Kita, Cita, dan Cerita : Perjalanan Wawancara dengan Anak-Anak SD Santa Maria, SMK Kristen 1, dan SMK Kristen 2 Magelang

Oleh : Elsa Amelia Lase, Relawan AAT Sekretariat Yogyakarta

Benar kata orang, terkadang kita dapat belajar banyak hal saat melihat dunia dari kacamata yang berbeda. Tak kusangka aku mendapat kesempatan itu, menjadi salah satu orang yang diberikan kesempatan untuk mencoba kacamata mereka, siswa-siswi yang berbagi cerita dibalik tawa malu-malu dan jawaban polos yang mereka lontarkan, tersimpan impian besar yang tak kalah kuat dari siapa pun di luar sana. Ini kisahku, satu hari bersama anak-anak calon penerima beasiswa, satu hari yang mengubah cara pandangku tentang hidup.

Pada kesempatan pertamaku, aku dan tim mengunjungi SD Santa Maria Magelang, sesampainya disana kami mendapat sambutan yang sangat hangat dari pihak sekolah. Suasana di SD Santa Maria ini pun sangat menenangkan hati sehingga perjalanan jauh yang kami tempuh pun seketika sirna ketika menginjakkan kaki di sekolah ini. Disini, aku bertemu dengan seorang gadis kecil cantik yang masih duduk di bangku SD, lucunya sejak awal dia sudah antusias memilih untuk diwawancarai olehku. Marsha merupakan anak yang sangat aktif serta memiliki bakat dan hobi di bidang non-akademik seperti bernyanyi dan menari. Marsha juga bercerita bahwa nantinya Marsha ingin sekali menjadi seorang penyanyi dan menyalurkan suara indahnya itu suatu hari. Dibalik jawaban polos dan lembut yang dilontarkan Marsha, dia ingin sekali dapat bersekolah setinggi mungkin dan membanggakan orangtuanya. Dari Marsha, aku dapat melihat semangat serta ketulusan dalam belajar dan meraih cita-citanya.

Pada kesempatan kedua, aku dan tim mengunjungi SMK Kristen 2 Magelang. Sekolah yang juga telah menjadi tempat bagi AAT membantu Anak-anak yang memiliki cita-cita besar. Pihak Sekolah bercerita bahwa beberapa lulusan yang dibantu oleh AAT kini telah mampu meraih dunia pendidikan serta cita-cita yang cukup membanggakan bahkan ada yang kini dapat bekerja di mancanegara. Pelajar di sekolah ini didominasi oleh pelajar laki-laki dikarenakan berkaitan dengan jurusan teknik dan juga mesin. Wawancara berlangsung dengan sangat lancar, kami dapat berkomunikasi selayaknya bercerita dengan teman seumuran. Di sekolah ini, aku bertemu dengan Pelajar yang dalam kondisi kurang sehat pun masih menyempatkan dirinya untuk bertemu dan berbagi dengan kami. Dia adalah Pandu, Siswa SMK yang masih duduk di kelas 10. Pandu benar-benar memberikan kacamata yang berbeda buatku melalui kisahnya. Pandu kini tidak lagi tinggal seatap lagi dengan kedua orangtuanya, dia hanya tinggal bersama kakak yang bekerja untuk melanjutkan kehidupannya. Pandu merupakan sosok yang gigih dan menyukai dunia otomotif, ketika aku bertanya tentang harapan yang dia miliki, dia menjawab bahwa dia ingin nantinya setelah lulus, dia sangat ingin segera menemukan pekerjaan yang dapat membangun kembali kehidupannya, dan dia juga sangat ingin pendidikannya dapat terus berjalan untuk menjadi bekal bagi masa depannya kelak. Melalui kacamata Pandu, aku belajar bahwa keluhan seharusnya dijadikan sebuah harapan, rintangan akan selalu berada di depan namun hidup terus berjalan, yang harus dilakukan adalah mencari cara untuk terus bertahan.

Setelah perjalanan hebat dari sekolah-sekolah sebelumnya, perjalanan terakhir kami pada hari itu adalah SMK Kristen 1 Magelang. Di sekolah ini, pelajar dominannya adalah perempuan. Sekolah ini identik dengan dunia bisnis, perkantoran serta akuntansi. Disini, aku bertemu dengan 2 pelajar yang sangat komunikatif. Aku dan tim tak hanya berkesempatan untuk mengobrol dengan pelajarnya saja, melainkan juga dapat berkomunikasi dengan orangtua mereka yang dihadirkan oleh sekolah dengan sigapnya. Aku bertemu Asyifa, siswi kelas 10 yang berkecimpung di jurusan akuntansi. Setelah mengobrol dengan Asyifa dan ibunya, Asyifa memiliki kekurangan dalam perekonomiannya. Orangtua Asyifa kini bekerja sebagai buruh bangunan dan pekerja serabutan untuk menghidupi keluarganya. Asyifa juga bercerita bahwa kakaknya kini juga sedang sakit dan harus menjalani perawatan. Dibalik kesulitan yang dia alami, Asyifa berharap sekali agar pendidikannya dapat terus berlanjut agar mampu membantu membangun kehidupan yang lebih baik untuk keluarganya. Aku melihat ketulusan serta harapan dari Asyifa yang tak patah semangat, begitu juga dengan orangtuanya yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kehidupan anak-anaknya. Selain kisah Asyifa yang cukup menyentuh hati, aku juga bertemu dengan Hesti. Siswi yang duduk di kelas 10 jurusan Manajemen Perkantoran ini sangat lucu dan aktif. Hesti juga memiliki cerita yang cukup mirip dengan Asyifa. Hesti menjawab dengan ceria namun tersirat harapan besar terkait pendidikannya. Kondisi ekonomi yang kini kurang mendukung juga menjadi hal yang menjadi beban pikiran untuk Hesti dan orangtuanya. Kini orangtua Hesti bekerja serabutan, mencari nafkah untuk Hesti, Kakak dan adiknya. Aku berharap semoga Asyifa, Hesti dan anak-anak lainnya yang memiliki semangat tinggi dalam hidupnya dapat selalu menemukan jalan yang dapat mewujudkan cita-cita dan harapan mereka.

Melalui pertemuan singkat namun bermakna dengan Marsha, Pandu, Asyifa, Hesti, dan anak-anak lainnya, aku belajar bahwa semangat untuk bertahan dan bermimpi tak pernah pudar meski hidup tak selalu mudah. Mereka hadir dengan ketulusan, harapan, dan kekuatan yang sering kali luput dari pandangan mata dunia. Di balik tawa dan cerita mereka, tersimpan perjuangan yang tak semua anak seusia mereka harus jalani. Tapi mereka tetap memilih untuk melangkah maju, menggenggam cita-cita meski dengan tangan yang belum sepenuhnya kuat. Aku hanya bisa berharap—semoga semakin banyak tangan yang tergerak, mata yang terbuka, dan hati yang tergerak untuk ikut hadir dalam perjalanan mereka. Karena sesungguhnya, satu kesempatan kecil yang diberikan hari ini, bisa menjadi awal dari perubahan besar untuk masa depan mereka esok.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *