Relawan

“Pengalaman Baru di AAT”

Oleh: Nur Anisa Fitriana Rosadi, Tim SIANAS Pusat di Sekretariat Purwokerto. Nama saya Anisa Mahasiswa Semester 7 STIKOM Yos Sudarso Purwokerto, saya megenal AAT dari saat maba dan bergabung dengan AAT sebagai relawan mulai dari semester 2. Awalnya saya tidak tahu apa itu AAT dan apa saja kegiatannya, saat awal bergabung saya diberi pengetahuan menganai apa itu Relawan, PK, PJ, dan fungsi tugasnya. Lalu saya masuk menjadi PK, disitu saya dapat lebih dalam mengenal AAT dan tugas saya sebagai PK. Lalu saat semester 3 saya diberitahu oleh kakak tingkat bahwa ada pemilihan Sianas Pusat, saya dan teman saya mengikuti seleksi tersebut dan Alhamdulillah saya terpilih sebagai Sianas Pusat. Saat menjadi Sianas Pusat lebih banyak lagi pengetahuan yang saya dapat serta tugas-tugas tiap bagian yang ada di AAT. Saat sebelum saya menjadi Sianas sampai sekarang banyak kegiatan yang saya ikuti di AAT, saya pernah mengikuti survei wawancara komunitas yang ada di Sekretariat Purwokerto, melalui kegiatan tersebut saya jadi mengerti akan berbagai masalah yang dihadapi oleh adik-adik calon anak asuh. Mendengarkan apa yang mereka ceritakan, memberikan motifasi terhadap mereka dan ikut merasakan apa yang mereka rasakan, banyak hal yang dapat saya ambil dan pelajari dari cerita mereka. Suatu saat nanti saya ingin dapat membantu banyak anak-anak seperti mereka, memberikan sedikit bantuan dan meringankan beban pikiran mereka setidaknya. Saya juga pernah mengikuti rapat keaggotaan AAT Sekretariat Purwokerto disitu kami membahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan keanggotaan AAT Sekretariat Purwokerto, ataupun mengenai komunitas-komunitas Purwokerto, ada juga rapat setelah wawancara komunitas disitu kita membahas mengenai calon anak asuh merundingkan calon anak asuh. Saya juga pernah mengikuti kegiatan Gathering Nasional AAT di Semarang pada tanggal 28 – 29 Juli 2018. Disitu saya mendapatkan pengalama dan wawasan baru, belajar bagaimana caranya mewawancarai anak dengan keberagaman usia dan karakternya. Belajar bagaimana menjadi pribadi yang tanguh bertanggung jawab dan baik. Mendapatkan teman baru dari berbagai daerah di Indonesia. Saat setelah menjadi Sianas Pusat ada juga kegiatan AAT yang saya ikuti diantaranya rapat kerja AAT di Madiun, dari situ saya menjadi lebih paham akan tugas-tugas Sianas Pusat. Banyak tugas yang dijalankan Sianas, awalnya saya tidak terlalu paham dengan tugas dan tata caranya, namun beberapakali Tim Sianas Pusat mengadakan pertemuan untuk melatih anggota mengenai tugas Sianas dan cara menyelesaikan tugasnya. Tidak mudah menjadi Sianas namun disitu saya dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi, saya sangat bersyukur dapat masuk dan bergabung di AAT apalagi Sianas Pusat.

“Pengalaman Baru di AAT” Read More »

“Belajar menjadi pribadi Tangguh dan Bertanggungjawab”

Oleh: Emelda rianti, Tim SIANAS Pusat di Sekretariat Semarang. Saya berasal kalimantan Barat sekarang saya sebagai mahasiswa semester 5  di Politeknik Khatolik Mangunwijaya Semarang. Saya mengenal sianas  dari  Rm Heri dan Rm heri memperkenalakan saya ke Om Adhi selaku ketua sianas. Saya bergabung disianas saat kuliah dari semester 2. Di sianas pusat  ini saya mendapat kan teman baru  dari berbagai daerah di Indonesia. Awal nya saya tidak tau apa itu sinas ,dan tugas sianas itu seperti apa. Pada tgl 17-18 bulan Februari  2018 saya mengikuti kegitan AAT diantaranya rapat kerja AAT di Madiun, di situ saya tau  apa itu sianas yaitu sistem informasi anak asuh. Dan tugas sianas itu seperti apa ternyata tugas sianas begitu banyak. Banyak tugas yang dijalankan sianas ,awalnya saya tidak terlalu paham tugas dan tata caranya ,namu beberapa kali Tim Sianas mengadakan pertemuan untuk melatih anggota mengenai tugas sianas dan cara menyelesaikan tugasnya. Di Sianas ini saya belajar bagaimana menjadi pribadi yang tangguh dan bertanggung jawab akan tugas yang diberikan kepada saya di Sekretariat Semarang. Tidak mudah menjadi tim sianas namun saya bersyukur bisa bergabung dengan AAT di bagian sianas pusat .

“Belajar menjadi pribadi Tangguh dan Bertanggungjawab” Read More »

Super AAT…

Oleh: Ignatius Yudha Setiawan Tahun 2016 menjadi awal perjumpaan saya dengan Yayasan AAT dan awal saya menginjakkan kaki di salah satu kota terdingin di Indonesia, yaitu Malang. Awal dimana saya tidak mengenal siapapun di kota ini. Namun, perlahan tapi pasti, saya mengenal banyak orang yang mendukung dan harus bekerja keras untuk hidup yang lebih baik. Di tahun itu, saya masih belum mengenal apa itu Yayasan Anak-Anak Terang (AAT), bergerak dalam bidang apa, perkumpulan apa, ada dimana saja itu pun aku tidak tahu. Yang saya tahu ialah saya membantu anak asuh Romo Hudi yang banyak dan tersebar di banyak Kabupaten. Tahun dimana saya belum bisa banyak membantu AAT. 2017, saya sudah banyak mengenal beberapa pengurus sekertariat AAT di kota ini. Sudah tahu tujuan dan latar belakang AAT. Saya mengenal Mbak Emi, dimana beliau memberi pengetahuan tentang AAT, survei lokasi AAT, kepengurusan AAT, membuka website AAT, dan membantu sekolah-sekolah untuk meringankan beban orang tua wali agar anak  mereka tetap bisa bersekolah. Survei ke sekolah menjadi hal yang sangat penting agar kita tahu bagaimana kondisi yang sebenarnya yang dialami oleh sekolah. Kondisi ekonomi, jarak, dan keluarga sangat berpengaruh untuk tetap mendukung minat anak untuk bersekolah. Bertemu anak asuh dan guru di sekolah menjadi pengalaman unik tersendiri. Banyak cerita yang ingin mereka ungkapkan. Banyak pula macam karakter siswa yang membuat kita ingin mengenal lebih dari kepribadian mereka. Mereka sangat senang dikunjungi, diberi les dari kami, mereka mempunyai semangat belajar yang sangat tinggi. Sejauh ini sekolah yang saya pernah survei merupakan sekolah yang dinaungi oleh Yayasan Keuskupan Malang. Tidak semua sekolah Katolik bisa diterima oleh masyarakat sekitar. Namun banyak juga yang mempercayakan anak mereka untuk menimba ilmu di sekolahan Katolik. Ada sekolah yang memiliki bentuk fisik yang baik, namun banyak juga yang memprihatinkan. Namun, disitulah ada kemauan, semangat untuk ikut membantu mewujudkan cita-cita mereka. Jarak memang jauh, namun bukan kendala untuk melihat kondisi secara langsung yang dialami sekolah. Ada cerita yang sangat menarik dalam membantu sekolah-sekolah katolik saat survei lapangan. Pada saat itu, sekretariat Malang ada jadwal survei di Pulau Madura. Bukan jarak yang dekat untuk ditempuh. Perjalanan darat kami tempuh kurang lebih 8 jam untuk sampai di Kabupaten Sumenep di ujung pulau Madura. Cuaca yang sangat berbeda dengan Kota Malang. Kami sampai di sana kira-kira pukul 5.00 WIB pagi, namun saya tidak merasakan dingin sedikitpun di pagi itu. Setelah mandi pun masih tetap sama, wkwkwkwk. Tapi lumayan bisa buat cerita nanti hahahaha. Pagi hari sambil menunggu anak-anak ke sekolah, saya melihat lokasi sekolah yang menurut saya memiliki bangunan yang bagus, lokasi yang strategis, sarana wifi, lokasi sekolah yag luas, namun sangat sedikit muridnya. Miris sekali. Dengan begitu banyak fasilitas, namun tidak serta merta membuat daya tarik orang tua siswa untuk menyekolahkan anak mereka disitu, dengan berbagai macam alasaan. Semoga dengan hadirnya bantuan dari AAT, bisa semakin membuat daya tarik masyarakat agat bisa menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Setelah bertemu dengan siswa dan guru, kami ke Kabupaten Bangkalan dengan jarak sekitar 5 jam untuk melanjutkan tugas dan kembali ke Malang. Itu merupakan sedikit cerita saat meninjau lokasi sekolah di sekertariat kami. Tahun 2018 merupakan tahun dimana kami lebih dipererat lagi di AAT. Acara Gathering AAT di Semarang semakin membuat saya lebih terbuka akan banyak anak-anak yang kurang mampu dan ingin bersekolah. Banyak pengalaman dan motivasi yang saya dapat baik dari pengurus pusat maupun dari pengalaman sekertariat lain. Saling bertukar informasi, menyelesaikan masalah, mempelajari kembali website AAT agar satu pemahaman saya dapatkan bisa menurunkan ke pengurus selanjutnya. Di tahun ini juga, saya menjadi bagian dari kepengurusan AAT, di bidang keuangan, khusus-nya di team konfirmasi donatur. Banyak hal yang saya dapatkan. Ketelitian dan ketepatan waktu di tuntut agar para donatur bisa melihat kinerja team yang baik, bisa dipercaya dan yang terpenting ialah bisa mengirimkan bukti donasi agar mereka tahu bahwa donasi yang mereka berikan dikelola secara baik. Semoga amanah yang dipercayakan kepada saya, bisa saya gunakan dengan baik dan dapat memberi yang terbaik pula untuk kemajuan AAT ini. Tahun ini juga kami di sekertariat Malang melakukan pemilihan ketua yang baru serta kepengurusan yang baru juga, dimana kami diberi tanggung jawab masing-masing akan sekolah dibawah kesekertariatan kami. Semoga dengan kehadiran AAT membawa semangat baru bagi mereka dan instasi. Ini merupakan salah satu kegiatan dari sekertariat kami. Mengunjungi siswa dan sekolah secara langsung, agar tahu apa keluhan siswa dan kendala yang dialami oleh sekolah. Wawancara langsung dengan siswa, dengan guru agar bisa tepat sasaran dalam memberi bantuan. Gambar disamping menunjukkan wujud nyata kami untuk terjun langsung memberi les pelajaran, bimbingan belajar kepada adik-adik kita dari Flores. Mereka ditempatkan di Asrama SMP Katolik Santa Maria Genteng, Banyuwangi. Materi pelajaran yang didapat mereka di sekolah dahulu dan yang mereka dapat sekarang sangat berbeda jauh. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam membantu proses belajar mereka. Semangat mereka untuk belajar sangat kuat, namun diperlukan kesabaran yang ekstra untuk membimbing mereka. Mungkin dengan proses pembelajaran yang unik bisa membantu mereka lebih cepet menangkap materi yang kita sampaikan. Baca, tulis, hitung banyak dari mereka yang belum tahu. Sehingga kami harus memulainya dari nol agar mereka mampu dan bisa mengikuti kurikulum yang diajarkan di sini. Semoga masih banyak orang di luar sana yang tergerak hatinya untuk ikut andil dalam membantu mewujudkan keinginan mereka bersekolah. Tahun 2019 ini, menjadi tahun ke-2 saya di kepengurusan AAT Pusat. Survei ke sekolah masih kami lakukan, tapi hanya beberapa saja, dan kunjungan ke sekolah yang sudah menerima bantuan kami lakukan juga. Jarak yang lumayan jauh tidak saya jadikan sebagai hambatan untuk tidak mengunjungi sekolah, melainkan saya anggap sebagai liburan/refreshing di tengah padatnya jadwal kuliah dan yang lainnya. Tidak serta merta melulu ke sekolah, namun kami juga menyempatkan waktu untuk liburan bersama, kumpul bareng, kuliner, agar tidak cepat bosan akan rutinitas yang cukup padat. Akhir cerita, semoga dengan hadirnya Yayasan Anak-Anak Terang ini, semakin membuka jalan bagi mereka yang memilki semangat belajar tinggi, namun memiliki keterbatasan ekonomi sehingga mereka bisa mewujudkan cita-cita mereka. Semoga, semakin banyak orang yang tergerak hatinya untuk andil dalam membantu mereka yang kekurangan. Saya juga mengucapkan terima kasih untuk semua donatur yang dengan kerelaan hatinya membantu

Super AAT… Read More »

Ayah Bunda… Aku Ingin Sekolah

Oleh: Severius Rischo Setyo, Romualdus Sumbogo dan Patricia Dyah Pitaloka. Menjadi garam dan terang dunia di tengah-tengah anak-anak kecil adalah berkat yang diberikan oleh Tuhan untuk membantu mereka agar dapat bersekolah. Perjalanan yang luar biasa ini dimulai pada pertengahan tahun 2018 lalu. Saat itu, kami diajak untuk “memberi berkat” ke anak-anak yang membutuhkan. Dan, kami mengiyakan permintaan itu. Perjalanan dan hari yang panjang untuk kami pada saat itu. Karena kami harus pergi ke beberapa sekolah yang ada di Jogja, Kulon Progo hingga Wonosari dalam 3 hari. Perjalanan awal kami yang sangat luar biasa selama setahun belakangan ini untuk mengurus anak-anak kecil yang ingin bersekolah. Perasaan terharu menghampiri kami, ketika anak-anak menceritakan apa cita-cita ketika mereka besar nanti. Kami hanya bisa mengatakan dalam hati “semoga cita-cita kalian semua terkabul ya dek”. Pada saat wawancara anak-anak kecil ini kami akan mendapatkan cerita yang berbeda dari mereka. Dari anak yang sangat tertutup sampai anak yang sangat aktif, dari anak yang sangat ceria hingga anak-anak yang menyimpan cerita menyedihkan. Ada perasaan sedih dan juga ingin membantu mereka semua di dalam benak kami. Tapi apalah daya kami yang tidak bisa membantu mereka secara langsung. Kami hanya dapat membantu mereka melalui perpanjangan tangan orang lain. Ketika cita-cita mereka dihadapkan dengan kenyataan yang tidak mereka inginkan, kami tidak tahu apa yang ada di benak mereka, apa yang mereka pikirkan, dan apa yang mereka rasakan. Banyak dari anak-anak ini yang harus merasakan hidup terpisah dengan orang tua mereka, ada yang terlahir dari keluarga broken home, ada yang tidak tahu salah satu orang tua mereka ada dimana, dan juga ada anak yang dititipkan begitu saja di panti asuhan. Sedih? Ya! Itu hal pertama yang kami rasakan sebagai relawan. Bagaimana mereka bisa hidup tanpa tahu orang tua mereka ada dimana? Mereka merasakan hidup ini tidak cukup adil untuk mereka, karena mereka harus merasakan hidup terpisah dengan orang tua mereka. Ada salah satu anak asuh yang kami temui, anak Papua. Dimas,  namanya. Ayahnya berasal dari Manokwari dan ibunya berasal dari Bantul. Dimas sudah hidup terpisah dengan ayahnya semenjak dia masih bayi. Dan, Dimas beserta ibu dan juga adiknya harus hidup luntang-lantung di jalanan, mereka hidup dari belas kasihan orang-orang, tetapi mereka tidak mengemis loh ya. Dulunya, Dimas dan juga ibunya harus tinggal di depan toko-toko, tetapi saat ini Dimas dan juga ibunya bisa sedikit bernafas lega karena saat ini mereka tinggal di sepetak kos-kosan yang disewakan kepada mereka dengan harga yang murah. Setiap harinya saat Dimas berangkat ke sekolah akan ada ibu-ibu penjual jajanan pasar memberikan Dimas sebungkus bakmi goreng untuk Dimas makan sesampainya dia di sekolah. Menurut wali kelas Dimas, Dimas merupakan anak yang bandel dan sering menjahili teman-temannya yang ada di kelas. Bukan tanpa alasan Dimas seperti itu. Dimas hanya ingin bermain bersama dengan teman-temannya. Itu cara dia untuk mengajak teman-temannya bermain bersama dengan dia. Kenapa seperti itu? Karena sebagian besar teman-temannya tidak ingin bermain dengan Dimas karena dia “berbeda”. Apa karena “berbeda” lalu harus dipandang sebelah mata? Menurut wali kelas Dimas, setiap harinya sepulang sekolah Dimas akan dijemput oleh ibunya menggunakan sepeda dan mencari sampah plastik yang kemudian akan di kilokan, dan hasil dari kiloan sampah plastik tersebut mereka gunakan untuk makan. Sekali memungut sampah dan di kilokan, Dimas dan ibunya hanya mendapatkan Rp10.000. Ya, sepuluh ribu rupiah yang digunakan untuk membeli makan 3 orang. Banyak guru di sekolah Dimas yang setiap Sabtu sore dan Minggu pagi selalu melihat Dimas berada di gereja dan selalu duduk di bangku paling depan. Ketika di sekolah gurunya bertanya pada Dimas apa cita-citanya saat dia besar nanti? Dan, jawaban Dimas adalah dia ingin menjadi Romo (Pastor). Alasannya, karena Dimas ingin memberkati orang banyak. Itulah cerita tentang salah satu anak asuh di Yogyakarta yang sangat diingat oleh relawan. Sebenarnya masih banyak sekali cerita-cerita tentang anak asuh dengan perjuangan mereka untuk bisa sekolah yang ada di Yogyakarta. Kami para relawan sangat bersyukur karena kami bisa bersekolah dengan enak tanpa melalui proses seperti anak-anak ini. Kami hanya berharap suatu saat nanti mereka (anak asuh) bisa menjadi orang yang berguna bagi keluarganya dan juga cita-cita mereka bisa tercapai sesuai dengan keinginan mereka.

Ayah Bunda… Aku Ingin Sekolah Read More »

Pengalaman Survei Paling Berkesan

Pengalaman Survei Paling Berkesan Oleh: Tata Adika Salam Sejahtera! Satu detik yang lalu adalah masa lalu dan tidak akan pernah bisa kembali. Waktu adalah anugrah Tuhan yang begitu luar biasa. Tapi tidak banyak orang yang bisa menghargai itu. Mungkin saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang belum bisa menghargai waktu. Pekenalkan nama saya Tata Adika. Teman-teman biasa memanggil saya Tata, saya lahir di Malang pada tanggal 20 November 1997. Saya merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saat ini saya adalah mahasiswa tingkat akhir yang disibukkan dengan skripsi di Universitas Katolik Widya Karya Malang. Saya mengambil jurusan Akuntansi. Rasanya bila ditanya mengenai cita-cita, saya sedikit bingung. Bahkan sejak SD, SMP, dan SMA ketika ditanya cita-citamu apa? Saya selalu jawab berbeda. Seiring bertambahnya usia dan mulai pahamnya saya tentang cita-cita, maka saya mencoba memiliki cita-cita yang realistis saja. Bila dikaitkan dengan jurusan kuliahku saat ini, cita-citaku bekerja dibagian keuangan suatu perusahaan swasta/negeri. Selain sebagai pekerja/karyawan saya ingin membuka toko grosiran. Yahh… harapan hanya sebuah harapan. Saya sebagai manusia hanya berusaha, Tuhan yang menentukan. Jika memang Tuhan berkehendak lain, maka mungkin itu yang terbaik. Yang perlu saya lakukan sekang adalah berjuang sekuat tenaga untuk mewujudkan harapan saya. Saya senang sekali menambah pengalaman, pengetahuan baru dan bergaul dengan lingkungan yang baru. Tahun 2016, Saya adalah salah satu anak asuhnya Rm Hudiono yang dikuliahkan. Awalnya saya mengira hanya tanggungjawab personal dengan romo, ternyata anak asuhnya romo ini cukup banyak dan selalu ada acara kumpul bersama sembari ngobrol dan saling berkenalan. Dari beberapa yang berbincangan, saya mendengar mengenai Yayasan AAT dengan banyak versi. Tetapi saya baru memahami apa itu Yayasan AAT dua tahun kemudian tepatnya tahun 2018. Saya yang tidak mengetahui apa itu Yayasan AAT, disuruh menggantikan mas Andrew untuk mengikuti RAKERNAS di Biara Jayagiri Malang. Dari situlah saya mengerti apa itu Yayasan AAT dan mengenal Ketua Sekretariat yaitu Mbak Emy dan pengurus lama seperti Mas Putra dan Om Adi dsb.   Pengalaman saya selama mengikuti kegiatan survei yang paling berkesan dan sampai detik ini yang paling kuingat selalu adalah survei 14 sekolah, yayasan Karmel, dan 1 panti. Sebagai orang baru pada waktu itu, dan belum mengetahui cara kerjanya, saya bertanya-tanya bagaimana langsung disuruh terjun ke lapangan dan praktik sosialisasi? Bagaimana cara upload dan seterunysa? Dalam waktu 4 hari 3 malam keliling dari Malang, Pasuruan, Lumajang sampai Banyuwangi. Saat itu bersama Om Adi yang menjabat sebagai Tim SIANAS kalu tidak salah, beliau datang jauh-jauh dari Semarang mengajak kami untuk survei. Bertemu dengan orang baru dan tinggal bersama anak-anak panti, bagi saya itu hal yang sangat luar biasa. Dan, pada saat itu saya pernah survei ke Bangkalan Madura dimana berangkat malam naik travel sampai disana pagi sekitar pukul 02.00 WIB tinggal di mess bersama Mas Putra. Puncaknya adalah Gathering AAT 2018, saya sangat bersyukur bisa bergabung dan bertemu dengan orang-orang hebat yang memberikan banyak motivasi yang berharga untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna bagi sesama. Harapanku untuk Yayasan AAT ke depan bisa menunjukkan eksistensinya terus dan berkembang pesat pelayananya kepada anak-anak untuk bisa menggapai cita-citanya. Terimakasih banyak untuk Yayasasan AAT atas bantuan finansial berupa living coast setiap bulan yang sangat membantu sekali untuk memenuhi kebutuhan saya. Dan, terimakasih para donatur yang setia terus dalam mendukung anak-anak untuk bisa melanjutkan sekolahnya. *Tata Adika adalah Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Katolik Widya Karya Malang dan Penerima Beasiswa Yayasan Anak-Anak Terang. Saat ini Adika sedang dalam proses menyelesaikan skripsinya.

Pengalaman Survei Paling Berkesan Read More »