Relawan

Pengalaman Pertama sebagai Pendamping Komunitas

Perjalanan saya di Anak-Anak Terang (AAT) belum begitu panjang. Awalnya hanya sekedar ikut-ikutan saat diajak oleh kakak saya untuk survey di sebuah SMA di pusat Kota Yogyakarta. Ya.. memang kakak yang memperkenalkan AAT kepada saya. Awalnya saya hanya sering mendengarkan kakak bercerita pengalamannya bersama AAT, tapi sekarang saya tahu lebih lengkap tentang apa itu AAT. Ketika diajak survey, saya hanya melihat dan menemaninya saja. Banyak kisah yang menyentuh hati saya. Calon anak asuh mengalami masalah lebih dari yang saya bayangkan, yang saya rasa terlalu berat untuk dihadapi anak seumuran mereka. Kakak memberi kesempatan kepada saya untuk mewawancarai salah satu calon anak asuh yang akan mendapat beasiswa dari AAT. Dari sekian banyak anak yang sudah saya dengar cerita kehidupannya, kisah hidup anak ini benar-benar membuat saya tersentuh. Ia mempunyai adik yang masih kecil dan tentunya masih sekolah juga. Namun keluarganya hidup dalam keterbatasan ekonomi sehingga masih banyak uang sekolah yang belum ia bayar. Ditambah lagi hubungan orang tuanya yang tidak harmonis membuat masalah semakin menumpuk di dalam pikirannya. Setiap hari untuk mencukupi kebutuhan keluarga, ibunya harus menjadi buruh cuci dengan gaji hanya sekitar tiga ratus ribu per bulan. Tentu saja tidak cukup untuk membeli beras dan membayar uang sekolah, maka dari itu ibunya sering berhutang sana-sini untuk membayar uang sekolahnya, tapi sampai sekarang juga tetap saja masih kurang. Tidak hanya belajar yang harus ia lakukan, tetapi juga bekerja untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Jika ada waktu senggang, ia sering diajak untuk bekerja di bengkel milik salah satu temannya. Memang ia adalah seorang anak perempuan, tetapi ia mengaku keahliannya memang di bidang otomotif. Upah yang hanya sepuluh ribu rupiah setiap kali datang sebenarnya tidak cukup, tapi “buat tambah-tambah beli beras mbak, untuk makan sehari-hari aja kan juga kurang, kadang malah enggak makan mbak karena tidak ada yang harus dimakan kalo saya nggak ikutan kerja.” Mendengar perkataannya itupun membuat saya semakin merasa terenyuh. Baru kali itu saya mendengar cerita dari seseorang yang benar-benar berjuang hidup dalam keterbatasan secara langsung. Biasanya saya hanya menonton di televisi saja tapi saat itu benar-benar nyata. Hal itu yang membuat saya semakin merasa bersyukur kepada Tuhan karena walaupun saya juga hidup serba pas-pasan tetapi setiap hari saya masih bisa makan. Saya bergabung menjadi PK AAT baru sekitar 3 bulan namun saya sudah mendengar banyak pengalaman baru dari orang lain. Pengalaman-pengalaman hidup yang hebat dan membuat saya semakin bersemangat untuk bisa lebih lagi melayani sesama, membawa terang untuk teman-teman yang lainnya.   Mikaella Maria Dicna Advenia Staff Admin AAT Yogyakarta   [qrcode content=”https://aat.or.id/pengalaman-pertama-sebagai-pendamping-komunitas” size=”175″]  

Pengalaman Pertama sebagai Pendamping Komunitas Read More »

Menjadi Berguna Bagi Sesama

Minggu, 22 September 2013 jam 10.30 WIB bertempat di lantai dua Cafe Deoholic adalah momen yang akan diingat dalam perjalanan Anak Anak Terang (AAT) Semarang dalam mencari relawan baru. Kami sebagai Pendamping Komunitas (PK) AAT mengadakan pertemuan dengan para relawan baru yang ingin masuk AAT sebagai PK untuk menggantikan tugas PK terdahulu yang sebentar lagi akan lulus. Kegiatan dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh Handy, kemudian penjelasan tentang Anak Anak Terang oleh Edo. Sesudah itu dilanjutkan dengan perkenalan PK lama yang hadir di acara tersebut yaitu Annisa, Maria, Johanes, Pieter, Indah, Lucas dan Bani. Yudith, salah satu donatur sekaligus relawan AAT yang juga baru 2 minggu bergabung, memberikan sedikit cerita mengapa tertarik masuk menjadi relawan. Dia sewaktu masih kuliah juga dibantu oleh yayasan gereja di Jerman sehingga selama kuliah dia tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Sungguh beruntungnya sehingga setelah sekarang sukses di pekerjaannya, dia membentuk kelompok bersama teman-teman yang lain untuk membantu adik-adik angkatan. Setelah Yudith mengenal Anak Anak Terang yang ternyata misinya sama yaitu memberikan beasiswa pendidikan formal bagi anak-anak Indonesia yang masih dilanda kemiskinan, Yudith memutuskan untuk membantu menjadi donatur sekaligus mencarikan donatur untuk anak asuh dan menjadi relawan AAT. Pada acara tersebut, kami juga diberi motivasi oleh salah satu pengurus harian AAT, yaitu Ibu Elisabeth Lies Endjang atau lebih akrab disapa Mami Can. Mami Can memberi kami nasihat, bahwa kita sebagai generasi muda yang “istimewa” harus berani dan mau membantu generasi-generasi di bawah kita untuk lebih semangat dalam belajar dan membantu mereka jangan sampai ada yang putus sekolah. Generasi muda bangsa Indonesia harus memiliki semangat untuk membantu sesama, semangat menjadi pribadi yang lebih baik demi kemajuan diri sendiri, orang lain, dan negara ini. Jangan sampai generasi berikutnya tidak mendapatkan pendidikannya hanya karena miskin. Manusia diciptakan salah satunya untuk saling tolong-menolong. Apabila ada saudara kita yang mengalami kekurangan, maka kita yang memiliki kelebihan dan kita yang memiliki keistimewaan harus membantu mereka. Tuhan pasti melancarkan segala ketulusan, niat dan kemauan kita untuk membantu mereka. AAT ini merupakan wadah bagi kita untuk memudahkan membantu mereka yang membutuhkan dalam hal biaya pendidikan. Perkenalan Relawan Baru Acara dilanjutkan dengan sesi perkenalan relawan baru. Para relawan memperkenalkan diri dan menceritakan motivasi mereka. Ada yang awalnya dimintai tolong oleh dosen, ada juga yang merupakan anak asuh AAT sewaktu masih sekolah di SMA/SMK. Anak asuh ini sekarang telah lulus dan melanjutkan kuliah, sehingga mereka kembali lagi masuk ke AAT sebagai bentuk timbal balik kontribusi kepada AAT. Salah satu relawan baru bernama Naning, memperkenalkan diri dan menceritakan sedikit riwayat hidupnya sambil meneteskan air mata. Sungguh beruntung yang hadir di tempat tersebut, karena dapat mendengar langsung kisah inspiratif dari Naning. Naning merupakan mahasiswa semester 3 di Akademi Farmasi Theresiana Semarang. Naning, yang awalnya dimintai oleh dosennya untuk mengikuti AAT, memiliki kisah hidup yang membuat kami takjub perihal betapa kuatnya seorang perempuan dalam menghadapi masalah dalam hidupnya. Naning berasal dari Jepara, sejak kecil sudah ditinggal oleh ayah ibunya. Ayahnya sudah meninggal sejak dia masuk SD, ibunya bekerja sebagai tenaga kerja di Malaysia namun tidak pernah pulang, juga tidak pernah mengirim uang untuk kebutuhan Naning.  Oleh karena situasi ini, dia akhirnya diasuh oleh kakak serta neneknya sampai lulus SMP. Sewaktu melanjutkan ke jenjang SMA, dia diminta pamannya untuk tinggal di Kudus dan sekolah disana. Setelah lulus, Naning bekerja sebagai tenaga administrasi di sebuah rumah sakit selama 4 tahun, namun karena semangat belajar yang tinggi akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah sakit tersebut dan dengan tabungannya serta dibantu oleh pamannya mencarikan donatur untuk kuliah di Akademi Farmasi Theresiana Semarang. Kehidupan Naning sungguh tidak mudah. Tidak hadirnya sosok orang tua tidak pernah membuatnya malu ataupun marah dengan keadaan tersebut. Dia tetap berusaha untuk bisa menjalani hidup dengan berpikir positif, dengan semangat hidup yang tinggi terus berfikir untuk lebih maju dan tidak pernah menyerah. Selain Naning ada pula Setyoko. Setyoko tertarik masuk Anak Anak Terang ini karena diperkenalkan oleh Handy. seperti halnya Naning, Setyoko juga menceritakan permasalahan hidupnya. Orang tua berpisah 2 hari setelah Setyoko ulang tahun dan itu juga tepat 2 hari sebelum Setyoko melaksanakan ujian nasional, kisah ini sungguh membuat kami diam merenung. Menghadapi kejadian tersebut ternyata Setyoko masih bisa tetap senyum. Dia masih bisa berkata bahwa dia baik-baik saja. Motivasi Setyoko bergabung di AAT adalah untuk membuat perubahan terhadap dirinya, juga sekitarnya, dan membuat perubahan terhadap dunia. Kata Setyoko “if you wanna make a better world, take a look at yourself and then make a change”.  Kalimat tersebut dikutip Setyoko dari lirik lagu Michael Jackson, dan kalimat itu pula yang menambah motivasi kami untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Di akhir acara, Mas Christ Widya sebagai sekretaris pengurus harian AAT menambahkan bahwa untuk menjadi relawan perlu motivasi yang kuat untuk melayani sesama dengan tulus dan semangat yang tinggi. Semangat untuk mendampingi adik-adik asuh supaya lepas dari belenggu kemiskinan dan kebodohan. Dari pertemuan ini dapat diambil pelajaran bahwa apapun masalah kita di masa lalu, dan seberat apapun itu, jangan pernah hanya bersedih dan menangis. Bangkitlah dengan semangat ingin membuat perubahan pada diri sendiri, kemudian membuat perubahan bagi orang lain. Maka apabila kamu mampu mengatasi masalahmu dengan baik, sungguh dirimu merupakan pribadi yang luar biasa, dan kembangkanlah terus hingga menjadi manusia yang lebih istimewa. Tebarkan senyummu untuk sesama, lakukan kebaikan apapun dengan keikhlasan tanpa perlu ada keinginan untuk mendapatkan imbalan, karena yakinlah Tuhan akan memberikan yang lebih dari apa yang diberikan oleh manusia. Dan disinilah di Anak Anak Terang, kami sebagai manusia memulai untuk menjadi manusia yang lebih istimewa. Manusia yang berguna bagi sesama. Bermimpi menjadi manusia yang dengan tangan kecilnya mampu merubah keadaan anak-anak di negeri ini untuk generasi esok yang lebih baik dan tentunya lebih terang.   Edo Prakosa, Staff Admin AAT Semarang  [box type=”info”]Catatan : AAT Semarang masih membutuhkan relawan untuk menjalankan kegiatan operasional beasiswa bagi 500 anak asuh di sekitar Semarang, dan masih akan bertambah lagi semester depan, sesuai bertambahnya proposal permohonan beasiswa dari beberapa sekolah. Berminat? Hubungi AAT melalui email beasiswa@anakanakterang.web.id[/box] [qrcode content=”https://aat.or.id/menjadi-berguna-bagi-sesama” size=”175″]  

Menjadi Berguna Bagi Sesama Read More »

Kuliah : Impian Yang Menjadi Nyata

SEBUAH KENYATAAN yang mungkin tidak terbayangkan oleh saya sebelumnya. Mimpi? Yaaa.. Itu semua adalah mimpi saya. Mimpi untuk dapat melanjutkan kuliah seperti teman-teman yang lain. Ejekan bahkan hinaan dari orang-orang di sekitar saya sudah sering saya terima. “Koe ki anak e wong ra ndue, mbok uwes kerjo wae ngewangi wong tuwo, mesake kae ibumu le golek duit nggo koe kuliah. Wong kere wae gayane koyo wong sugih (Kamu itu anak orang miskin, lebih baik kamu bekerja saja membantu orangtua, kasihan ibumu harus mencari uang untuk kamu kuliah. Orang miskin saja gayanya seperti orang kaya)”, itu sepenggal kalimat dari seorang tetangga saya. Apakah ejekan dan hinaan itu saya abaikan begitu saja dan tidak saya pikirkan? Oh tentu tidak.. Jelas itu semua selalu saya pikirkan dan selalu terngiang dibenak saya. Tapi itu semua tidak membuat saya pesimis dan menyerah begitu saja. Saya justru berterimakasih kepada orang-orang yang telah mengejek dan menghina saya, semua itu menjadi motivasi bagi saya. Mama saya seorang single parent dan memang kesulitan jika membiayai saya untuk kuliah. Belum lagi masih harus membiayai dua adik saya untuk bersekolah. Untuk makan dan tempat tinggal saja kami masih menggantungkan pada eyang. Tapi kami bersyukur masih bisa survive sampai sekarang. Kamis 15 Juli 2010, hari di mana saya merasa benar-benar menjadi seorang mahasiswi. Bukan karena sudah masuk kuliah, tetapi pada hari itu saya sudah berhasil mengumpulkan uang untuk membayar cicilan pertama uang masuk Universitas Atma Jaya Yogyakarta. “Yey! Aku mahasiswi akuntansi UAJY!” Hahahaa.. Bagaimana pembayaran selanjutnya? Sejujurnya pada saat itu saya belum memikirkannya. Tetapi yang jelas saya ingin kuliah. Saya ingin menjadi orang berhasil. Semester pertama dan kedua masalah akademik lancar, masalah pembayaran SPP? Nol besar. Saya bingung bagaimana harus membayar kuliah. Pada saat itu saya memang bekerja sambilan sebagai operator (OP) warnet. Tapi tujuan saya menjadi OP warnet bukan untuk mencari uang, melainkan saya butuh fasilitasnya untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Saya juga mencoba bekerja menjadi Sales Promotion Girl (SPG), uang yang didapat sebenarnya lumayan, tapi untuk mencukupi kebutuhan saya sehari-hari saja masih kurang karena memang saya sudah tidak meminta uang pada orangtua saya. Akhirnya setiap jatuh tempo pembayaran yang saya bawa ke kantor keuangan bukan uang untuk membayar SPP melainkan surat permohonan dispensasi. Hahahaha.. Malu tentu saja, tapi mau bagaimana lagi. Sampai suatu hari saya dipanggil ke kantor keuangan, dan saya diberitahu bahwa seluruh biaya sumbangan masuk dan SPP saya sudah lunas. WOW! LUNAS! Saya tidak dapat menggambarkan bagaimana perasaan saya saat itu. Saya ingin mengucapkan terimakasih, tetapi kepada siapa, saya sendiri tidak diberitahu siapa yang melunasinya. Bersyukur sudah pasti, dan saya akan lebih giat belajar. Suatu hari di bulan September 2012 saya dipanggil bapak Kepala Kantor Keuangan, Bp Agus Triyogo, dan saya diminta untuk menemui Bp Hadi Santono di Fakultas Teknologi Industri UAJY. Jujur saja saya tidak tahu mengapa dan untuk apa saya harus menghadap Pak Hadi. Ternyata di sana saya diperkenalkan dengan Anak-Anak Terang (AAT). Saat itu Christina Suryani yang menjelaskan kepada saya tentang AAT dan apa yang harus saya lakukan. Yaaa.. Dan mulai saat itu saya bergabung menjadi Pendamping Komunitas atau Staff Admin AAT. Mulanya saya takut tidak dapat membagi waktu untuk kuliah, bekerja sebagai Student Staff, dan AAT. Tapi saya juga berpikir bahwa saya sudah banyak dibantu oleh orang lain dan saya juga harus banyak membantu orang lain. Banyak hal baru yang saya dapatkan ketika saya bergabung dengan AAT. Dulu saya sering sekali mengeluh dan kurang bersyukur, tetapi melalui AAT saya benar-benar disadarkan bahwa di luar sana banyak orang yang hidup lebih susah dari saya. Di AAT ini saya juga belajar “berbicara”. Saya diharuskan untuk bisa berbicara di hadapan orang banyak. Mungkin apabila orang yang kita hadapi seusia atau lebih muda itu akan mudah, tetapi kali ini yang harus dihadapi adalah Bapak dan Ibu kepala sekolah maupun guru dari berbagai sekolah. Awalnya saya selalu berpikir apakah para kepala sekolah dan guru itu mau mendengarkan saya. Perasaan takut diremehkan itu lama-kelamaan menghilang dengan sendirinya. Karena ternyata tanggapan positif yang saya terima dari mereka. Walaupun jujur saja, terkadang pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan bisa membuat saya dan teman-teman pusing untuk menjawab. Hehehe.. Seiring berjalannya waktu, saya mulai tahu siapa orang yang berbaik hati mau membantu biaya kuliah saya. Beliau adalah salah satu donatur atau orangtua asuh di AAT. Walaupun sampai saat ini, sampai detik saya menulis cerita ini, saya tetap belum mengenal Beliau. Secuil kisah manis ini saya persembahkan kepada Beliau sebagai ucapan terimakasih saya. Saya berjanji untuk bisa menjadi orang sukses kedepannya, supaya saya tidak mengecewakan Beliau. Saya juga ingin menjadi seperti Beliau, dapat membantu orang lain yang membutuhkan bantuan. Tak lupa saya mengucapkan banyak terimakasih kepada orangtua asuh yang lain, baik yang saya kenal maupun belum saya kenal. Saat ini hanya tenaga yang dapat saya berikan. Tenaga yang saya salurkan melalui Anak Anak Terang untuk membantu adik-adik dari SD, SMP, maupun SMA untuk dapat terus bersekolah.   Maria Claudia Alma Staff Admin AAT Jogja  [qrcode content=”https://aat.or.id/kuliah-mimpi-menjadi-kenyataan” size=”175″]  

Kuliah : Impian Yang Menjadi Nyata Read More »

Secarik Kisah Pendamping Komunitas

Saya menjadi Pendamping Komunitas (PK) atau Staff Admin AAT mulai tahun 2011. Menjadi staff admin AAT merupakan pengalaman yang berharga bagi saya. Saat itu, saya beserta adik saya Fransiska Mulyani sedang kesulitan biaya studi. Atas kebaikan hati dari para donatur AAT, akhirnya saya dan adik saya dapat meneruskan kuliah. Sebagai konsekuensinya, kami mempunyai kewajiban untuk menjadi staff admin AAT. Semula belum ada yang namanya SIANAS (Sistem Informasi Anak Asuh). Semua proses administrasi AAT masih dikerjakan secara manual. Proses pencarian orang tua asuh dilakukan hanya melalui email. Ratusan email harus dikirimkan ke orangtua asuh dalam satu hari. Namun seiring berjalannya waktu, SIANAS pun berhasil diprogram oleh Mas Bastian. Pada saat itu jumlah anak asuh masih sekitar 1000-an anak. Masih terasa mudah mengerjakannya walaupun hanya dikerjakan berdua dengan adik saya. Berbeda dengan kondisi sekarang jumlah anak asuh yang dibantu pun semakin bertambah sekarang jumlahnya sekitar 2000-an anak. Di Jogja sendiri sekarang staf admin telah bertambah menjadi 24 orang, jumlah yang semakin banyak seiring dengan bertambahnya anak asuh. Pengalaman berharga yang masih saya ingat saat pertama kali saya diajak untuk mengunjungi sekolah-sekolah Marsudi Luhur (SMP Marsudi Luhur, SMA Marsudi Luhur, SMK Marsudi Luhur 1 dan SMK Marsudi Luhur 2). Di sana saya untuk pertama kalinya mewawancarai anak-anak calon anak asuh AAT. Mendengar hasil wawancara dengan anak-anak tersebut ternyata di usia mereka yang masih muda mereka telah merasakan kesulitan yang cukup besar yang seharusnya tidak dialami oleh anak seusia itu. Yang saya tahu, dengan usia mereka yang masih sangat muda, tidak seharusnya mereka memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang untuk sesuap nasi. Namun kebanyakan dari mereka membantu kedua orang tuanya untuk bekerja. Meski setiap hari bekerja tetapi uang yang dapat mereka hasilkan tidaklah banyak. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah membuat mereka bersusah payah, apalagi untuk membayar uang sekolah. Ada banyak anak yang belum bisa membayar uang sekolah. Beberapa orang di antara mereka merupakan korban KDRT, tinggal di panti asuhan, atau harus ikut tinggal bersama relawan yang belum dikenal karena kondisi ekonomi keluarga mereka yang tidak memungkinkan. Hal ini membuat saya merasa kasihan dan juga berfikir bahwa yang mengalami penderitaan yang lebih sulit dari yang pernah saya alami dan pikirkan juga ternyata jauh lebih banyak. Selain itu saya juga pernah mengunjungi sekolah di daerah Wonosari yaitu SD Kanisius Ngawen, sekolahnya berada di puncak bukit dimana anak-anak harus berjalan beberapa kilometer untuk mencapai sekolah tersebut. Mereka sudah terbiasa memakai sandal. Sepatu mereka cepat rusak karena perjalanan yang cukup jauh. Hal seperti itu membuat saya semakin merasa iba, karena di saat mereka sedang bersusah payah kelelahan untuk ke sekolah, namun juga ada banyak anak yang hidup berkecukupan namun mereka sia-siakan kesempatan baik itu. Saat kunjungan kami membawakan makan siang berupa Fried Chicken. Kami merasa terheran-heran ketika anak-anak tersebut mengatakan belum pernah merasakan makanan seperti itu. Jadi pada saat itu mereka baru pertama kali merasakan rasa ayam goreng yang dinamakan Fried Chicken. Mereka sangat senang menerima kedatangan kami, di sana kami mengajak anak anak tersebut bermain dan bernyanyi. Saya pun sangat kagum dengan semangat yang mereka miliki, walaupun dengan kondisi serba terbatas dan harus melalui jalan yang cukup jauh untuk ke sekolah, namun mereka tetap semangat. Semua pengalaman yang saya jalani bersama AAT sangat berarti bagi saya dan tidak akan mungkin untuk saya lupakan. Meskipun saya sekarang sudah lulus sarjana dan sudah bekerja di API (Autoplastik Indonesia, salah satu anak perusahaan Astra Otoparts), namun kenangan bersama AAT tetap menjadi pemacu semangat hidup saja. Saya berharap semoga semangat yang ditanamkan AAT kepada semua anak asuh untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya tidak akan pernah padam. Saya juga berharap AAT mampu membantu lebih banyak lagi anak-anak yang membutuhkan. Saya yakin bantuan sekecil apapun itu, itu akan cukup berguna bagi masa depan mereka semua, masa depan bagi penerus bangsa. Yogyakarta, 13 September 2013   Christina Suryani, ST. *Christina Suryani (CHRISTINA) adalah salah satu anak asuh AAT yang juga ikut melayani sebagai Staff Admin AAT JOGJA sejak tahun 2011. Lulus Sarjana pada bulan Juli 2013 dari Fakultas Teknologi Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan predikat CUM LAUDE.   [qrcode content=”https://aat.or.id/secarik-kisah-pendamping-komunitas” size=”175″]  

Secarik Kisah Pendamping Komunitas Read More »

A Cup of Tea for You

Menjadi seorang Pendamping Komunitas (PK) atau sering disebut sebagai Staff Admin AAT membuat saya memiliki banyak pengalaman dan rasa yang dapat saya bagikan kepada orang lain. Salah satunya lewat perjalanan saya ketika saya berada di Purworejo. Saat itu sekitar akhir bulan Mei 2013 saya sedang menempuh skripsi dan berada pada tahap penelitian dan wawancara. Karena penelitian dan wawancara memerlukan waktu kurang lebih 1 minggu maka saya meminta tolong Bapak Hadi (Pengurus AAT) untuk menghubungi penanggung jawab AAT di SMA Pius Bhakti Utama sekaligus Kepala Asrama SMA Pius Bhakti Utama agar saya diperbolehkan tinggal di Asrama SMA Pius Bhakti Utama. Penanggung jawabnya yaitu Sr. Evarista, ADM bersedia untuk menampung saya. Akhirnya saya pun tinggal disana selama 5 hari 4 malam. Hal yang menarik ketika saya tinggal di sana adalah ketika makan kita harus menunggu teman-teman asrama untuk berkumpul semua kemudian berdoa bersama dan baru boleh makan. Yang lebih menarik lagi setiap makanan diambil dengan adil, bahkan bagi teman belum datang karena di sekolah masih mengerjakan tugas, teman-temannya menyimpankan makanan buat mereka. Setiap makanan yang lebih selalu dibagi kepada semua orang yang ada di meja makan tersebut. Contohnya: ketika ada satu potong tahu goreng yang lebih, ketua meja makan yakni anak asrama sendiri membagi-bagikan kepada teman-temannya bahkan termasuk saya, yang ketika saya hitung yang ada di meja makan ada 8 orang. Saya takjub dan sekaligus heran, takjub karena saya pribadi berpikir bahwa satu potong tahu goreng hanya cukup untuk satu orang, heran karena ketua meja makan dapat membagikannya dengan adil kepada teman-temannya bahkan termasuk saya yang pada saat itu orang baru di meja tersebut. Dari sini saya belajar bahwa terkadang kita lupa tentang nilai berbagi. Kadang kita berpikir bahwa berbagi itu dapat dilaksanakan ketika kita telah memiliki sesuatu yang berlebih dan banyak. Namun lewat pengalaman ini saya berpikir berbagi itu tidak hanya terjadi ketika kamu memiliki sesuatu yang lebih. Dalam kekurangan pun kita dapat berbagi. Satu potong tahu tersebut mustahil dapat dibagi untuk 8 orang ! Sangat kurang ! Namun hal itulah yang terjadi. Semua anak-anak yang di meja makan itu menerimanya. SMA Pius Bhakti Utama merupakan sekolah yang sebagian besar anak-anaknya tergolong tidak mampu dari segi finansial. Namun sekolah tersebut menurut saya telah mampu mendidik anak-anaknya untuk berbagi dari kekurangan mereka. Terbukti dengan saya diperbolehkan untuk tinggal dan hidup bersama mereka. Walaupun hanya sebentar tetapi sekolah tersebut memberikan pelajaran bagi saya pribadi. Hal yang menarik lagi yang dapat saya bagikan adalah ketika saya melakukan wawancara dengan seorang anak kelas X dari SMA Pius Bhakti Utama. Saat itu saya sedang melakukan penelitian sekaligus dengan kunjungan sekolah-sekolah Purworejo, ada seorang anak di mana saya belajar dari pengalamannya. Ia mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan pada saat SD. Saat itu kenaikan kelas, ia naik kelas dari kelas 4 ke kelas 5 SD. Namun karena banyaknya tunggakan yang belum terbayar, ia tidak dapat menerima raport. Kata gurunya kamu harus membayar tunggakanmu dulu baru mendapat raport. Bagi anak tersebut tidak apa-apa jika ia tidak terima raport, yang penting ia naik kelas. Oleh karena itu anak tersebut menjalani liburan sekolah dengan baik, sambil orang tuanya berusaha untuk mencarikan biaya untuk membayar tunggakannya. Setelah masa liburan sekolah selesai, anak tersebut masuk sekolah. Ketika ia masuk di kelas 5 … ia mendapati bahwa tidak ada bangku tersisa ! Ya … tidak ada bangku yang tersisa bagi dirinya ! Ia lalu bertanya pada guru kelas 5, “Ibu, saya duduk di mana ?” Ibu guru tersebut menjawab, “Untuk sementara kamu duduk di kelas 4 saja dulu ya … sampai orangtuamu melunasi tunggakanmu”. Betapa malu yang dirasakan anak tersebut karena ia harus merasakan duduk di kelas 4, seperti anak yang tinggal kelas, hanya karena tidak mampu membayar SPP ! Saya menyadari ketika saya mewawancarai anak tersebut bahwa pendidikan membutuhkan uang ! Kita belum bisa betul-betul merasakan kemerdekaan seperti yang diamanatkan UUD 1945 tentang setiap orang berhak untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan. Para sahabat terkasih … kita bisa berusaha secara bersama-sama untuk dapat mewujudkan apa yang diamanatkan UUD 1945 Pasal 28 C ayat 1 dengan bergabung bersama Anak Anak Terang. Satu demi satu anak dibantu agar ia boleh terus mengenyam pendidikan yang dibutuhkannya. Terkait dengan pengalaman saya yang pertama bahwa untuk berbagi, kita tidak harus kaya dulu dan pengalaman yang kedua bahwa banyaknya anak-anak di sekitar kita yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena alasan finansial, saya pribadi mengajak untuk bergabung bersama AAT, agar kita bisa berbagi .   Yogyakarta, 12 September 2013 Megawati Kurnia Lolodatu, SH. *Megawati Kurnia Lolodatu (MEGA) adalah salah satu anak asuh AAT yang juga ikut melayani sebagai Staff Admin AAT JOGJA sejak tahun 2011. Lulus Sarjana pada bulan Juli 2013 dari Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan predikat sangat memuaskan.   [qrcode content=”https://aat.or.id/a-cup-of-tea-for-you” size=”175″]  

A Cup of Tea for You Read More »