Ayah Bunda… Aku Ingin Sekolah

Oleh: Severius Rischo Setyo, Romualdus Sumbogo dan Patricia Dyah Pitaloka. Menjadi garam dan terang dunia di tengah-tengah anak-anak kecil adalah berkat yang diberikan oleh Tuhan untuk membantu mereka agar dapat bersekolah. Perjalanan yang luar biasa ini dimulai pada pertengahan tahun 2018 lalu. Saat itu, kami diajak untuk “memberi berkat” ke anak-anak yang membutuhkan. Dan, kami mengiyakan permintaan itu. Perjalanan dan hari yang panjang untuk kami pada saat itu. Karena kami harus pergi ke beberapa sekolah yang ada di Jogja, Kulon Progo hingga Wonosari dalam 3 hari. Perjalanan awal kami yang sangat luar biasa selama setahun belakangan ini untuk mengurus anak-anak kecil yang ingin bersekolah. Perasaan terharu menghampiri kami, ketika anak-anak menceritakan apa cita-cita ketika mereka besar nanti. Kami hanya bisa mengatakan dalam hati “semoga cita-cita kalian semua terkabul ya dek”. Pada saat wawancara anak-anak kecil ini kami akan mendapatkan cerita yang berbeda dari mereka. Dari anak yang sangat tertutup sampai anak yang sangat aktif, dari anak yang sangat ceria hingga anak-anak yang menyimpan cerita menyedihkan. Ada perasaan sedih dan juga ingin membantu mereka semua di dalam benak kami. Tapi apalah daya kami yang tidak bisa membantu mereka secara langsung. Kami hanya dapat membantu mereka melalui perpanjangan tangan orang lain. Ketika cita-cita mereka dihadapkan dengan kenyataan yang tidak mereka inginkan, kami tidak tahu apa yang ada di benak mereka, apa yang mereka pikirkan, dan apa yang mereka rasakan. Banyak dari anak-anak ini yang harus merasakan hidup terpisah dengan orang tua mereka, ada yang terlahir dari keluarga broken home, ada yang tidak tahu salah satu orang tua mereka ada dimana, dan juga ada anak yang dititipkan begitu saja di panti asuhan. Sedih? Ya! Itu hal pertama yang kami rasakan sebagai relawan. Bagaimana mereka bisa hidup tanpa tahu orang tua mereka ada dimana? Mereka merasakan hidup ini tidak cukup adil untuk mereka, karena mereka harus merasakan hidup terpisah dengan orang tua mereka. Ada salah satu anak asuh yang kami temui, anak Papua. Dimas,  namanya. Ayahnya berasal dari Manokwari dan ibunya berasal dari Bantul. Dimas sudah hidup terpisah dengan ayahnya semenjak dia masih bayi. Dan, Dimas beserta ibu dan juga adiknya harus hidup luntang-lantung di jalanan, mereka hidup dari belas kasihan orang-orang, tetapi mereka tidak mengemis loh ya. Dulunya, Dimas dan juga ibunya harus tinggal di depan toko-toko, tetapi saat ini Dimas dan juga ibunya bisa sedikit bernafas lega karena saat ini mereka tinggal di sepetak kos-kosan yang disewakan kepada mereka dengan harga yang murah. Setiap harinya saat Dimas berangkat ke sekolah akan ada ibu-ibu penjual jajanan pasar memberikan Dimas sebungkus bakmi goreng untuk Dimas makan sesampainya dia di sekolah. Menurut wali kelas Dimas, Dimas merupakan anak yang bandel dan sering menjahili teman-temannya yang ada di kelas. Bukan tanpa alasan Dimas seperti itu. Dimas hanya ingin bermain bersama dengan teman-temannya. Itu cara dia untuk mengajak teman-temannya bermain bersama dengan dia. Kenapa seperti itu? Karena sebagian besar teman-temannya tidak ingin bermain dengan Dimas karena dia “berbeda”. Apa karena “berbeda” lalu harus dipandang sebelah mata? Menurut wali kelas Dimas, setiap harinya sepulang sekolah Dimas akan dijemput oleh ibunya menggunakan sepeda dan mencari sampah plastik yang kemudian akan di kilokan, dan hasil dari kiloan sampah plastik tersebut mereka gunakan untuk makan. Sekali memungut sampah dan di kilokan, Dimas dan ibunya hanya mendapatkan Rp10.000. Ya, sepuluh ribu rupiah yang digunakan untuk membeli makan 3 orang. Banyak guru di sekolah Dimas yang setiap Sabtu sore dan Minggu pagi selalu melihat Dimas berada di gereja dan selalu duduk di bangku paling depan. Ketika di sekolah gurunya bertanya pada Dimas apa cita-citanya saat dia besar nanti? Dan, jawaban Dimas adalah dia ingin menjadi Romo (Pastor). Alasannya, karena Dimas ingin memberkati orang banyak. Itulah cerita tentang salah satu anak asuh di Yogyakarta yang sangat diingat oleh relawan. Sebenarnya masih banyak sekali cerita-cerita tentang anak asuh dengan perjuangan mereka untuk bisa sekolah yang ada di Yogyakarta. Kami para relawan sangat bersyukur karena kami bisa bersekolah dengan enak tanpa melalui proses seperti anak-anak ini. Kami hanya berharap suatu saat nanti mereka (anak asuh) bisa menjadi orang yang berguna bagi keluarganya dan juga cita-cita mereka bisa tercapai sesuai dengan keinginan mereka.

Ayah Bunda… Aku Ingin Sekolah Read More »

Pengalaman Survei Paling Berkesan

Pengalaman Survei Paling Berkesan Oleh: Tata Adika Salam Sejahtera! Satu detik yang lalu adalah masa lalu dan tidak akan pernah bisa kembali. Waktu adalah anugrah Tuhan yang begitu luar biasa. Tapi tidak banyak orang yang bisa menghargai itu. Mungkin saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang belum bisa menghargai waktu. Pekenalkan nama saya Tata Adika. Teman-teman biasa memanggil saya Tata, saya lahir di Malang pada tanggal 20 November 1997. Saya merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saat ini saya adalah mahasiswa tingkat akhir yang disibukkan dengan skripsi di Universitas Katolik Widya Karya Malang. Saya mengambil jurusan Akuntansi. Rasanya bila ditanya mengenai cita-cita, saya sedikit bingung. Bahkan sejak SD, SMP, dan SMA ketika ditanya cita-citamu apa? Saya selalu jawab berbeda. Seiring bertambahnya usia dan mulai pahamnya saya tentang cita-cita, maka saya mencoba memiliki cita-cita yang realistis saja. Bila dikaitkan dengan jurusan kuliahku saat ini, cita-citaku bekerja dibagian keuangan suatu perusahaan swasta/negeri. Selain sebagai pekerja/karyawan saya ingin membuka toko grosiran. Yahh… harapan hanya sebuah harapan. Saya sebagai manusia hanya berusaha, Tuhan yang menentukan. Jika memang Tuhan berkehendak lain, maka mungkin itu yang terbaik. Yang perlu saya lakukan sekang adalah berjuang sekuat tenaga untuk mewujudkan harapan saya. Saya senang sekali menambah pengalaman, pengetahuan baru dan bergaul dengan lingkungan yang baru. Tahun 2016, Saya adalah salah satu anak asuhnya Rm Hudiono yang dikuliahkan. Awalnya saya mengira hanya tanggungjawab personal dengan romo, ternyata anak asuhnya romo ini cukup banyak dan selalu ada acara kumpul bersama sembari ngobrol dan saling berkenalan. Dari beberapa yang berbincangan, saya mendengar mengenai Yayasan AAT dengan banyak versi. Tetapi saya baru memahami apa itu Yayasan AAT dua tahun kemudian tepatnya tahun 2018. Saya yang tidak mengetahui apa itu Yayasan AAT, disuruh menggantikan mas Andrew untuk mengikuti RAKERNAS di Biara Jayagiri Malang. Dari situlah saya mengerti apa itu Yayasan AAT dan mengenal Ketua Sekretariat yaitu Mbak Emy dan pengurus lama seperti Mas Putra dan Om Adi dsb.   Pengalaman saya selama mengikuti kegiatan survei yang paling berkesan dan sampai detik ini yang paling kuingat selalu adalah survei 14 sekolah, yayasan Karmel, dan 1 panti. Sebagai orang baru pada waktu itu, dan belum mengetahui cara kerjanya, saya bertanya-tanya bagaimana langsung disuruh terjun ke lapangan dan praktik sosialisasi? Bagaimana cara upload dan seterunysa? Dalam waktu 4 hari 3 malam keliling dari Malang, Pasuruan, Lumajang sampai Banyuwangi. Saat itu bersama Om Adi yang menjabat sebagai Tim SIANAS kalu tidak salah, beliau datang jauh-jauh dari Semarang mengajak kami untuk survei. Bertemu dengan orang baru dan tinggal bersama anak-anak panti, bagi saya itu hal yang sangat luar biasa. Dan, pada saat itu saya pernah survei ke Bangkalan Madura dimana berangkat malam naik travel sampai disana pagi sekitar pukul 02.00 WIB tinggal di mess bersama Mas Putra. Puncaknya adalah Gathering AAT 2018, saya sangat bersyukur bisa bergabung dan bertemu dengan orang-orang hebat yang memberikan banyak motivasi yang berharga untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna bagi sesama. Harapanku untuk Yayasan AAT ke depan bisa menunjukkan eksistensinya terus dan berkembang pesat pelayananya kepada anak-anak untuk bisa menggapai cita-citanya. Terimakasih banyak untuk Yayasasan AAT atas bantuan finansial berupa living coast setiap bulan yang sangat membantu sekali untuk memenuhi kebutuhan saya. Dan, terimakasih para donatur yang setia terus dalam mendukung anak-anak untuk bisa melanjutkan sekolahnya. *Tata Adika adalah Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Katolik Widya Karya Malang dan Penerima Beasiswa Yayasan Anak-Anak Terang. Saat ini Adika sedang dalam proses menyelesaikan skripsinya.

Pengalaman Survei Paling Berkesan Read More »

“Berani mencoba dan terus belajar”

Oleh: Petrus Mahendra Putra, BPT Sekretariat Semarang. AAT ( anak – anak terang )? Pernah mendengar sih sebelummya tetapi tidak begitu memperhatikan dengan seksama. Lha cerita ku berawal dari sini. Beberapa bulan yang lalu saya bertemu dengan Bu Meita, beliau adalah salah satu relasi Pimpinan saya di kantor. Sebenarnya waktu itu saat kami berbincang – bincang saya memang meminta bantuan beliau untuk mencarikan tambahan penghasilan untuk pembayaran kuliah saya. Singkat cerita setelah saya bertanya akhirnya Bu Meita mengenalkan dengan AAT. Dan saat Ini saya sudah menjadi bagian dari AAT, saat pertama kali masuk menjadi bagian dari AAT saya sangat bingung dengan kegiatan atapun apa yang dikerjakan oleh AAT, tetapi setelah beberapa kali saya mengikuti kegiatan dan pertemuan saya sudah mengerti tentang apa yang dikerjakan, dilakukan oleh Yayasan AAT, yaitu membantu anak – anak yang kurang beruntung supaya terus bisa melanjutkan pendidikannya tanpa terputus. Saat ini saya di pilih oleh rekan – rekan Relawan menjadi Koordinator dari Sekre Semarang. AAT Sekre Semarang sendiri ada 28 sekolah / komunitas dan setiap sekolah bisa terdapat lebih dari 10-50 an anak yang dibantu untuk mendapatkan beasiswa sekolah Pengalaman saya menjadi bagian dari AAT sangatlah asyik karena saat kita bertemu dalam hal ini saat wawancara anak asuh calon penerima bantuan, saya bisa menjadi heran, ketawa, sedih hingga sampai terharu dengan berbagai cerita dari kehidupan keluarga mereka. Tetapi inilah yang membuat saya itu sangat senang bisa mengenal dan menjadi bagian di dalamnya. Yayasan AAT ini sudah berskala Nasional sehingga sekolah yang dibantu sangatlah banyak dengan kata lain anak – anak yang di bantu juga sangat banyak sehingga memang memerlukan Para Donatur untuk membantu, supaya Yayasan ini tetap ada dan bisa menjadi salah satu pilihan dalam membantu anak supaya tidak putus sekolah. Saya mewakili rekan – rekan relawan dan pengurus Yayasan Anak – Anak Terang Indonesia (AAT) ingin mengetuk hati dari bapak / ibu, serta tidak menutup untuk semua orang yang tergerak hati menjadi donator, sekecil bantuan akan kami terima dengan hati yang sukacita.

“Berani mencoba dan terus belajar” Read More »

“Menjadi Pribadi Pemberi, Bukan Peminta”

Oleh: Raka Widhi Antoro, BPT Sekretariat Purwokerto. Di pengalamanku selama di AAT beberapa tahun, membuat diriku jadi pribadi yang ingin sebagai pemberi dan bukan peminta. Karena sejak mengikuti survei serta mengisi data anak – anak penerima beasiswa, membuat diriku ingin membantu anak – anak yang membutuhkan dan itu tentu membuka mata hatiku untuk melihat orang di sekeliling kita yang lebih membutuhkan bantuan dibandingkan hidupku sendiri. Pengalaman paling aku ingat sampai sekarang adalah survei di tempat  SD Maria Immaculata Cilacap yang mewawancarai anak dengan keterbelakangan mental (anak penerima beasiswa tahun 2019) serta Neneknya, anak tersebut ditinggal Orang Tua nya (benar-benar ditinggal dan tidak diurus serta tidak mengabari anak atau Neneknya) dengan status cerai dan ‘tidak memiliki tempat tinggal’ sampai-sampai Neneknya tidak mau cerita secara detail karena keliatan tidak enak diungkapkan masalah internal keluarganya. Beruntung mereka dibantu oleh Romo yang berada di Gereja daerah Cilacap untuk biaya sekolah, akan tetapi aku merasa kasihan dengan Neneknya karna memiliki pekerjaan sebagai pemulung dan juga memang tidak memiliki tempat tinggal.

“Menjadi Pribadi Pemberi, Bukan Peminta” Read More »

My AAT My Adventure

Oleh: Yefta Ezra Abednego, BPT Sekretariat Semarang. Hallo semuanyaa!! Aku cuman mau sharing sedikit nih apa yang aku lakukan selama setahun ini .Banyak hal yang aku lakukan di tahun ini bersama AAT. Apa itu AAT ? AAT itu organisasi Anak Anak Terang yang berfungsi sebagai penyalur beasiswa bagi anak anak yang kurang beruntung. Ditahun 2019 ini mulai bulan Februari kami mencari anak anak yang membutuhkan beasiswa yang ada  dibeberapa sekolah yang sudah terdaftar mengikuti kegiatan AAT ini sejak lama bahkan ada yang baru juga. Perjalanan kita diawali di sekolah SMK Kimia industri dan SMP Bellarminus yang ada di Semarang. Ini baru pertama kalinya kita bertemu dengan anak anak  untuk menyalurkan beasiswa. Cerita demi cerita terkumpul, tidak sedikit anak yang beruntung waktu kami wawancarai. Setelah itu 2 minggu kemudian kita beranjak ke SMP Agustinus. Dimana minggu ini banyak relawan yang hadir dengan perbandingan anak yang cukup banyak dan relawan banyak di hari itu terasa ringan. Cerita kali ini agak sedikit lucu karena kebanyakan anak SMP disini bermain game online saat diwawancarai oleh relawan-relawan , tetapi juga ada dimana anak yang berjuang sungguh sungguh. Perjalanan dilanjut ke SMP Theresiana Jambu yang ada di daerah Bedono. Perjalanan 2 jam dari semarang dan perjalanan naik terus karena sepertinya tempatnya di daerah atas , gunung gitu. Belum sampai di tempat hujan deras melanda berangkat dengan basah basahan dan tidak sadar kalau jalan semakin menanjak, sudah begitu macet karena ada perbaikan jalan. Sampai ditempat dengan basah kuyup tapi tetap masih semangat karena anak-anak yang kami wawancarai ternyata sudah menunggu lama. Perjalanan Ke SMA Kanisius Ungaran. Sekolah ini Unik karena kebanyakan anak yang kami wawancari berasal dari luar pulau dan tinggalnya semua ada di panti asuhan. Dari pengalaman ini saya belajar banyak hal yang membuat bersyukur dan semakin giat belajar. Semester ini saya mendapatkan IPK 3,15 ya tidak tinggi tinggi amat tapi setidaknya nilai saya naik dari semester sebelumnya. Last but Not Least. Aku berterima kasih kepada teman teman relawan yang sudah membantuku dari awal hingga sampai sekarang, yang meluangkan waktunya untuk anak anak yang kurang beruntung itu , semoga kebaikan kalian akan terbalaskan disuatu hari kedepannya. Tuhan Memberkati kalian semua.

My AAT My Adventure Read More »

Belajar berbagi Kasih Bersama AAT

Oleh: Brigita Etik Purwaningsih, BPT Sekretariat Madiun. Saya mengenal AAT sudah sejak saya masih SMP di SMPK “Harapan Slahung” saat itu saya kelas 2 SMP. Untuk biaya SPP dibantu oleh AAT. Kemudian saya melanjutkan ke SMK St. Bonaventura Madiun.  Saat itu setelah selesai ujian saya langsung bekerja di Madiun, ada rencana untuk kuliah tetapi saya lebih memilih bekerja karena biaya yang minim untuk masuk dan mendaftar diperguruan tinggi. Tetapi Tuhan memberi jalan berbeda, saya bertemu dengan 2 AAPT di sekre Madiun yang menawarkan kepada saya untuk menjadi BPT di sekre Madiun, dengan senang hati saya menerima tawaran tersebut. Pada tahun 2019 ini saya melakukan wawancara bersama kakak-kakak AAPT yang sudah lulus, walaupun banyak dari mereka sudah lulus tetap ingin membantu melakukan wawancara calon anak asuh. Mereka tetap semangat ketika saya meminta bantuan untuk wawancara diberbagai tempat. Untuk tahun ini saya tidak bisa menjangkau kabupaten Blora Jawa Tengah karena keterbatasan tenaga. Di kabupaten blora Jawa Tengah terdapat 2 komunitas, dari dua komunitas itu yang diajukan untuk mendapatkan beasiswa AAT sekitar 60 siswa, karena keterbatasan tenaga itu, kami melakukan wawancara secara online melalui google duo, saya dibantu oleh 3 orang yaitu Mbak Dwi, dan Mbak Elbas serta Mas Janis. Kami menyelesaikan wawancara itu sekitar 3 hari karena ada kendala jaringan. Hal yang seru ketika wawancara adalah mendengarkan adik-adik calon anak asuh yang bercerita dengan antusias. Hal yang paling berkesan bagi saya saat wawancara di sekolah saya dulu yaitu SMPK “Harapan” Slahung Ponorogo. Di sekolah itu siswa kelas 1 hanya 5 orang tetapi mereka masih semangat untuk melanjutkan pendidikan. Salah satu dari mereka ada yang bernama Rohmat. Rohmat adalah anak tunggal saat ini rohmat tinggal bersama ibunya menumpang di rumah pamannnya. Sejak Rohmat kecil, ia tidak pernah bertemu dengan sosok ayah karena memang sejak kecil sudah ditinggalkan. Bahkan keluarga maupun tetangga merahasiakan keberadaan ayahnya. Rohmat dan Ibunya tidak memiliki rumah sendiri.  Ibunya setiap 5 hari sekali datang kerumah tetangganya untuk menawarkan jasa mencuci baju dengan upah yang tak seberapa, karena memang tidak ada pekerjaan lain. Bahkan untuk keperluan sehari-hari tidak cukup. Rohmad tidak memiliki handphone selayaknya teman sebayanya, dan dia tidak pernah mengeluh tentang hal itu. Ketika pulang sekolah iya juga menyempatkan diri untuk membantu pamannya berjualan, sebagai balas budi karena sudah diberi tempat tinggal.  Ia juga jarang sekali mendapatkan uang saku dari ibunya. Saat itu ia sangat berharap mendapatkan bantuan SPP dari AAT. Dan saat ini harapannnya diwujudkan oleh AAT, Rohmat menjadi salah satu anak asuh beasiswa AAT 2019/2020. Semoga dengan adanya Yayasan Anak-Anak Terang ini,  dapat memberikan cahaya terang bagi mereka yang memiliki semangat melanjutkan pendidikan untuk mengapai cita-cita mereka. dan semoga dengan adanya AAT ini dapat memberikan lebih banyak harapan pada mereka yang hilangan harapan sekolah karena biaya.  Saya juga mengucapkan terima kasih pada seluruh pengurus AAT yang ada di seluruh Indonesia yang dengan kasih mau membantu. Berkah Dalem.

Belajar berbagi Kasih Bersama AAT Read More »