. Padahal, waktu itu saya sedang berada di tingkat akhir dan mengerjakan tugas akhir. Tetapi, pengalaman dan cerita-cerita calon anak asuh membuat saya lebih bersemangat untuk menyelesaikan tugas akhir saya dan dengan segala usaha saya dapat lulus tepat waktu. Setelah lulus S1, motivasi untuk melanjutkan sekolah juga salah satunya datang dari semangat anak asuh yang mau sekolah tinggi tapi terkendala biaya, sedangkan saya ada kesempatan untuk melanjutkan kuliah. Sharing dengan pendamping AAT juga semakin mendorong saya untuk melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Saya akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Setelah S2 beban serta tanggung jawab pasti bertambah, apalagi beban menyelesaikan thesis, tetapi karena sudah merasa seperti keluarga dengan AAT Bandung, serta ingin melihat anak-anak yang tidak seberuntung saya bisa mengapai cita-citanya, saya membulatkan tekad untuk tetap aktif berkegiatan di AAT Bandung. Banyak Pengalaman, cerita anak asuh dan kejadian yang saya alami di AAT, semua hal itu telah tertulis didalam buku kehidupan saya. Sekarang sudah 2 tahun lebih saya merasakan “ketersesatan” tersebut, tapi sampai saat ini juga saya dapat bersyukur karena saya telah “tersesat” di jalan yang tepat. *Bernadus Anggo Seno Aji, adalah mahasiswa Pasca Sarjana (S2) Jurusan Informatika Telkom University Bandung. Relawan Yayasan Anak-Anak Terang Indonesia Sekretariat Bandung.

Tersesat di Jalan yang Tepat… Read More »

Setitik Niat untuk Melayani

Oleh : Nadia Gracia Berkembang di Yayasan AAT Indonesia Tahun 2014, saya pertama kali mengetahui tentang Yayasan AATIndonesia melalui akun facebook salah seorang pastur. Membuka web Yayasan AAT Indonesia dan melihat cerita-cerita anak asuh membuat saya merasa sedih sekaligus bersyukur atas apa yang saya miliki dan tergugah untuk mengambil beberapa anak asuh untuk dibantu. Saat itu, dengan uang jajan yang terbatas, saya hanya bisa membantu membiayai 2 anak asuh dari ribuan yang ingin saya selamatkan. Akhirnya, saya mengambil dua anak asuh itu untuk saya biayai pendidikannya sambil saya berdoa agar suatu saat saya diberi kesempatan untuk membantu ratusan anak lainnya. Tahun 2015 awal adalah tahun pertama saya bergabung dengan Yayasan AAT Indonesia, berawal dari tugas fakultas untuk membantu sebuah komunitas, pada saat tugas berakhir saya akhirnya memutuskan untuk tidak membantu komunitas ini sebatas tugas saja, melainkan sungguh melayani dan berkomitmen dengan mendaftarkan diri untuk menjadi relawan di Yayasan AAT Indonesia sekretariat Bandung. Puji Tuhan semua relawan yang lain dan para pendamping mau dengan sabar mengajari saya mengenai banyak hal. Tak hanya mengenai tugas sebagai relawan, tetapi juga mengenai nilai-nilai dalam kehidupan. Saya banyak bertemu dengan orang hebat yang mau meluangkan waktunya dan peduli pada pendidikan untuk anak-anak kurang mampu. Saya dipercaya oleh para pendamping dan koordinator relawan untuk menjadi penanggung jawab komunitas SDK Paulus 3 Bandung. Saya melakukan wawancara, survei, dan mengurus administrasi bulanan untuk beasiswa dengan melakukan upload kwitansi dan tanda terima setiap bulannya, dan raport anak asuh di akhir semester sebagai bentuk pertanggungjawaban dari donasi yang telah diberikan oleh donatur. Saya menjalani tugas itu dengan sepenuh hati dan bahagia, saya benar-benar merasakan dampak besar dari berbuat sedikit kebaikan, tak jarang saya dan teman-teman relawan didoakan oleh para guru dan kepala sekolah yang sekolahnya dibantu AAT. Pada pertengahan tahun 2015, doa saya terjawab, saya ditawari untuk menjadi tim public relation pusat, dimana divisi ini bertugas untuk mengenalkan Yayasan AAT Indonesia ke banyak orang dengan harapan ada orang yang terketuk hatinya untuk menjadi donatur. Tanpa pikir panjang, saya menerima tawaran itu. Saya tidak punya basic apapun sebagai tim public relation, lagi-lagi saya diajari oleh para pendamping dan teman-teman divisi public relation yang lain. Puji Tuhan, dengan niat yang besar, di pertengahan tahun 2016 saya dipercaya untuk menjadi kepala divisi Public Relation Yayasan AAT Indonesia. Saya sangat bersyukur bisa berada di tim public relation ini, saya senang ketika ada donatur baru yang terketuk hatinya, karena artinya, akan ada minimal satu anak yang terselamatkan lagi. Saya mungkin tidak memiliki uang untuk menyelamatkan banyak anak asuh, saya hanya memiliki niat untuk membantu, dengan segala keterbatasan, saya berusaha mengetuk hati donatur agar banyak anak yang akhirnya bisa terselamatkan. Saya teringat kata-kata dari salah seorang pendamping, “Banyak orang yang bisa, tapi tidak mau. Saya mungkin tidak semahir orang, tapi dengan segala kerendahan hati saya, saya memiliki niat untuk melayani.” Hal inilah yang saya jadikan prinsip dalam melayani. Semua yang saya lakukan berawal dari keterbatasan, hanya ada niat yang besar untuk bisa menyelamatkan ratusan anak asuh yang terancam putus sekolah. Saya percaya bahwa hal kecil apapun yang kita lakukan, percayalah bahwa akan ada dampak besar dalam hidup orang-orang yang kita layani. Belajar Bersyukur lewat AAT Hari itu, 10 Juni 2015 adalah tugas perdana saya sebagai seorang Pendamping Komunitas (PK). Saya melakukan wawancara calon anak asuh di SDK Paulus III, Bandung. Awalnya tentu ini bukan hal yang mudah, karena ini adalah pengalaman pertama saya melakukan wawancara kepada anak SD. Saya merasa sangat gugup bagaimana caranya bisa berhadapan dengan anak kecil, apakah pertanyaan saya bisa dimengerti ? Ini adalah pengalaman pertama saya untuk terjun langsung melihat dan mengenal calon anak asuh, tidak hanya membaca cerita mereka lewat web. Saya takut saya tak sekuat mereka, saya takut menangis di depan mereka ketika mendengar cerita mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, melihat senyuman mereka menyadarkan saya, bahwa mereka menganggap saya sebagai seorang teman dan mereka tidak ingin saya “mengasihani” mereka, karena sesungguhnya mereka “bahagia”. Saya pun berusaha memposisikan diri menjadi teman mereka. Mendengarkan cerita keseharian mereka. Mereka yang awalnya nampak canggung pun mulai bercerita dengan lancar. Kisah-kisah mereka sungguh luar biasa bagi saya. Ada diantara mereka yang hanya diberi uang jajan 2000 untuk makan, saat saya tanya, “2000 kamu belikan apa dik kalau gak dikasih bekal?” dia bilang, “beli kue aja kak, kan lumayan kenyang”. Ah, saya merasa tertampar, betapa masih hangat di benak saya, saat itu saya baru saja mengeluh karena merasa uang jajan yang diberikan orangtua saya tidak cukup untuk memuaskan saya. Sedangkan mereka dapat bersyukur di tengah keterbatasan mereka. Ada diantara mereka yang rumahnya sangat jauh, bahkan harus berangkat pukul  5 pagi untuk sampai di sekolah. Sedangkan saat itu, saya masih kerapkali mengeluh ketika dapat jadwal kuliah pagi padahal jarak kampus dan tempat kos saya hanya beberapa ratus meter. Ada diantara mereka yang orangtuanya bekerja sampai tengah malam atau bahkan tidak pulang berbulan-bulan untuk bekerja kerasa membiayai kehidupan mereka. Di tengah keterbatasan mereka, mereka memiliki semangat yang tinggi untuk tetap bersekolah. Berharap mereka bisa memutar roda kehidupan keluarga mereka menjadi lebih baik. Berada di tengah mereka membuat saya menyadari betapa beruntungnya saya. Memiliki keluarga yang memberi support dan kasih sayang untuk saya, mampu mencukupi kebutuhan saya. Artinya, saya harus bisa berbuat lebih dari yang ingin mereka lakukan bagi keluarga dan orang-orang disekitarnya. Bagi saya, mereka tidak perlu kita “kasihani” karena mereka memiliki semangat untuk tetap bahagia dengan cara mereka. Yang perlu kita lakukan adalah membantu mereka, agar semangat mereka tidak padam. Salah satunya adalah dengan membantu biaya pendidikan mereka yang merupakan harapan mereka untuk memeroleh masa depan yang lebih baik. Terimakasih Anak-Anak Terangku, tetap semangat selalu dalam menghadapi keterbatasan ini. “Miracle is another name for hardwork”. Terimakasih Yayasan AAT Indonesia untuk pengalaman yang sangat berharga hari ini. *Nadia Gracia, adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Koordinator Divisi Public Relation (Purel) AAT, Relawan AAT Sekretariat Bandung

Setitik Niat untuk Melayani Read More »

Temu PK dan PJ Bandung

Pada tanggal 10 September 2016, bertempat di Gedung 3 FISIP Universitas Katholik Parahyangan diadakan acara pertemuan para penanggungjawab komunitas/sekolah yang dibantu oleh AAT. Pertemuan kali ini diikuti oleh 5 dari 9 sekolah yang dibantu oleh AAT di wilayah Bandung dan sekitarnya. Sekolah yang hadir ada dari SDK Paulus 3 Bandung, SD St.Yusup 1 Bandung, SD Agustinus, SD Melania, dan SMP Arcawinara Harapan Bekasi. Sedangkan 4 sekolah lainnya, belum bisa hadir karena terdapat kegiatan lain seperti pelatihan diluar kota. Waktu menunjukkan pukul 10.30, para PJ sekolah, relawan, dan pengurus sudah berkumpul dalam ruangan acara. Acara diawali dengan doa yang dipimpin oleh Mas Seno, salah satu relawan Yayasan AAT Indonesia sekretariat Bandung. Dilanjutkan dengan presentasi singkat mengenai Yayasan AAT Indonesia dan prosedur pengelolaan beasiswa AAT yang dibawakan oleh Pak Tommy selaku Penanggungjawab (PJ) Sekretariat Bandung. Dalam presentasi ini, ditekankan mengenai pentingnya untuk tertib pada ketentuan administrasi demi kelancaran pengelolaan beasiswa. Selain itu, Pak Marcell selaku PLT Yayasan AAT Indonesia juga menekankan peran penting kerjasama antara PJ sekolah, relawan, dan Yayasan AAT Indonesia sebagai penyalur donasi yang diberikan oleh donatur dan pentingnya menjaga kepercayaan para donatur, salah satunya dengan cara tertib administrasi. Acara kemudian diselingi oleh “kuis” ringan mengenai hal-hal yang telah dipresentasikan sebelumnya. “Kuis” ringan ini diisi dengan pertanyaan mengenai prosedur pengelolaan beasiswa dengan harapan para PJ sekolah benar-benar memahami apa yang tadi sudah disampaikan. Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 11.30. Para relawan, pengurus, dan PJ sekolah makan siang bersama sambil berbincang agar tercipta hubungan yang lebih dekat dan hangat. Pada pukul 12.30, acara kembali dilanjutkan dengan sosialisasi dan pelatihan SIANAS untuk para PJ sekolah. Dipandu oleh Kak Eka Candra, salah satu staff divisi SIANAS, para PJ sekolah didampingi oleh Pendamping Komunitas (PK) masing-masing membuka laptop dan mencoba mengakses “tools-tools” yang terdapat di sianas.aat.or.id . Jika pada sebelumnya para Pendamping Komunitas (PK) yang mengelola administrasi di SIANAS, kedepannya para PJ sekolah juga diharapkan bisa mengelola administrasi secara mandiri. Namun, bila terdapat kendala, PJ Sekolah bisa meminta bantuan dari Pendamping Komunitas (PK). Acara ditutup dengan pembagian Surat Keputusan (SK) mengenai beasiswa Tahun Ajaran 2016/2017. Setiap sekolah dipanggil maju untuk menerima SK yang diberikan oleh Pak Marcell selaku PLT Yayasan AAT Indonesia. Setelah semua sekolah mendapatkan SK, para relawan, pengurus dan PJ sekolah melakukan foto bersama. Acara kemudian resmi ditutup, para relawan, pengurus, dan PJ sekolah bersalam-salaman, sedikit berbicang dan kemudian pulang dan kembali pada aktivitas masing-masing. Terimakasih kepada Universitas Katholik Parahyangan atas dukungan dan tempat yang telah disediakan untuk keberlangsungan acara pertemuan ini. Terimakasih para penanggungjawab (PJ) komunitas/sekolah yang pada akhir pekan ini menyempatkan untuk hadir dalam acara pertemuan ini. Terimakasih atas kepeduliannya pada keberlangsungan pendidikan anak-anak didiknya. Terimakasih atas waktu, kerelaan, usaha, dan kerjasamanya dalam pengelolaan beasiswa untuk anak asuh di tempat didiknya meskipun bapak ibu  memiliki kesibukkan masing-masing. “Volunteers do not necessarily have the time, they have the heart” – Elizabeth Andrew. #CegahPutusSekolah Penulis : Nadia Gracia  

Temu PK dan PJ Bandung Read More »