Oleh : Korneles Materay
Saya harus mengakui bila bergabung bersama dan menjadi salah satu anak asuh (penerima beasiswa) Yayasan Anak-Anak Terang (AAT) adalah sebuah keberuntungan. AAT bagaikan sebuah jawaban atas kerisauanku untuk mencari dan mendapatkan kemudian berbuat sesuatu terhadap orang lain. Awal perjumpaan saya dengan Yayasan AAT adalah sebuah hasil percakapan singkat dengan seorang teman baru yang bernama Willy. Dalam sebuah Ret-Ret Rohani Mahasiswa/i antara Unika Soegijapranata Semarang dengan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, ia memperkenalkan AAT secara singkat kepada kamibertempat di Wisma Salam, Muntilan-Jawa Tengahawal tahun 2015 lalu. Mulai saat itu hingga kini, saya memutuskan untuk berada dalam lingkaran pencegah putus pendidikan di Indonesia ini.
Saya selalu berharap dapat menjadi impacter bagi orang lain. Saya ingin menjadi pemancar harapan, transformer ilmu pengetahuan, dan saluran berkat bagi banyak orang terutama mereka yang tersentuh tangan kasih Yayasan AAT Indonesia. Jalur lebih konkrit dan sederhana adalah keinginan untuk bergabung dengan sebuah gerakan sosial bagi kemanusiaan. Memang di luar sana saya tetap dapat berkarya dengan melakukan kegiatan serupa lainnya. Akan tetapi, saya terus berpikir bahwa kehendak yang baik ini haruslah terus di pupuk sehingga terpelihara dengan baik, caranya adalah mendapati wadah yang tepat untuk persemaiannya.
Pikiran tersebut sudah lama terbezit sejak semester 3 (tiga) di bangku kuliah. Akan tetapi, terkadang kendala teknis perkuliahan, kegiatan dalam dan luar kampus masih menghambat langkah tersebut.Sejak berkenalan singkat dengan AAT melalui teman baru di atas, terketuk hatiku untuk mengetahui lebih komprehensif lagi tentang AAT. Lalu, apakah mungkin dapat menjadikan AAT sebagai wadah yang tepat dalam mewujudkan mimpi diri di atas ? Akhirnya, saya memutuskan untuk menembus kekhawatiran dan batas diriku yang mengganjal langkah selama ini.
Awal bulan Mei 2015, saya bergabung menjadi relawan AAT. Rasa ketertarikan yang mendalam kemudian membawaku untuk menghadiri dan berpartisipasi ke dalam berbagai kegiatannya secara perlahan-lahan. Kehadiran saya disambut baik oleh pengurus dan relawan AAT kala itu. Gambaran awal saya tentang Yayasan AAT adalah kontributor beasiswa berskala nasional yang secara khusus memberikan perhatian yang besar kepada dunia pendidikan, terlebih bagi orang-orang yang punya keinginan untuk melanjutkan pendidikan tetapi terkendala masalah finansial (keuangan). AAT membantu mulai dari pendidikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Karakteristik yang kuat dari AAT adalah menyatukan kekuatan antara para pendamping komunitas dan para penanggungjawab sekolah untuk menstimulus mekanisme pembiayaan kepada anak asuh dari donatur sebagai penyokong dananya sekaligus melakukan pendampingan. Hal tersebut menandakan ada sisi saling mempercayai, kerjasama dan saling memberikan pertanggungjawaban sesuai perannya. Menemukan AAT merupakan pencapaian mimpi pribadiku (self dream)karenaterbuka lebar ruang untuk berekspresi dan berkarya sesuai niatan awalku.
Soal Keberuntungan
Pada edisi awal bersama AAT sebagai seorang relawan, sebagaimana lazimnya, saya membantu menyukseskan kegiatan-kegiatan seperti melakukan survei dan wawancara calon anak asuh barusaja (terbatas), karena belum menjadi pendamping komunitas (PK). Maksud terbatas karena hanya kegiatan itu saja dan/atau belum ada beban tanggungjawab sederajat pendamping komunitas yang mengikat atau bersifat wajib secara periodik atau insidental dan lain sebagainya. Saya juga mengikuti berbagai pelatihan dan pengarahan dari pengurus, pendamping komunitas lama maupun relawan dimana ilmu dalam semua kesempatan itu sangat bermanfaat dalam babakan selanjutnya. Apalagi ilmu itu sedikit banyak dapat digunakan ketika memasuki dan mengikuti alur kerja di AAT khususnya Sekretariat Yogyakarta.
Pasca 6 bulan menjadi relawan, kemudian terbuka lowongan beasiswa AAT. Secara personal, saya menganggap itu adalah sebuah kesempatan yang sangat berharga untuk mendapatkan tawaran yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Berkat proses yang fair (adil) mulai dari seleksi administrasi, wawancara sampai keputusan akhir sebagai penerima beasiswa AAT. Decak kagum sudah pasti dalam benak dan pikiran. Alasan terbesar tidak lain adalah tujuan mendaftar beasiswa AAT berangkat dari latar belakang permasalahan finansial dalam perkuliahan menjadi ringan .
Lantas, saya mempunyai kebanggaan tersendiri karena membantu meringankan biaya kuliah orang tua. Peluang ini juga saya jadikan sebagai pemupuk semangat berada dalam lingkaran AAT. Sejak bergabung di dalamnya, saya mencoba mempelajari AAT dari berbagai segi. Ada hal baru yang saya temukan kala itu menjadi penerima beasiswa AAT adalah anak asuh (penerima beasiswa) otomatis menjadi administrator atau pengurus di sekretariat. Artinya, saya akan menjalankan roda sekretariat, berperan sebagai seorang pendamping komunitas bahkan wajib menjadi koordinator tim (khususnya di sekretariat Yogyakarta).
Yang dimaksud koordinator tim adalah orang yang bertugas mengkoordinir relawan atau anak asuh lama terdiri dari beberapa orang dalam satu kesatuan tim yang berperan sebagai pendamping komunitas. Pada hal, selain itu saya juga harus melakukan aktivitas sebagai mahasiswa. Disinilah arus perjuangan di AAT terasa hebatnya. Proses ini memang terasa melelahkan di kala malas dan mengasyikan di kala rajin. Faktanya, lebih banyak malas dengan alasan beragam.
Mula-mula di AAT, saya tergolong sebagai seorang yang mempunyai pemahaman yang minim dan masih sungkan bertanya apalagi mengkritisi tentu berimplikasi buruk terhadap tingkat persepsi kinerja orang lain terhadap diri sendiri. Berbeda dengan itu, kesan bahwa betapa kagumku dibuatnya adalah hampir sebagian besar administrator AAT adalah sekumpulan anak muda yang punya semangat tinggi dan motivasi yang tinggi dalam komitmen untuk menyebarkan kebaikan dan mengangkat derajat manusia sebagaimana mestinya. Mereka adalah orang-orang yang menjalankan kata dan perbuatan serta mulut dan tindakan. Hal inilah yang memicuku untuk bertahan di AAT.Potret awal ini rupanya telah berlalu.
Terkait segelintir kecil pengalaman yang kurang mengenakan dulu hanyalah masalah persepsi pribadi, karena jika ditelisik lebih dalam ada proses pembentukan karakter yang kuat di dalamnya. Biasanya, pemenang sejati yang akan bertahan sampai akhir. Waktu terus bergulir, AAT Sekretariat Yogyakarta adalah wadah bagiku bertumbuh dan berkembang mewujudkan nilai-nilai kehidupan dan mendemonstrasikan tindakan-tindakan kecil yang memberi pengaruh bagi orang banyak. Saya melihat AAT bukan hanya sekedar keberuntungan material tetapi jauh penting adalah keberuntangan dari segi nilai-nilai kehidupan.
Ada banyak nilai yang sebenarnya berada dan melayang-layang dalam ruang-ruang kehidupan di AAT. Tergantung bagaimana setiap pribadi merespon dan menggapainya. Apalagi saya selalu mendengungkan misi melayani dan kini ku dapati lahan subur untuk bercocok tanam buah-buah kebajikan. Ketika semua dapat saya uraikan di atas, terjadi polarisasi paradigma bahwa AAT bukan lagi soal keberuntungan dari segi finansial sebagai alasan saya mengambil beasiswanya. Atau, soal mewujudkan niat memasuki sebuah lembaga/badan/wadah sosial, namun jauh dari pada itu adalah suatu kewajiban moral sebagai sesama manusia untuk membantu yang lainnya.
Dengan demikian, pada kesempatan yang baik ini, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak baik Pengurus Yayasan AAT Indonesia, para Donatur, para Pengurus Sekretariat, para Pendamping dan Penanggungjawab Komunitas, dan para Relawan yang telah memberika ruang bagiku untuk belajar lebih dari sekedar material yaitu nilai-nilai kehidupan. Saya selalu bangga dan beruntung belajar dari AAT.#cegahputussekolah
*Korneles Materay, adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Penerima Beasiswa dan Anggota Public Relation Yayasan Anak-Anak Terang Indonesia.