Di balik Senyuman: Potret Kehidupan Anak Asuh dan Pejuang Mimpi

Writer: Renza & Welly

Anak-anak ?harusnya terlihat ceria ketika berangkat ke sekolah sambil membawa bekal uang jajan dan pelukan hangat orang tuanya. Namun, di balik tiap senyuman yang berusaha mereka munculkan, ada kisah peperangan, kehilangan dan harapan. Di sudut yang lain, anak-anak ini adalah “sekadar” anak-anak asuh di bawah naungan komunitas Sekretariat Malang. Namun, bagi mereka, anak-anak ini adalah pejuang kecil yang ?sedang ?berusaha menjemput harapan dan mimpi. Melalui tulisan ini, kami ingin berbagi kisah-kisah mereka kisah yang mengajari kami untuk selalu bersyukur atas nikmat kesehatan dan berani membuktikan cinta dalam berbagai cara yang sederhana.

Sekretariat Malang menaungi 13 komunitas anak-anak SD dan SMP dari berbagai daerah di Malang, Madura, Jember, Lumajang, dan Banyuwangi. Selama kegiatan yang berlangsung sejak awal tahun ini, kami berkesempatan mengenal beberapa dari mereka secara lebih dekat. Beberapa tinggal bersama keluarga, sebagian hidup di panti asuhan, dan lainnya tumbuh dalam situasi keluarga yang tidak utuh. Meski begitu, semangat dan senyuman mereka tetap membara mereka hadir dalam setiap kegiatan dengan antusias, seolah menyimpan semesta harapan dalam hati mereka yang muda.

Kami bertemu Maulana Ilham Kholilulloh seorang anak SMP kelas 8 dari SMPK Santo Yusup Bangkalan. Ilham hanya tinggal bersama ayahnya yang bekerja sebagai penjaga sekolah, setelah ibunya menghilang tanpa kabar. Sebagai anak tunggal, Ilham hidup sederhana di mes sekolah. Dia berangkat sekolah tanpa uang jajan, tapi selalu muncul dengan senyuman tulus dan semangat untuk belajar yang luar biasa.

Di SMPK Santo Lukas Lumajang, beberapa anak asuh tinggal di panti asuhan seperti Regina Pacis dan Taman Karya. Sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga petani dan pekebun dengan penghasilan yang tidak menentu. Banyak di antara mereka yang memiliki saudara lebih dari satu, saling membantu di tengah keterbatasan. Salah satu yang menonjol adalah Faustina, siswa kelas 7 yang berhasil jadi juara 1 di kelas di semester 1 dan 2. Di tengah semua kekurangan, dia bisa tetap menunjukkan prestasi yang gemilang.

Ada juga cerita dari anak-anak yang tinggal di luar panti. Jeskia Jihan, yang berasal dari keluarga broken home, kini tinggal bersama neneknya. Awalnya, dia pendiam, tapi pelan-pelan mulai terbuka saat diajak diskusi dengan orang disekitarnya. Septia Sinta, yang punya latar belakang serupa, juga diasuh oleh neneknya. Meskipun mereka tidak punya keluarga utuh, semangat mereka untuk ikut dalam kegiatan dan menjalin hubungan sosial tetap ada.

Di sisi lain, Gregorius harus menghadapi kenyataan pahit, yaitu ayahnya yang menderita pembengkakan jantung. Tapi Gregorius tidak ingin ketinggalan dalam kegiatan belajarnya. Dia datang dengan semangat, seolah mengajarkan kita semua bahwa semangat itu tidak tergantung pada keadaan.

Dari pertemuan-pertemuan singkat ini, kami mendapat banyak pelajaran. Anak-anak ini mengingatkan kami bahwa harapan itu tumbuh bukan dari hal mewah, tapi dari keberanian untuk terus melangkah. Mereka tidak minta dikasihani, yang mereka butuh hanya pengertian dan ruang untuk maju. Setiap tawa dan cerita mereka jadi semangat buat kami dan harapannya juga buat kita semua agar terus peduli dan hadir.

“Di balik senyuman” bukan sekadar kalimat puitis, tapi itu yang kami lihat langsung. Senyuman anak-anak ini mungkin menyimpan duka, tapi juga menunjukkan harapan yang kuat. Mereka itu pejuang mimpi yang memang layak dapat dukungan, perhatian, dan kepercayaan.

Kalau kamu juga punya cerita yang sama atau pernah berjumpa anak-anak dengan semangat seperti ini, kami sangat ingin mendengarnya. Ayo kita berbagi, karena kadang satu cerita bisa mengubah cara pandang seseorang dan mungkin, bisa mengubah hidup seseorang di luar sana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *