Minggu, 17 November 2013 adalah hari yang berkesan dan bersejarah buat saya khususnya. Tadi pagi, tepatnya jam 10.00, kami tim Pendamping Komunitas Anak-Anak Terang (PK AAT) mengadakan survei sekolah dan wawancara calon anak asuh AAT di SMP Kanisius Raden Patah Semarang yang terletak di Jln. Raden Patah No. 163, Semarang. Ketika sampai di sana, kami disambut hangat oleh guru-guru SMP Kanisius Raden Patah Semarang.
Setelah presentasi tentang AAT di depan calon anak asuh selesai, kami membuat permainan kecil yaitu mengadakan kuis yang seru lalu dilanjutkan menyanyikan Lagu AAT bersama-sama. Setelah itu, kami pun mulai mewawancarai calon Anak Asuh (AA) satu per satu. Dari mereka yang saya temui, saya menemukan banyak karakter dan sifat, tapi di sisi lain ini adalah hal yang sangat menyenangkan bagi saya karena dapat mengenal latar belakang mereka.
Dari sekian banyak latar belakang dan latar kehidupan mereka yang saya ketahui, ada salah satu anak yang memiliki cerita kehidupan yang menyentuh hati dan nurani saya yang amat mendalam. Anak ini merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Kondisi keluarga yang tidak harmonis dan memprihatinkan tengah dirasakan seorang gadis kecil yang duduk di kelas 3 SMP Raden Patah ini. Ibunya meninggal kira-kira 2 tahun lalu dan di saat itu juga ayahnya pun pergi entah kemana, tanpa pamit, dan tanpa kabar. Betapa mirisnya hati saya ketika saya mendengar cerita gadis kecil yang lugu itu. Seorang ayah yang seharusnya berkewajiban menafkahi, menjaga, dan mengayomi anak-anaknya malah pergi tanpa ada kabar sampai sekarang. Anak itu saat ini tinggal bersama neneknya. Dia dan adiknya dinafkahi oleh neneknya yang berjualan kecil-kecilan di depan rumahnya. Seorang nenek yang harusnya sudah tidak bekerja lagi tapi tetap berusaha mencari nafkah demi kedua cucunya yang masih bersekolah. Dan mirisnya lagi anak ini di sekolah belum mendapat beasiswa apapun yang membantu meringankan biaya SPP-nya. Semakin tersentuh sekali hati saya mendengarnya. Setelah mendengar cerita anak ini saya berfikir bahwa dia layak mendapat beasiswa dari AAT.
Cerita selanjutnya dari gadis yang duduk di bangku kelas 3 SMP juga, dia anak ke 2 dari 4 bersaudara. Orangtuanya telah bercerai dan yang menafkahi keluarganya adalah ibunya dengan berjualan di dekat kantor POS dan menyetor-nyetorkan nasi ke sekolah adiknya. Tanggungan ibunya adalah 3 anak yang masih bersekolah dan 1 anak yang hanya lulusan SMP. Saat ini anak itu bekerja baru sebulan. Ia melakukannya karena orangtuanya bercerai dan ayahnya tidak menafkahinya lagi. Ibunya pun harus banting tulang untuk menafkahi anak-anaknya dengan segala cara. Mendengar cerita ini saya tersentuh kembali dan sangat miris hati saya. Anak ini layak juga mendapat beasiswa AAT.
Cerita terakhir yang menyentuh yaitu cerita seorang anak yang harus hidup tanpa kasih sayang kedua orang tuanya. Jika anak lain, masih ditemani kedua orang tuanya saat belajar, dia tidak dapat merasakannya lagi. Kedua orang tuanya telah meninggal. Sang ayah meninggal sejak dia kecil, sedangkan ibunya, meninggal ketika dia baru duduk di bangku SMP. Yang mengurusnya sekarang adalah kakaknya. Meski memiliki 2 kakak, itu tidak menjamin dia mendapatkan kasih sayang sepenuhnya. Karena kakaknya sendiri telah berkeluarga. Di samping itu, kakaknya tidak bisa membuatkan makanan untuknya karena berangkat kerjanya pagi-pagi dan pulangnya malam hari. Terlebih lagi uang saku setiap harinya hanya Rp 5.000, itu sudah termasuk uang untuk naik angkot pulang dan uang makan selama sehari. Mungkin kalau saya di posisinya, saya hanya bersedih, tidak dapat lagi tersenyum, seakan-akan dunia telah menelan semua kegembiraan yang saya miliki. Namun anak ini berbeda, dia tetap bersemangat untuk tetap bersekolah dan tetap tersenyum, seperti tidak ada beban di pikirannya. Semangat hidupnya tetap membara meski telah dipadamkan berulang kali. Namun semua pasti ada batasnya, kita tidak tahu, sampai sejauh mana kekuatannya. Semoga ada yang tergerak hati untuk membantunya. Tidak hanya membantu dalam finansial, namun juga kasih sayang.
Saya tidak dapat membayangkan bila saya berada di posisi anak ini. Jadi bersyukurlah kita yang sudah diberi kenikmatan hidup oleh Tuhan. Janganlah kalian menyia-nyiakannya. Tetaplah bersyukur bagi semuanya.
Fransisca Jenesia Staff Admin AAT Semarang [qrcode content=”https://aat.or.id/wawancara-dan-survei-smp-kanisius-raden-patah” size=”175″]