Juni 2024

Perjalanan Mengubah Hidup: Wawancara Anak-Anak SMP Bhakti Mulia Wonosobo

Oleh : Leoni Junian/Sekretariat Purwokerto Perjalanan panjang dari Purwokerto menuju SMP Bhakti Mulia Wonosobo, yang memakan waktu sekitar 3-4 jam, tak terasa melelahkan. Pemandangan indah yang tersaji di sepanjang jalan bagaikan lukisan alam yang menenangkan jiwa. Tim BPT purwokerto : Leonie, Ryo dan Pandu, memiliki misi mulia: mewawancarai calon anak asuh di sekolah tersebut. Sesampainya di SMP Bhakti Mulia, kami disambut hangat oleh para guru dan murid.Kebaikan dan semangat mereka menulari kami, membuat hati semakin mantap untuk menjalankan misi ini. Satu per satu, kami mewawancarai calon anak asuh. Hati kami tersentuh mendengar kisah-kisah perjuangan mereka. Salah satu cerita yang paling membekas bagi saya (Leonie) adalah dari seorang anak bernama Elisabeth Linda Aryani atau kerap disapa Elis. Dengan mata berkaca-kaca, dia bercerita tentang ayahnya yang bekerja sebagai petani dan makelar tanah dan hanya mengirim uang jika hanya mendapatkan hasil dari makelar. Ibunya bekerja sebagai pengasuh bayi, dan sepulang sekolah selain dia mempunyai kegiatan belajar, dia membantu sang ibu merapikan rumah atau menjaga bayi. Kisah Elis dan anak-anak lainnya membuka mata kami tentang kerasnya kehidupan yang mereka hadapi. Di balik keceriaan dan semangat mereka, terdapat luka dan perjuangan yang tak terkira. Tekad kami untuk membantu mereka pun semakin kuat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mewawancarai anak-anak, tapi juga tentang membuka hati dan menumbuhkan rasa empati. Kami belajar banyak tentang arti kepedulian dan pentingnya memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Pengalaman ini akan selalu kami ingat sebagai pengingat bahwa masih banyak anak-anak di luar sana yang membutuhkan uluran tangan kita. Marilah kita bersama-sama membantu mereka meraih masa depan yang lebih cerah.

Perjalanan Mengubah Hidup: Wawancara Anak-Anak SMP Bhakti Mulia Wonosobo Read More »

Perjalanan Mengubah Perspektif: Beasiswa, Anak-Anak, dan Realitas Kehidupan

Oleh : Ryo Nanda/Sekretariat Purwokerto Di bawah sinar mentari pagi yang hangat, Saya melangkah bersama beberapa teman dengan penuh semangat menuju SMP YOS SUDARSO JERUKLEGI yang berada disebuah desa di Kabupaten Cilacap yaitu Jeruklegi. Perjalanannya hari ini saya akan mewawancarai anak-anak berprestasi namun kurang mampu untuk mendapatkan beasiswa sekolah. Saya memiliki keyakinan teguh bahwa pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan. Beasiswa dari Anak-Anak Terang Indonesia ini merupakan salah satu cara untuk membuka peluang bagi anak-anak yang berbakat namun terhalang oleh keterbatasan ekonomi. Satu demi satu, Saya bertemu dengan anak-anak luar biasa. Ada satu anak, gadis kecil dengan mimpi besar menjadi dokter, yang setiap hari harus berjalan kaki untuk pergi ke sekolah. Dan Ada anak laki laki yang harus mengayuh sepeda yang bisa dibilang jaraknya lumayan jauh antara rumah dan sekolahnya tapi mereka tetap semangat dan ceria. Namun, di balik keceriaan dan semangat mereka, Saya merasakan ada duka yang mendalam. Saat berbincang dengan salah satu anak, Saya mengetahui bahwa dia ditinggalkan ayahnya pergi tidak tahu kemana dan ibunya yang bekerja untuk menjadi ART di rumah tetangganya. Dan ada anak yang menceritakan kisah pilunya tentang sang ayah yang menjadi buruh serabutan dan jarang di rumah bahkan gajinya masih kurang untuk kehidupan sehari hari. Pertemuan-pertemuan ini bagaikan tamparan keras bagi Saya bahwa masih banyak anak-anak diluar sana yang kehidupannya kurang beruntung dan untuk mendapatkan akses pendidikan sangat susah yang dimana seharusnya akses pendidikan itu paling mudah didapat untuk keberlangsungan hidup mereka dimasa depan. Kesedihan saya bercampur aduk. Saya merasa tidak adil bahwa anak-anak ini harus menanggung beban hidup yang berat di usia yang masih belia. Namun, di sisi lain, Saya juga terinspirasi oleh ketangguhan dan semangat mereka untuk meraih mimpi. Dalam perjalanan ini membuka mata Saya tentang realitas kehidupan yang dihadapi oleh banyak orang di luar sana. Saya menyadari bahwa tidak semua orang bisa menjalani kehidupan dengan baik, dan bahwa masih banyak anak-anak yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tekad Saya untuk membantu anak-anak kurang mampu semakin kuat dan dalam perjalanan ini bukan hanya tentang membantu menyalurkan beasiswa kepada mereka, tetapi juga tentang membuka hati dan pikiran kita semua terhadap dunia yang penuh dengan keragaman dan perjuangan. Saya belajar bahwa kebahagiaan sejati datang dari membantu orang lain dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.

Perjalanan Mengubah Perspektif: Beasiswa, Anak-Anak, dan Realitas Kehidupan Read More »

Harapan dan Perjuangan

Oleh : Sekretariat Semarang Sekretariat Semarang melakukan wawancara pada 17 komunitas yang berada di bawah naungan Yayasan AAT Indonesia di Semarang. Banyak cerita-cerita unik dan menarik, tetapi juga menyentuh hati selama proses wawancara yang dilakukan oleh BPT bersama dengan para relawan. Salah satu kisah yang paling membekas dari salah satu siswa SMK 17 Agustus Semarang, seorang anak lelaki yang saat ini tinggal bersama dengan paman dan bibi karena sudah tidak memiliki orang tua. Paman yang hanya bekerja sebagai tukang parkir, sedangkan bibi hanya berjualan nasi dengan pendapatan yang tak menentu setiap harinya. Dirinya bercerita bahwa sebenarnya dia merasa cukup malu dan sungkan kepada paman bibinya karena tidak semestinya kedua orang tersebut yang menanggung dan memikirkan kebutuhannya tetapi keadaanlah yang mengharuskan. “Gimana ya mbak, aku tuh gak enak soalnya dan kayak malu gitu kalau harus minta uang ke pakdeku soalnya aku tau juga tau pakdeku kalau dapet duit tuh gak banyak dan masih harus buat beli makan sama kebutuhan rumah yang lain jadi ya aku bantu-bantu sedikit biar gak beratin pakde.” cerita sang anak saat proses wawancara kepada salah satu relawan. Pernyataan dirinya dalam membantu paman cukup membuat penasaran sehingga saat ditanya lebih lanjut Ia membantu dengan cara memulung sampah setiap pulang sekolah yang nantinya akan dijual kepada pengepul/pengumpul sampah untuk ditukar dengan sejumlah uang. Kisah anak tersebut menjadi hal yang paling mengharukan saat wawancara terutama ketika para relawan melakukan diskusi dan sharing terkait hasil wawancara dengan para siswa. Relawan lain yang mendengarkanpun turut kaget dan tidak menyangka karena di usia yang seharusnya hanya pusing dengan tugas sekolah tetapi sudah bekerja untuk membantu keuangan keluarga. Cerita si anak juga turut diperkuat oleh penuturan guru yang menyatakan bahwa memang kondisi anak tersebut kurang mampu tetapi Ia adalah anak yang rajin dan memiliki semangat yang besar ketika belajar. Para relawan dan guru berharap semoga nantinya anak ini mendapat beasiswa sehingga dirinya tidak akan terlalu pusing memikirkan SPP sekolah dan bisa fokus untuk belajar.

Harapan dan Perjuangan Read More »

Perjalanan Mengunjungi 3 Sekolah di Sekretariat Bandung

Oleh : Akbar Romadon Pada tanggal 12 Mei 2024, saya Akbar, perwakilan dari Yayasan AAT Indonesia khususnya Sekretariat Bandung memulai perjalanan untuk melakukan kunjungan ke 3 sekolah yang tersebar di 3 kota yaitu Cirebon, Kab. Kuningan dan Kab. Cianjur. Perjalanan pertama dimulai dengan mengunjungi sekolah yang ada di Kota Cirebon, tepatnya di SMA Putra Nirmala Cirebon. Mengingat masih ada di sekitar kota Cirebon, cukup memudahkan saya untuk menuju ke sekolah tersebut menggunakan ojek online. Sekilas mengenai sekolah ini, tergolong cukup lengkap. Dari tingkat TK sampai SMA ada pada lingkungan sekolah ini. Secara gambaran besar, setelah saya mewawancarai 15 calon anak asuh yang telah diajukan oleh pihak sekolah, rata – rata mereka memiliki tunggakan berupa SPP dan uang Gedung yang belum lunas. Namun meski demikian, masih terlihat jelas di wajah mereka, semangat untuk melanjutkan belajar. Rata – rata pekerjaan orang tua mereka adalah driver ojol, karyawan toko dan buruh pabrik. Penanggung jawab yang mewakili sekolah ini adalah Ibu Jenny yang tampak masih tergolong muda. Beliau juga yang menyeleksi terlebih dahulu calon anak asuh yang akan diajukan untuk diwawancarai. Beliau juga menjelaskan beberapa anak yang memang membutuhkan bantuan, serta ada beberapa anak yang memang cukup pendiam, sehingga saat wawancara perlu ada trik khusus untuknya agar bersedia menjawab. Perjalanan berlanjut ke Kab. Kuningan yang mana untuk menuju kesana saya dijemput oleh Bu Tati, penanggung jawab SD Yos Sudarso Cibunut. Hal itu menjadi pertimbangan karena kurang fleksibelnya transport umum menuju ke daerah sana. Dari Kota Cirebon menuju ke penginapan yang berada di Cisantana (Kab. Kuningan), membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 2 jam. Keesokan paginya, saya harus keluar dari penginapan sekitar jam 5.30 karena mobil jemputan mulai beroperasi jam segitu. Mobil jemputan ini berupa mobil pick up yang atasnya ditutupi kain terpal dan untuk dudukan penumpang terdapat 2 baris papan kayu. Penampilannya adalah seperti ini. Menurut keterangan dari Bu Tati, kendaraan ini adalah dipergunakan untuk pergi pulang sekolah bagi guru – guru yang rumahnya ada disekitar jalur Cisantana menuju Cibunut. Untuk menaiki ini Bapak/Ibu guru membayar secara bulanan kepada supir pick up. Dari CIsantana ke Cibunut membutuhkan sekitar 1 jam perjalanan. Sekolah berada di tempat yang cukup jauh dari perkotaan, sehingga sinyal tergolong sulit dijangkau dan membutuhkan wifi. Selain ada tingkat SD, sekolah ini juga terdapat tingkat TK-nya juga. Saya mewawancarai 8 calon anak asuh baru dari SD Yos Sudarso Cibunut. Rata – rata pekerjaan orang tua mereka adalah merantau ke Jakarta, ada yang jadi pedagang ada juga yang mengumpulkan botol bekas. Rata – rata mereka diberikan uang saku secukupnya untuk beli minum dan 1 jajan, karena sudah dibawakan bekal dari rumah. Fakta uniknya adalah, jika pada umumnya anak seusia mereka lebih suka makanan seperti sosis atau makanan berbahan daging lainnya, mereka lebih suka mengkonsumsi sayuran. Dan mereka cukup excited bercerita tentang bekal apa yang mereka bawa hari itu. Mereka anak ceria yang tetap bersemangat sekolah. Setelah selesai wawancara di SD Yos Sudarso Cibunut, saya diantar salah satu Bapak Guru kembali ke Kota Cirebon untuk naik kereta menuju Pasar Senen. Yang nantinya dari Pasar Senen melanjutkan perjalanan ke Bogor menggunakan KRL. Sekolah yang terakhir saya kunjungi adalah SD Mardi Waluya Cipanas, yang menuju kesana bisa menggunakan 2 opsi. Jika dimulai dari Bogor, nanti bisa menggunakan Bus Kita dan berganti naik angkot 2 kali untuk bisa sampai di sekolah tersebut. Opsi kedua, jika dimulai dari Bandung bisa menggunakan bus Jurusan Bandung – Bogor via Cianjur (Cipanas). Kurang lebih waktu yang saya butuhkan dari Bogor menuju ke Cipanas sekitar 2 jam perjalanan dengan catatan tidak terjadi kemacetan. Lokasi SD Mardi Waluya Cipanas masih satu Yayasan dengan Panti Asuhan Santo Yusup dan didekat sana terdapat TK Mardi Waluya serta SMP Mardi Yuana. Jadi seluruh anak panti bersekolah diantara TK, SD atau SMP tersebut. Pada SD Mardi Waluya Cipanas yang saya wawancarai sejumlah 20 calon anak asuh. Sebagian besar kelas 1 dan 2, serta sisanya campuran kelas 3 – 6. Rata – rata mata pencarian orang tuanya adalah sebagai ojol, penjaga vila dan membantu di Gereja. Anak – anak yang saya wawancarai tergolong aktif dalam menjawab, tidak pemalu dan ceria. Meskipun saya tidak tahu, dibalik keceriaan itu apakah ada luka yang besar disana atau tidak. Penanggung jawab sekolah ini adalah Bapak Heru yang sekaligus juga merupakan Kepala Sekolah. Menurut info dari beliau, ada salah satu anak yang mengikuti wawancara guna bisa mendapatkan uang saku, sampai rela berjualan di sekolah yang mana modalnya dari tetangganya, sehingga jika semua jajanan tersebut terjual habis, dia baru bisa mendapatkan uang saku sejumlah 5.000 rupiah. Menurut info dari Pak Heru, total tenaga pengajar di sekolah tersebut adalah 7 Guru termasuk Pak Heru dan nantinya hanya akan menjadi 6 Guru dikarenakan 1 Guru memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Semoga nanti jika ada yang berminat menjadi tenaga pengajar di SD Mardi Waluya Cipanas, dapat menghubungi Pak Heru. 

Perjalanan Mengunjungi 3 Sekolah di Sekretariat Bandung Read More »

Yudit Airaya Hitomi, Potret Anak Pekerja Keras dan Berbakat

Oleh : Sekretariat Yogyakarta Yudit Airaya Hitomi adalah seorang siswa yang tidak hanya rajin di sekolah, tetapi juga di rumah. Sejak kecil, Yudit telah menunjukkan ketekunan dan disiplin dalam membantu keluarganya dengan pekerjaan rumah tangga. Setiap pagi, ia bangun lebih awal untuk membereskan rumah, memasak bekal, dan merawat adik-adiknya yang masih kecil. Kebiasaannya ini tidak hanya meringankan beban ibunya yang merupakan ibu rumah tangga, tetapi juga memperlihatkan tanggung jawab yang luar biasa bagi anak seusianya. Di sekolah, Yudit dikenal sebagai siswa yang berprestasi. Mata pelajaran favoritnya adalah seni budaya dan bahasa Inggris, di mana ia selalu menunjukkan kemampuan luar biasa. Menggambar adalah salah satu hobinya yang ia gunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri. Kegemarannya ini sejalan dengan kecintaannya terhadap seni budaya, dan ia sering mendapatkan penghargaan dalam bidang ini. Tak hanya itu, kemampuan public speaking Yudit juga mengesankan. Meski masih di tingkat SMP, cara Yudit menyusun kata-kata dan berbicara di depan umum menunjukkan kedewasaan dan kepandaian yang luar biasa, membuatnya sering menjadi juara kelas. Namun, perjalanan Yudit tidak selalu mulus. Di sekolah, ia sering menghadapi teman-temannya yang merasa iri dengan prestasinya. Ketidakmauan mereka untuk menjalin pertemanan jika Yudit tidak memberikan tugas adalah salah satu tantangan sosial yang ia hadapi. Meskipun demikian, Yudit tetap kuat dan tekun dalam mengejar cita citanya untuk menjadi seorang psikolog. Ia percaya bahwa dengan membantu orang lain memahami diri mereka sendiri, ia bisa membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Kehidupan Yudit yang penuh warna ini juga dipengaruhi oleh kondisi keluarganya. Ayahnya adalah seorang tukang kebun yang memiliki usaha sendiri menanam sawit. Meskipun usaha ayahnya tidak selalu stabil, semangat dan ketekunan ayahnya menjadi teladan bagi Yudit. Keluarga Yudit hidup sederhana, namun penuh kasih sayang dan dukungan satu sama lain. Dengan uang saku yang hanya 5 ribu rupiah per hari dan biaya transportasi umum sebesar 70 ribu rupiah per bulan, Yudit belajar menghargai setiap pengorbanan dan usaha yang dilakukan keluarganya demi pendidikan dan masa depannya.

Yudit Airaya Hitomi, Potret Anak Pekerja Keras dan Berbakat Read More »