Kuliah : Impian Yang Menjadi Nyata

ClaudiaSEBUAH KENYATAAN yang mungkin tidak terbayangkan oleh saya sebelumnya. Mimpi? Yaaa.. Itu semua adalah mimpi saya. Mimpi untuk dapat melanjutkan kuliah seperti teman-teman yang lain. Ejekan bahkan hinaan dari orang-orang di sekitar saya sudah sering saya terima. “Koe ki anak e wong ra ndue, mbok uwes kerjo wae ngewangi wong tuwo, mesake kae ibumu le golek duit nggo koe kuliah. Wong kere wae gayane koyo wong sugih (Kamu itu anak orang miskin, lebih baik kamu bekerja saja membantu orangtua, kasihan ibumu harus mencari uang untuk kamu kuliah. Orang miskin saja gayanya seperti orang kaya)”, itu sepenggal kalimat dari seorang tetangga saya. Apakah ejekan dan hinaan itu saya abaikan begitu saja dan tidak saya pikirkan? Oh tentu tidak.. Jelas itu semua selalu saya pikirkan dan selalu terngiang dibenak saya. Tapi itu semua tidak membuat saya pesimis dan menyerah begitu saja. Saya justru berterimakasih kepada orang-orang yang telah mengejek dan menghina saya, semua itu menjadi motivasi bagi saya. Mama saya seorang single parent dan memang kesulitan jika membiayai saya untuk kuliah. Belum lagi masih harus membiayai dua adik saya untuk bersekolah. Untuk makan dan tempat tinggal saja kami masih menggantungkan pada eyang. Tapi kami bersyukur masih bisa survive sampai sekarang.

Kamis 15 Juli 2010, hari di mana saya merasa benar-benar menjadi seorang mahasiswi. Bukan karena sudah masuk kuliah, tetapi pada hari itu saya sudah berhasil mengumpulkan uang untuk membayar cicilan pertama uang masuk Universitas Atma Jaya Yogyakarta. “Yey! Aku mahasiswi akuntansi UAJY!” Hahahaa.. Bagaimana pembayaran selanjutnya? Sejujurnya pada saat itu saya belum memikirkannya. Tetapi yang jelas saya ingin kuliah. Saya ingin menjadi orang berhasil.

Semester pertama dan kedua masalah akademik lancar, masalah pembayaran SPP? Nol besar. Saya bingung bagaimana harus membayar kuliah. Pada saat itu saya memang bekerja sambilan sebagai operator (OP) warnet. Tapi tujuan saya menjadi OP warnet bukan untuk mencari uang, melainkan saya butuh fasilitasnya untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Saya juga mencoba bekerja menjadi Sales Promotion Girl (SPG), uang yang didapat sebenarnya lumayan, tapi untuk mencukupi kebutuhan saya sehari-hari saja masih kurang karena memang saya sudah tidak meminta uang pada orangtua saya. Akhirnya setiap jatuh tempo pembayaran yang saya bawa ke kantor keuangan bukan uang untuk membayar SPP melainkan surat permohonan dispensasi. Hahahaha.. Malu tentu saja, tapi mau bagaimana lagi. Sampai suatu hari saya dipanggil ke kantor keuangan, dan saya diberitahu bahwa seluruh biaya sumbangan masuk dan SPP saya sudah lunas. WOW! LUNAS! Saya tidak dapat menggambarkan bagaimana perasaan saya saat itu. Saya ingin mengucapkan terimakasih, tetapi kepada siapa, saya sendiri tidak diberitahu siapa yang melunasinya. Bersyukur sudah pasti, dan saya akan lebih giat belajar.

Suatu hari di bulan September 2012 saya dipanggil bapak Kepala Kantor Keuangan, Bp Agus Triyogo, dan saya diminta untuk menemui Bp Hadi Santono di Fakultas Teknologi Industri UAJY. Jujur saja saya tidak tahu mengapa dan untuk apa saya harus menghadap Pak Hadi. Ternyata di sana saya diperkenalkan dengan Anak-Anak Terang (AAT). Saat itu Christina Suryani yang menjelaskan kepada saya tentang AAT dan apa yang harus saya lakukan. Yaaa.. Dan mulai saat itu saya bergabung menjadi Pendamping Komunitas atau Staff Admin AAT. Mulanya saya takut tidak dapat membagi waktu untuk kuliah, bekerja sebagai Student Staff, dan AAT. Tapi saya juga berpikir bahwa saya sudah banyak dibantu oleh orang lain dan saya juga harus banyak membantu orang lain.

Banyak hal baru yang saya dapatkan ketika saya bergabung dengan AAT. Dulu saya sering sekali mengeluh dan kurang bersyukur, tetapi melalui AAT saya benar-benar disadarkan bahwa di luar sana banyak orang yang hidup lebih susah dari saya. Di AAT ini saya juga belajar “berbicara”. Saya diharuskan untuk bisa berbicara di hadapan orang banyak. Mungkin apabila orang yang kita hadapi seusia atau lebih muda itu akan mudah, tetapi kali ini yang harus dihadapi adalah Bapak dan Ibu kepala sekolah maupun guru dari berbagai sekolah. Awalnya saya selalu berpikir apakah para kepala sekolah dan guru itu mau mendengarkan saya. Perasaan takut diremehkan itu lama-kelamaan menghilang dengan sendirinya. Karena ternyata tanggapan positif yang saya terima dari mereka. Walaupun jujur saja, terkadang pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan bisa membuat saya dan teman-teman pusing untuk menjawab. Hehehe..

Seiring berjalannya waktu, saya mulai tahu siapa orang yang berbaik hati mau membantu biaya kuliah saya. Beliau adalah salah satu donatur atau orangtua asuh di AAT. Walaupun sampai saat ini, sampai detik saya menulis cerita ini, saya tetap belum mengenal Beliau. Secuil kisah manis ini saya persembahkan kepada Beliau sebagai ucapan terimakasih saya. Saya berjanji untuk bisa menjadi orang sukses kedepannya, supaya saya tidak mengecewakan Beliau. Saya juga ingin menjadi seperti Beliau, dapat membantu orang lain yang membutuhkan bantuan. Tak lupa saya mengucapkan banyak terimakasih kepada orangtua asuh yang lain, baik yang saya kenal maupun belum saya kenal. Saat ini hanya tenaga yang dapat saya berikan. Tenaga yang saya salurkan melalui Anak Anak Terang untuk membantu adik-adik dari SD, SMP, maupun SMA untuk dapat terus bersekolah.

 

Maria Claudia Alma
Staff Admin AAT Jogja

 [qrcode content=”https://aat.or.id/kuliah-mimpi-menjadi-kenyataan” size=”175″]

 

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)