Relawan

Menemui Asa di Pelosok Magelang: Kisah Anak-Anak Penuh Semangat

Oleh : Ixa, BPT AAT Sekretariat Yogyakarta  Selasa pagi, di daerah Plemburan, aku berkumpul bersama teman-teman relawan sebelum berangkat ke beberapa sekolah di Magelang, tepatnya di daerah Sumber dan Srumbung. Tujuan perjalanan kami adalah melakukan wawancara dengan beberapa anak dari sekolah-sekolah yang akan kami datangi, untuk diseleksi dalam program pemberian beasiswa oleh Yayasan Anak-Anak Terang. Sekolah pertama yang kami kunjungi adalah SD Kanisius Blongkeng. Suasana perjalanan kami sungguh menyenangkan, terlebih ketika kami tiba di sana. Kami disambut hangat oleh para guru dan diterima dengan ceria oleh anak-anak di sekolah itu. Di sekolah tersebut, kami mewawancarai 10 anak. Mereka tampak gembira dan sungguh menyejukkan hati. Salah satu anak yang menurutku sangat menarik adalah Adam. Dengan latar belakang keluarga yang membutuhkan bantuan, Adam menunjukkan semangat belajar yang tinggi dan sikap yang riang dalam mengikuti kegiatan sekolah. Ia begitu girang dan energik, bahkan ketika bertemu dengan kami yang jauh lebih tua. Sosok Adam menjadi poin berharga sekaligus sumber motivasi bagi kami para relawan. Sekolah berikutnya adalah SMP PL Srumbung, yang letaknya tepat di samping SD Kanisius Blongkeng. Sekolah ini hanya dipisahkan oleh sebuah tembok. Saat kami masuk, terlihat hanya sedikit siswa yang menempati bangku sekolah tersebut. Entah mengapa, ada perasaan tenang namun juga mengiris hati melihat kondisi ini. Di sana, aku mewawancarai seorang siswi bernama Nadia Aorora. Ia tidak banyak bercerita—maklum, sebagai anak SMP, egonya mulai tumbuh. Namun dari sedikit yang ia sampaikan, kisahnya begitu jujur dan menyentuh. Ia bahkan sempat terisak ketika menceritakan keadaan keluarganya. Meski demikian, Nadia adalah siswa yang cakap dalam belajar dan mudah bergaul. Hal ini menumbuhkan dorongan dalam diriku untuk membantunya. Tapi tentu saja, dia bukan satu-satunya yang membutuhkan; siswa-siswa lain pun memerlukan dorongan dan dukungan untuk bisa meraih cita-citanya, terutama dalam kondisi yang tidak selalu mendukung. Selanjutnya, kami melanjutkan perjalanan menggunakan kendaraan menuju SD Kanisius Sumber. Anak-anak yang kami wawancarai di sana sebagian besar adalah siswa kelas 1 dan 2 SD. Mereka begitu polos, ceria, dan penuh semangat. Kami juga banyak berbincang dengan para guru yang menyambut kami dengan sangat hangat. Anak-anak itu unik—ketika diwawancarai, mereka tampak malu-malu dan enggan menjawab. Namun jawaban mereka jujur dan apa adanya. Banyak dari mereka menggunakan angkutan sekolah untuk berangkat dan pulang, bahkan ada pula yang berjalan kaki. Hal ini menunjukkan semangat dan dedikasi mereka terhadap pendidikan. Tujuan terakhir kami adalah SMP Sumber, yang terletak tidak jauh dari SD Sumber—bahkan hanya di sebelahnya. Kami tiba saat kegiatan sekolah telah usai, dan hanya menyisakan anak-anak yang akan diwawancarai. Mereka terlihat pendiam, entah karena malu, takut, atau karena teman-temannya sudah pulang. Namun saat aku mulai melontarkan pertanyaan dan pernyataan yang memantik minat mereka, mereka mulai terbuka dan bercerita dengan penuh semangat. Banyak dari mereka menempuh jarak jauh untuk bersekolah, namun tidak menganggap hal itu sebagai beban—suatu hal yang sangat membanggakan. Anak-anak ini juga berbakat dalam kegiatan non-akademik seperti voli dan tari. Sayangnya, perhatian terhadap akademik mereka masih kurang. Di sisi lain, ada pula siswa yang sangat tekun dalam pelajaran, tetapi tetap aktif mengikuti kegiatan di luar sekolah. Perjalanan ini bukan sekadar kunjungan—ia adalah perjumpaan dengan semangat, harapan, dan ketulusan yang tumbuh di tengah keterbatasan. Anak-anak yang kami temui bukan hanya calon penerima beasiswa, tetapi juga cerminan dari masa depan yang pantas untuk diperjuangkan. Melalui tawa polos, cerita jujur, dan semangat belajar mereka, kami diingatkan bahwa pendidikan bukan hanya tentang fasilitas, tapi tentang keyakinan bahwa setiap anak berhak bermimpi dan pantas untuk dibantu mewujudkannya. Kami pulang bukan dengan tangan kosong, tapi dengan hati yang penuh—penuh harapan, dan dorongan untuk terus menjadi bagian dari cerita perubahan ini.

Menemui Asa di Pelosok Magelang: Kisah Anak-Anak Penuh Semangat Read More »

Kita, Cita, dan Cerita : Perjalanan Wawancara dengan Anak-Anak SD Santa Maria, SMK Kristen 1, dan SMK Kristen 2 Magelang

Oleh : Elsa Amelia Lase, Relawan AAT Sekretariat Yogyakarta Benar kata orang, terkadang kita dapat belajar banyak hal saat melihat dunia dari kacamata yang berbeda. Tak kusangka aku mendapat kesempatan itu, menjadi salah satu orang yang diberikan kesempatan untuk mencoba kacamata mereka, siswa-siswi yang berbagi cerita dibalik tawa malu-malu dan jawaban polos yang mereka lontarkan, tersimpan impian besar yang tak kalah kuat dari siapa pun di luar sana. Ini kisahku, satu hari bersama anak-anak calon penerima beasiswa, satu hari yang mengubah cara pandangku tentang hidup. Pada kesempatan pertamaku, aku dan tim mengunjungi SD Santa Maria Magelang, sesampainya disana kami mendapat sambutan yang sangat hangat dari pihak sekolah. Suasana di SD Santa Maria ini pun sangat menenangkan hati sehingga perjalanan jauh yang kami tempuh pun seketika sirna ketika menginjakkan kaki di sekolah ini. Disini, aku bertemu dengan seorang gadis kecil cantik yang masih duduk di bangku SD, lucunya sejak awal dia sudah antusias memilih untuk diwawancarai olehku. Marsha merupakan anak yang sangat aktif serta memiliki bakat dan hobi di bidang non-akademik seperti bernyanyi dan menari. Marsha juga bercerita bahwa nantinya Marsha ingin sekali menjadi seorang penyanyi dan menyalurkan suara indahnya itu suatu hari. Dibalik jawaban polos dan lembut yang dilontarkan Marsha, dia ingin sekali dapat bersekolah setinggi mungkin dan membanggakan orangtuanya. Dari Marsha, aku dapat melihat semangat serta ketulusan dalam belajar dan meraih cita-citanya. Pada kesempatan kedua, aku dan tim mengunjungi SMK Kristen 2 Magelang. Sekolah yang juga telah menjadi tempat bagi AAT membantu Anak-anak yang memiliki cita-cita besar. Pihak Sekolah bercerita bahwa beberapa lulusan yang dibantu oleh AAT kini telah mampu meraih dunia pendidikan serta cita-cita yang cukup membanggakan bahkan ada yang kini dapat bekerja di mancanegara. Pelajar di sekolah ini didominasi oleh pelajar laki-laki dikarenakan berkaitan dengan jurusan teknik dan juga mesin. Wawancara berlangsung dengan sangat lancar, kami dapat berkomunikasi selayaknya bercerita dengan teman seumuran. Di sekolah ini, aku bertemu dengan Pelajar yang dalam kondisi kurang sehat pun masih menyempatkan dirinya untuk bertemu dan berbagi dengan kami. Dia adalah Pandu, Siswa SMK yang masih duduk di kelas 10. Pandu benar-benar memberikan kacamata yang berbeda buatku melalui kisahnya. Pandu kini tidak lagi tinggal seatap lagi dengan kedua orangtuanya, dia hanya tinggal bersama kakak yang bekerja untuk melanjutkan kehidupannya. Pandu merupakan sosok yang gigih dan menyukai dunia otomotif, ketika aku bertanya tentang harapan yang dia miliki, dia menjawab bahwa dia ingin nantinya setelah lulus, dia sangat ingin segera menemukan pekerjaan yang dapat membangun kembali kehidupannya, dan dia juga sangat ingin pendidikannya dapat terus berjalan untuk menjadi bekal bagi masa depannya kelak. Melalui kacamata Pandu, aku belajar bahwa keluhan seharusnya dijadikan sebuah harapan, rintangan akan selalu berada di depan namun hidup terus berjalan, yang harus dilakukan adalah mencari cara untuk terus bertahan. Setelah perjalanan hebat dari sekolah-sekolah sebelumnya, perjalanan terakhir kami pada hari itu adalah SMK Kristen 1 Magelang. Di sekolah ini, pelajar dominannya adalah perempuan. Sekolah ini identik dengan dunia bisnis, perkantoran serta akuntansi. Disini, aku bertemu dengan 2 pelajar yang sangat komunikatif. Aku dan tim tak hanya berkesempatan untuk mengobrol dengan pelajarnya saja, melainkan juga dapat berkomunikasi dengan orangtua mereka yang dihadirkan oleh sekolah dengan sigapnya. Aku bertemu Asyifa, siswi kelas 10 yang berkecimpung di jurusan akuntansi. Setelah mengobrol dengan Asyifa dan ibunya, Asyifa memiliki kekurangan dalam perekonomiannya. Orangtua Asyifa kini bekerja sebagai buruh bangunan dan pekerja serabutan untuk menghidupi keluarganya. Asyifa juga bercerita bahwa kakaknya kini juga sedang sakit dan harus menjalani perawatan. Dibalik kesulitan yang dia alami, Asyifa berharap sekali agar pendidikannya dapat terus berlanjut agar mampu membantu membangun kehidupan yang lebih baik untuk keluarganya. Aku melihat ketulusan serta harapan dari Asyifa yang tak patah semangat, begitu juga dengan orangtuanya yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kehidupan anak-anaknya. Selain kisah Asyifa yang cukup menyentuh hati, aku juga bertemu dengan Hesti. Siswi yang duduk di kelas 10 jurusan Manajemen Perkantoran ini sangat lucu dan aktif. Hesti juga memiliki cerita yang cukup mirip dengan Asyifa. Hesti menjawab dengan ceria namun tersirat harapan besar terkait pendidikannya. Kondisi ekonomi yang kini kurang mendukung juga menjadi hal yang menjadi beban pikiran untuk Hesti dan orangtuanya. Kini orangtua Hesti bekerja serabutan, mencari nafkah untuk Hesti, Kakak dan adiknya. Aku berharap semoga Asyifa, Hesti dan anak-anak lainnya yang memiliki semangat tinggi dalam hidupnya dapat selalu menemukan jalan yang dapat mewujudkan cita-cita dan harapan mereka. Melalui pertemuan singkat namun bermakna dengan Marsha, Pandu, Asyifa, Hesti, dan anak-anak lainnya, aku belajar bahwa semangat untuk bertahan dan bermimpi tak pernah pudar meski hidup tak selalu mudah. Mereka hadir dengan ketulusan, harapan, dan kekuatan yang sering kali luput dari pandangan mata dunia. Di balik tawa dan cerita mereka, tersimpan perjuangan yang tak semua anak seusia mereka harus jalani. Tapi mereka tetap memilih untuk melangkah maju, menggenggam cita-cita meski dengan tangan yang belum sepenuhnya kuat. Aku hanya bisa berharap—semoga semakin banyak tangan yang tergerak, mata yang terbuka, dan hati yang tergerak untuk ikut hadir dalam perjalanan mereka. Karena sesungguhnya, satu kesempatan kecil yang diberikan hari ini, bisa menjadi awal dari perubahan besar untuk masa depan mereka esok.

Kita, Cita, dan Cerita : Perjalanan Wawancara dengan Anak-Anak SD Santa Maria, SMK Kristen 1, dan SMK Kristen 2 Magelang Read More »

Perjalanan Wawancara: Menyusuri SD Kanisius Beji, Bandungan, dan Pulutan

Oleh : Aloysius Felix Santoso, Relawan AAT Sekretariat Yogyakarta Pagi itu, aku berangkat dari Babarsari tepat pukul 07.00. Perjalanan ini terasa begitu spesial karena aku memiliki misi penting: mewawancarai beberapa anak di tiga sekolah dasar Kanisius yang berbeda. Tujuan pertama kami adalah SD Kanisius Beji. Sesampainya di SD Kanisius Beji, kami disambut dengan ramah oleh para guru dan siswa. Suasana sekolah yang hangat membuat rasa lelah perjalanan seolah menguap begitu saja. Aku mulai mewawancarai beberapa siswa, salah satunya Angel, seorang anak kelas 3 yang ceria. Ia bercerita tentang kesukaannya terhadap pelajaran Bahasa Indonesia dan betapa ia mengidolakan Pak Budi, gurunya yang selalu mengajar dengan cara yang seru. Ia juga berbagi cerita tentang sahabatnya, Orni, dan bagaimana ia merasa sedih jika tidak diajak bermain. Aku melihat semangat dan kepolosan anak-anak di sini, yang membuat pengalaman ini semakin berarti. Setelah selesai di SD Kanisius Beji, kami melanjutkan perjalanan ke SD Kanisius Bandungan. Perjalanan ini cukup menguras tenaga, tetapi rasa antusiasme tetap terjaga. Sesampainya di sekolah, aku kembali bertemu anak-anak yang luar biasa. Salah satu anak yang kutemui adalah Dewa. Ia bercerita tentang kebiasaannya berangkat sekolah diantar ibu dengan sepeda, serta bagaimana ia sering terlambat karena perjalanan yang cukup jauh. Meski begitu, ia tetap semangat belajar, terutama untuk mata pelajaran TIK yang diajarkan oleh Bu Cia. Ia juga berbagi impiannya menjadi seorang guru. Aku tersenyum mendengar cerita-cerita mereka, menyadari betapa besar impian anak-anak ini meskipun mereka menghadapi banyak tantangan. Destinasi terakhir kami adalah SD Kanisius Pulutan. Meski sudah mulai merasa lelah, semangatku kembali membara saat bertemu dengan anak-anak di sana. Salah satu anak yang kutemui adalah Tyas, seorang siswi kelas 2 yang bercita-cita menjadi koki. Ia bercerita dengan penuh semangat tentang kegemarannya belajar Matematika dan Informatika, serta bagaimana ia selalu membantu ibunya di rumah dengan menyapu dan mengepel. Selain itu, aku juga berbincang dengan Nindi, yang suka membawa buku ke mana pun ia pergi. Ia mengaku bahwa ia senang belajar dan bercita-cita menjadi koki, mengikuti ketertarikannya dalam dunia memasak. Setelah selesai mewawancarai anak-anak di SD Kanisius Pulutan, aku merasa perjalanan ini bukan sekadar tugas, melainkan sebuah pengalaman yang membuka mata. Setiap anak yang kutemui memiliki kisah dan impian mereka masing-masing. Ada yang ingin menjadi guru, dokter, koki, hingga polisi wanita. Meskipun mereka menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari, semangat dan harapan mereka tetap menyala. Aku pulang dengan hati yang penuh. Perjalanan ini mengajarkanku banyak hal—tentang tekad, perjuangan, dan betapa pentingnya memberi dukungan kepada mereka yang membutuhkan. Anak-anak ini memiliki impian besar, dan aku berharap mereka dapat menggapainya suatu hari nanti.

Perjalanan Wawancara: Menyusuri SD Kanisius Beji, Bandungan, dan Pulutan Read More »

Perjalanan Mengubah Hidup: Wawancara Anak-Anak SMP Bhakti Mulia Wonosobo

Oleh : Leoni Junian/Sekretariat Purwokerto Perjalanan panjang dari Purwokerto menuju SMP Bhakti Mulia Wonosobo, yang memakan waktu sekitar 3-4 jam, tak terasa melelahkan. Pemandangan indah yang tersaji di sepanjang jalan bagaikan lukisan alam yang menenangkan jiwa. Tim BPT purwokerto : Leonie, Ryo dan Pandu, memiliki misi mulia: mewawancarai calon anak asuh di sekolah tersebut. Sesampainya di SMP Bhakti Mulia, kami disambut hangat oleh para guru dan murid.Kebaikan dan semangat mereka menulari kami, membuat hati semakin mantap untuk menjalankan misi ini. Satu per satu, kami mewawancarai calon anak asuh. Hati kami tersentuh mendengar kisah-kisah perjuangan mereka. Salah satu cerita yang paling membekas bagi saya (Leonie) adalah dari seorang anak bernama Elisabeth Linda Aryani atau kerap disapa Elis. Dengan mata berkaca-kaca, dia bercerita tentang ayahnya yang bekerja sebagai petani dan makelar tanah dan hanya mengirim uang jika hanya mendapatkan hasil dari makelar. Ibunya bekerja sebagai pengasuh bayi, dan sepulang sekolah selain dia mempunyai kegiatan belajar, dia membantu sang ibu merapikan rumah atau menjaga bayi. Kisah Elis dan anak-anak lainnya membuka mata kami tentang kerasnya kehidupan yang mereka hadapi. Di balik keceriaan dan semangat mereka, terdapat luka dan perjuangan yang tak terkira. Tekad kami untuk membantu mereka pun semakin kuat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mewawancarai anak-anak, tapi juga tentang membuka hati dan menumbuhkan rasa empati. Kami belajar banyak tentang arti kepedulian dan pentingnya memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Pengalaman ini akan selalu kami ingat sebagai pengingat bahwa masih banyak anak-anak di luar sana yang membutuhkan uluran tangan kita. Marilah kita bersama-sama membantu mereka meraih masa depan yang lebih cerah.

Perjalanan Mengubah Hidup: Wawancara Anak-Anak SMP Bhakti Mulia Wonosobo Read More »

Perjalanan Mengubah Perspektif: Beasiswa, Anak-Anak, dan Realitas Kehidupan

Oleh : Ryo Nanda/Sekretariat Purwokerto Di bawah sinar mentari pagi yang hangat, Saya melangkah bersama beberapa teman dengan penuh semangat menuju SMP YOS SUDARSO JERUKLEGI yang berada disebuah desa di Kabupaten Cilacap yaitu Jeruklegi. Perjalanannya hari ini saya akan mewawancarai anak-anak berprestasi namun kurang mampu untuk mendapatkan beasiswa sekolah. Saya memiliki keyakinan teguh bahwa pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan. Beasiswa dari Anak-Anak Terang Indonesia ini merupakan salah satu cara untuk membuka peluang bagi anak-anak yang berbakat namun terhalang oleh keterbatasan ekonomi. Satu demi satu, Saya bertemu dengan anak-anak luar biasa. Ada satu anak, gadis kecil dengan mimpi besar menjadi dokter, yang setiap hari harus berjalan kaki untuk pergi ke sekolah. Dan Ada anak laki laki yang harus mengayuh sepeda yang bisa dibilang jaraknya lumayan jauh antara rumah dan sekolahnya tapi mereka tetap semangat dan ceria. Namun, di balik keceriaan dan semangat mereka, Saya merasakan ada duka yang mendalam. Saat berbincang dengan salah satu anak, Saya mengetahui bahwa dia ditinggalkan ayahnya pergi tidak tahu kemana dan ibunya yang bekerja untuk menjadi ART di rumah tetangganya. Dan ada anak yang menceritakan kisah pilunya tentang sang ayah yang menjadi buruh serabutan dan jarang di rumah bahkan gajinya masih kurang untuk kehidupan sehari hari. Pertemuan-pertemuan ini bagaikan tamparan keras bagi Saya bahwa masih banyak anak-anak diluar sana yang kehidupannya kurang beruntung dan untuk mendapatkan akses pendidikan sangat susah yang dimana seharusnya akses pendidikan itu paling mudah didapat untuk keberlangsungan hidup mereka dimasa depan. Kesedihan saya bercampur aduk. Saya merasa tidak adil bahwa anak-anak ini harus menanggung beban hidup yang berat di usia yang masih belia. Namun, di sisi lain, Saya juga terinspirasi oleh ketangguhan dan semangat mereka untuk meraih mimpi. Dalam perjalanan ini membuka mata Saya tentang realitas kehidupan yang dihadapi oleh banyak orang di luar sana. Saya menyadari bahwa tidak semua orang bisa menjalani kehidupan dengan baik, dan bahwa masih banyak anak-anak yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tekad Saya untuk membantu anak-anak kurang mampu semakin kuat dan dalam perjalanan ini bukan hanya tentang membantu menyalurkan beasiswa kepada mereka, tetapi juga tentang membuka hati dan pikiran kita semua terhadap dunia yang penuh dengan keragaman dan perjuangan. Saya belajar bahwa kebahagiaan sejati datang dari membantu orang lain dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.

Perjalanan Mengubah Perspektif: Beasiswa, Anak-Anak, dan Realitas Kehidupan Read More »