Oleh: Emy Prihatin
Tanggal 4 Maret 2017 adalah hari yang kutunggu-tunggu. Hari dimana aku sah menjadi seorang sarjana. Bahagia dan juga sedih bercampur menjadi satu. Bahagia karena bisa lulus, dimana setelah 4 tahun menuntut ilmu, status mahasiswaku sudah selesai yang berarti aku harus memasuki dunia baru, suasana baru, teman-teman baru, dan lingkungan baru. Sedih karena harus berpisah dengan teman-teman Yayasan Anak-Anak Terang (AAT). Semakin jarang untuk berkumpul bersama mereka, bercanda bersama mereka, dan juga jarang berkunjung ke sekolah-sekolah untuk bertemu dengan calon adik adik asuh. Tapi aku bersyukur karena aku bisa menyelesaikan studi tepat waktu.
Perjuangan selama 4 tahun yang tidak sia-sia. Aku tidak menyangka bahwa aku bisa menjadi sarjana. Jika dulu aku tidak mengenal AAT dan tidak bergabung di dalamnya mungkin aku belum bisa seperti sekarang. Selama 3 tahun biaya kuliahku dibantu AAT sampi akhirnya aku bisa lulus pada bulan Juni 2016. Selama 3 tahun itu pula aku berkecimpung dan mendapatkan pengalaman berharga di AAT yang tidak aku dapatkan di tempat lain.
Aku benar-benar sangat bersyukur diberikan kesempatan menjadi anak asuh dan menjadi anggota divisi Public Relation di AAT. Awalnya aku nggak tau apa sih AAT itu, siapa sih pengurus AAT itu. Setelah aku bergabung, aku menjadi kenal dengan banyak orang. Mempunyai teman dari berbagai kota. Begitu banyak hal yang aku dapatkan selama ini.
Aku sangat bersyukur aku masih bisa merasakan bagaimana rasanya menimba ilmu di perguruan tinggi. Diluar sana bahkan banyak anak-anak yang masih kesulitan membayar uang sekolahnya dan harus bekerja keras demi melanjutkan pendidikannya. Berbagai pengalaman di AAT membuatku mengerti bahwa masih banyak anak anak yang rawan putus sekolah karena kondisi ekonomi keluarga mereka yang kurang mampu. Mungkin uang Rp.2000 tidak ada artinya bagi sebagian orang. Bagi mereka uang Rp.2000 bisa dikumpulkan untuk membayar biaya SPP setiap bulannya. Aku juga belajar banyak hal bahwa perbedaan latar belakang agama bukanlah halangan untuk saling membantu, saling gotong royong dan saling peduli satu sama lain. Di Anak-Anak Terang kita saling menghargai satu sama lain.
Setelah aku terjun langsung ke sekolah-sekolah untuk bertemu calon anak asuh AAT, ternyata masih banyak anak anak yang kurang mampu untuk membayar SPP sekolahnya. Berbagai cerita dari mereka yang sering membuat kita iba. Jarak jauh yang aku tempuh bersama teman-teman untuk bertemu dengan calon anak asuh tidak ada artinya daripada perjuangan mereka. Ada dari mereka yang harus jalan kaki dengan jarak yang jauh demi menuntut ilmu, ada yang bekerja setelah pulang sekolah demi mendapatkan uang untuk membantu orang tuanya membayar biaya sekolahnya, ada yang rumahnya masih dengan penerangan ublik tapi tetap semangat untuk belajar dan berbagai macam cerita lainnya.
Aku merasa bahwa aku masih beruntung karena dulu aku tidak harus berjalan jauh untuk menuntut ilmu. Aku masih bisa bermain bersama teman-teman setelah pulang sekolah. Belajar dibawah penerangan yang memadai. Dulu aku suka mengeluh karena tidak diberi uang jajan, tapi ternyata masih banyak anak anak yang kesulitan untuk membayar uang sekolahnya dan harus merelakan waktu bermainnya untuk bekerja demi tetap bisa sekolah. Uang jajan setiap hari pun belum tentu ada. Dari sana aku bisa belajar banyak hal. Selama aku bergabung di AAT, aku berusaha untuk membantu sesuai kemampuanku, yaitu mengenalkan AAT kepada banyak orang sehingga banyak adik adik yang terbantu biaya sekolahnya.
Waktu kuliah aku juga berharap suatu saat bisa membantu adik adik yang membutuhkan seperti para donatur AAT. Dulu aku mempunyai mimpi untuk kuliah S2 di Jerman. Namun, seiring berjalannya waktu aku merasa pengetahuan dan ilmu yang aku miliki belum mampu untuk menuntut ilmu di luar negeri. Akhirnya aku memutuskan untuk langsung bekerja setelah lulus. Aku ingin menjadi wanita karir. Sukses di usia muda supaya suatu saat bisa pergi ke luar negeri meskipun bukan menuntut imu disana.
Bulan Juli setelah aku mendapatkan ijasah, aku pun punya rasa takut apakah aku bisa mendapatkan pekerjaan, karena sekarang mendapatkan pekerjaan itu susah. Berbagai pertanyaan dalam benak aku mau kerja apa? Aku mau kerja dimana? Bagaimana jika aku tidak mendapatkan pekerjaan? Setelah aku pertimbangkan, akhirnya aku ingin bekerja di KKP atau KAP.
Mulai bulan Agustus aku mulai mencari kerja. Melamar kerja kesana kemari. Aku juga mencoba ikut Job fair, melamar online dan melamar di puluhan KAP. Panggilan pertama aku gagal, begitu juga dengan panggilan yang kedua dan ketiga. Akhirnya aku mendapat panggilan ke empat di pertengahan Oktober, yaitu di salah satu KAP di Surabaya. Aku sempat pesimis kalau aku tidak diterima lagi. Tetapi alkhamdulillah aku diterima dan mulai bekerja sampai sekarang.
Berkat Yayasan Anak-Anak Terang aku bisa berkembang dan bisa berjalan sejauh ini. Terimakasih untuk pak Hadi Santono selaku ketua Yayasan AAT Indonesia yang telah memberikan kesempatan untuk bisa bergabung di AAT sehingga aku menjadi seperti yang sekarang. Terimakasih juga untuk donatur yang telah membiayai kuliahku selama ini sehingga aku bisa lulus tepat 4 tahun. Dan semoga suatu saat bisa bertemu secara langsung. Terimakasih juga untuk pengurus-pengurus AAT yang lain yang selalu memberikan support kepadaku sehingga aku bisa mencapai sejauh ini. Untuk AAT, semoga kedepannya semakin banyak anak anak yang bisa dibantu dan AAT semakin berkembang ke kota-kota lain. Akhirnya, semoga Yayasan AAT Indonesia bisa terus hidup dan semakin banyak orang yang peduli, sehingga semakin banyak anak-anak kurang mampu yang dibantu biaya pendidikannya sehingga mereka tetap bisa sekolah.
*Emy Prihatin, adalah mantan Penerima Beasiswa Yayasan Anak-Anak Terang Indonesia
mangtapssss emy
Terimakasih pak
Congratulations Emy, akhirnya sdh Sarjana. Smoga lancar kerjanya & tetap bisa mambantu adik2 di AAT.
Congratulations jg buat Hadi yg sdh byk berkarya untuk AAT.
Terima kasih pak Nanang