Pertemuan AAT Semarang

Pada hari Sabtu, 7 September 2013, untuk pertama kalinya diselenggarakan pertemuan AAT Semarang yang mengambil tempat di SMK Kimia Industri Theresiana, Jalan Pleburan Barat 12 A, Semarang. Acara dihadiri oleh para penanggung jawab (PJ) sekolah, juga para tamu undangan, antara lain Romo Vikjen Keuskupan Semarang yaitu Romo F.X Sukendar Wignyosumarta, Pr, Ketua Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Semarang yaitu Romo Yustinus Joko Wahyu Yuniarto, Pr ,Tim Peduli Pendidikan (TPP), Redaksi majalah Salam Damai, dan masih banyak lagi. Pertemuan ini beragendakan peresmian kesekretariatan Semarang, penjelasan prosedur pengelolaan beasiswa, serta pemberian secara simbolis surat keputusan (SK) yang berisi tentang daftar nama anak-anak asuh yang diterima pada Tahun Ajaran 2013/2014. Acara sengaja dimulai siang hari, pada pukul 13.00, agar mempermudah PJ untuk dapat hadir. Pertemuan diawali dengan makan siang, doa pembuka oleh Rm. Sukendar, dan kemudian sambutan dari Christianus Widya Utomo mewakili pengurus AAT. Sekedar info, AAT Semarang telah membantu 17 sekolah/komunitas dengan jumlah anak asuh sebanyak 496 anak. Selain ucapan terima kasih atas kehadiran para tamu undangan, dalam sambutannya Mas Chris juga bercerita perihal AAT yang sudah bekerja selama 11 tahun dalam melayani sesama. Romo Sukendar, Vikjen Keuskupan Semarang, mengatakan kekaguman terhadap AAT yang sudah sangat luas membantu banyak orang yang membutuhkan uluran tangan terutama dalam dunia pendidikan. Romo Sukendar menjelaskan, pendidikan merupakan hal penting yang dibutuhkan kaum muda sebagai bekal mereka di masa depan. Setelah sambutan yang begitu hangat, acara dilanjutkan dengan peresmian Sekretariat AAT Semarang. Proses peresmian dilakukan dengan serah terima dan pemberkatan papan nama Sekretariat AAT Semarang oleh Romo F.X Sukendar Wignyosumarta, Pr.   Acara dilanjutkan dengan pengenalan singkat tentang AAT oleh Pieter, serta prosedur pengajuan beasiswa oleh Handy, kemudian disusul sesi tanya jawab. Selanjutnya pengenalan Pendamping Komunitas (PK) Semarang dan sharing yang dialami oleh para PK yang diwakilkan oleh Edo dan Maria. Maria menceritakan tentang pengalamannya sebagai PK yang membuatnya mengenal banyak relasi sehingga menjadi semakin berani untuk tampil. Sedangkan Edo bercerita tentang bagaimana dia yang dulunya sering berkeluh kesah sebab kedua orang tua tidak dapat mewujudkan keinginannya. Setelah dirinya masuk di AAT sebagai PK dan mewawancarai calon anak asuh, Edo merasa menjadi orang yang beruntung bila bandingkan dengan calon anak asuh yang sudah ditinggalkan orang tuanya, baik karena perceraian atau meninggal dunia. Karena itu Edo sangatlah bersyukur menjadi seorang relawan AAT. Setelah sharing, acara ini berlanjut ke penyerahan surat keputusan (SK) dan penerimaan secara simbolis beasiswa Tahun Ajaran 2013/204 yang diberikan oleh AAT kepada tiap sekolah dan komunitas. Acara diakhiri dengan doa penutup oleh Romo Kendar. Dengan adanya pertemuan ini diharapkan semakin banyak anak-anak asuh yang dapat dibantu dan semakin banyak pula Sahabat Anak Anak Terang yang ingin membantu.   Aloysius Handy W. Staff Admin AAT Semarang   [qrcode content=”https://aat.or.id/pertemuan-aat-semarang” size=”175″]  

Pertemuan AAT Semarang Read More »

Menjadi Berguna Bagi Sesama

Minggu, 22 September 2013 jam 10.30 WIB bertempat di lantai dua Cafe Deoholic adalah momen yang akan diingat dalam perjalanan Anak Anak Terang (AAT) Semarang dalam mencari relawan baru. Kami sebagai Pendamping Komunitas (PK) AAT mengadakan pertemuan dengan para relawan baru yang ingin masuk AAT sebagai PK untuk menggantikan tugas PK terdahulu yang sebentar lagi akan lulus. Kegiatan dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh Handy, kemudian penjelasan tentang Anak Anak Terang oleh Edo. Sesudah itu dilanjutkan dengan perkenalan PK lama yang hadir di acara tersebut yaitu Annisa, Maria, Johanes, Pieter, Indah, Lucas dan Bani. Yudith, salah satu donatur sekaligus relawan AAT yang juga baru 2 minggu bergabung, memberikan sedikit cerita mengapa tertarik masuk menjadi relawan. Dia sewaktu masih kuliah juga dibantu oleh yayasan gereja di Jerman sehingga selama kuliah dia tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Sungguh beruntungnya sehingga setelah sekarang sukses di pekerjaannya, dia membentuk kelompok bersama teman-teman yang lain untuk membantu adik-adik angkatan. Setelah Yudith mengenal Anak Anak Terang yang ternyata misinya sama yaitu memberikan beasiswa pendidikan formal bagi anak-anak Indonesia yang masih dilanda kemiskinan, Yudith memutuskan untuk membantu menjadi donatur sekaligus mencarikan donatur untuk anak asuh dan menjadi relawan AAT. Pada acara tersebut, kami juga diberi motivasi oleh salah satu pengurus harian AAT, yaitu Ibu Elisabeth Lies Endjang atau lebih akrab disapa Mami Can. Mami Can memberi kami nasihat, bahwa kita sebagai generasi muda yang “istimewa” harus berani dan mau membantu generasi-generasi di bawah kita untuk lebih semangat dalam belajar dan membantu mereka jangan sampai ada yang putus sekolah. Generasi muda bangsa Indonesia harus memiliki semangat untuk membantu sesama, semangat menjadi pribadi yang lebih baik demi kemajuan diri sendiri, orang lain, dan negara ini. Jangan sampai generasi berikutnya tidak mendapatkan pendidikannya hanya karena miskin. Manusia diciptakan salah satunya untuk saling tolong-menolong. Apabila ada saudara kita yang mengalami kekurangan, maka kita yang memiliki kelebihan dan kita yang memiliki keistimewaan harus membantu mereka. Tuhan pasti melancarkan segala ketulusan, niat dan kemauan kita untuk membantu mereka. AAT ini merupakan wadah bagi kita untuk memudahkan membantu mereka yang membutuhkan dalam hal biaya pendidikan. Perkenalan Relawan Baru Acara dilanjutkan dengan sesi perkenalan relawan baru. Para relawan memperkenalkan diri dan menceritakan motivasi mereka. Ada yang awalnya dimintai tolong oleh dosen, ada juga yang merupakan anak asuh AAT sewaktu masih sekolah di SMA/SMK. Anak asuh ini sekarang telah lulus dan melanjutkan kuliah, sehingga mereka kembali lagi masuk ke AAT sebagai bentuk timbal balik kontribusi kepada AAT. Salah satu relawan baru bernama Naning, memperkenalkan diri dan menceritakan sedikit riwayat hidupnya sambil meneteskan air mata. Sungguh beruntung yang hadir di tempat tersebut, karena dapat mendengar langsung kisah inspiratif dari Naning. Naning merupakan mahasiswa semester 3 di Akademi Farmasi Theresiana Semarang. Naning, yang awalnya dimintai oleh dosennya untuk mengikuti AAT, memiliki kisah hidup yang membuat kami takjub perihal betapa kuatnya seorang perempuan dalam menghadapi masalah dalam hidupnya. Naning berasal dari Jepara, sejak kecil sudah ditinggal oleh ayah ibunya. Ayahnya sudah meninggal sejak dia masuk SD, ibunya bekerja sebagai tenaga kerja di Malaysia namun tidak pernah pulang, juga tidak pernah mengirim uang untuk kebutuhan Naning.  Oleh karena situasi ini, dia akhirnya diasuh oleh kakak serta neneknya sampai lulus SMP. Sewaktu melanjutkan ke jenjang SMA, dia diminta pamannya untuk tinggal di Kudus dan sekolah disana. Setelah lulus, Naning bekerja sebagai tenaga administrasi di sebuah rumah sakit selama 4 tahun, namun karena semangat belajar yang tinggi akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah sakit tersebut dan dengan tabungannya serta dibantu oleh pamannya mencarikan donatur untuk kuliah di Akademi Farmasi Theresiana Semarang. Kehidupan Naning sungguh tidak mudah. Tidak hadirnya sosok orang tua tidak pernah membuatnya malu ataupun marah dengan keadaan tersebut. Dia tetap berusaha untuk bisa menjalani hidup dengan berpikir positif, dengan semangat hidup yang tinggi terus berfikir untuk lebih maju dan tidak pernah menyerah. Selain Naning ada pula Setyoko. Setyoko tertarik masuk Anak Anak Terang ini karena diperkenalkan oleh Handy. seperti halnya Naning, Setyoko juga menceritakan permasalahan hidupnya. Orang tua berpisah 2 hari setelah Setyoko ulang tahun dan itu juga tepat 2 hari sebelum Setyoko melaksanakan ujian nasional, kisah ini sungguh membuat kami diam merenung. Menghadapi kejadian tersebut ternyata Setyoko masih bisa tetap senyum. Dia masih bisa berkata bahwa dia baik-baik saja. Motivasi Setyoko bergabung di AAT adalah untuk membuat perubahan terhadap dirinya, juga sekitarnya, dan membuat perubahan terhadap dunia. Kata Setyoko “if you wanna make a better world, take a look at yourself and then make a change”.  Kalimat tersebut dikutip Setyoko dari lirik lagu Michael Jackson, dan kalimat itu pula yang menambah motivasi kami untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Di akhir acara, Mas Christ Widya sebagai sekretaris pengurus harian AAT menambahkan bahwa untuk menjadi relawan perlu motivasi yang kuat untuk melayani sesama dengan tulus dan semangat yang tinggi. Semangat untuk mendampingi adik-adik asuh supaya lepas dari belenggu kemiskinan dan kebodohan. Dari pertemuan ini dapat diambil pelajaran bahwa apapun masalah kita di masa lalu, dan seberat apapun itu, jangan pernah hanya bersedih dan menangis. Bangkitlah dengan semangat ingin membuat perubahan pada diri sendiri, kemudian membuat perubahan bagi orang lain. Maka apabila kamu mampu mengatasi masalahmu dengan baik, sungguh dirimu merupakan pribadi yang luar biasa, dan kembangkanlah terus hingga menjadi manusia yang lebih istimewa. Tebarkan senyummu untuk sesama, lakukan kebaikan apapun dengan keikhlasan tanpa perlu ada keinginan untuk mendapatkan imbalan, karena yakinlah Tuhan akan memberikan yang lebih dari apa yang diberikan oleh manusia. Dan disinilah di Anak Anak Terang, kami sebagai manusia memulai untuk menjadi manusia yang lebih istimewa. Manusia yang berguna bagi sesama. Bermimpi menjadi manusia yang dengan tangan kecilnya mampu merubah keadaan anak-anak di negeri ini untuk generasi esok yang lebih baik dan tentunya lebih terang.   Edo Prakosa, Staff Admin AAT Semarang  [box type=”info”]Catatan : AAT Semarang masih membutuhkan relawan untuk menjalankan kegiatan operasional beasiswa bagi 500 anak asuh di sekitar Semarang, dan masih akan bertambah lagi semester depan, sesuai bertambahnya proposal permohonan beasiswa dari beberapa sekolah. Berminat? Hubungi AAT melalui email beasiswa@anakanakterang.web.id[/box] [qrcode content=”https://aat.or.id/menjadi-berguna-bagi-sesama” size=”175″]  

Menjadi Berguna Bagi Sesama Read More »

Kuliah : Impian Yang Menjadi Nyata

SEBUAH KENYATAAN yang mungkin tidak terbayangkan oleh saya sebelumnya. Mimpi? Yaaa.. Itu semua adalah mimpi saya. Mimpi untuk dapat melanjutkan kuliah seperti teman-teman yang lain. Ejekan bahkan hinaan dari orang-orang di sekitar saya sudah sering saya terima. “Koe ki anak e wong ra ndue, mbok uwes kerjo wae ngewangi wong tuwo, mesake kae ibumu le golek duit nggo koe kuliah. Wong kere wae gayane koyo wong sugih (Kamu itu anak orang miskin, lebih baik kamu bekerja saja membantu orangtua, kasihan ibumu harus mencari uang untuk kamu kuliah. Orang miskin saja gayanya seperti orang kaya)”, itu sepenggal kalimat dari seorang tetangga saya. Apakah ejekan dan hinaan itu saya abaikan begitu saja dan tidak saya pikirkan? Oh tentu tidak.. Jelas itu semua selalu saya pikirkan dan selalu terngiang dibenak saya. Tapi itu semua tidak membuat saya pesimis dan menyerah begitu saja. Saya justru berterimakasih kepada orang-orang yang telah mengejek dan menghina saya, semua itu menjadi motivasi bagi saya. Mama saya seorang single parent dan memang kesulitan jika membiayai saya untuk kuliah. Belum lagi masih harus membiayai dua adik saya untuk bersekolah. Untuk makan dan tempat tinggal saja kami masih menggantungkan pada eyang. Tapi kami bersyukur masih bisa survive sampai sekarang. Kamis 15 Juli 2010, hari di mana saya merasa benar-benar menjadi seorang mahasiswi. Bukan karena sudah masuk kuliah, tetapi pada hari itu saya sudah berhasil mengumpulkan uang untuk membayar cicilan pertama uang masuk Universitas Atma Jaya Yogyakarta. “Yey! Aku mahasiswi akuntansi UAJY!” Hahahaa.. Bagaimana pembayaran selanjutnya? Sejujurnya pada saat itu saya belum memikirkannya. Tetapi yang jelas saya ingin kuliah. Saya ingin menjadi orang berhasil. Semester pertama dan kedua masalah akademik lancar, masalah pembayaran SPP? Nol besar. Saya bingung bagaimana harus membayar kuliah. Pada saat itu saya memang bekerja sambilan sebagai operator (OP) warnet. Tapi tujuan saya menjadi OP warnet bukan untuk mencari uang, melainkan saya butuh fasilitasnya untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Saya juga mencoba bekerja menjadi Sales Promotion Girl (SPG), uang yang didapat sebenarnya lumayan, tapi untuk mencukupi kebutuhan saya sehari-hari saja masih kurang karena memang saya sudah tidak meminta uang pada orangtua saya. Akhirnya setiap jatuh tempo pembayaran yang saya bawa ke kantor keuangan bukan uang untuk membayar SPP melainkan surat permohonan dispensasi. Hahahaha.. Malu tentu saja, tapi mau bagaimana lagi. Sampai suatu hari saya dipanggil ke kantor keuangan, dan saya diberitahu bahwa seluruh biaya sumbangan masuk dan SPP saya sudah lunas. WOW! LUNAS! Saya tidak dapat menggambarkan bagaimana perasaan saya saat itu. Saya ingin mengucapkan terimakasih, tetapi kepada siapa, saya sendiri tidak diberitahu siapa yang melunasinya. Bersyukur sudah pasti, dan saya akan lebih giat belajar. Suatu hari di bulan September 2012 saya dipanggil bapak Kepala Kantor Keuangan, Bp Agus Triyogo, dan saya diminta untuk menemui Bp Hadi Santono di Fakultas Teknologi Industri UAJY. Jujur saja saya tidak tahu mengapa dan untuk apa saya harus menghadap Pak Hadi. Ternyata di sana saya diperkenalkan dengan Anak-Anak Terang (AAT). Saat itu Christina Suryani yang menjelaskan kepada saya tentang AAT dan apa yang harus saya lakukan. Yaaa.. Dan mulai saat itu saya bergabung menjadi Pendamping Komunitas atau Staff Admin AAT. Mulanya saya takut tidak dapat membagi waktu untuk kuliah, bekerja sebagai Student Staff, dan AAT. Tapi saya juga berpikir bahwa saya sudah banyak dibantu oleh orang lain dan saya juga harus banyak membantu orang lain. Banyak hal baru yang saya dapatkan ketika saya bergabung dengan AAT. Dulu saya sering sekali mengeluh dan kurang bersyukur, tetapi melalui AAT saya benar-benar disadarkan bahwa di luar sana banyak orang yang hidup lebih susah dari saya. Di AAT ini saya juga belajar “berbicara”. Saya diharuskan untuk bisa berbicara di hadapan orang banyak. Mungkin apabila orang yang kita hadapi seusia atau lebih muda itu akan mudah, tetapi kali ini yang harus dihadapi adalah Bapak dan Ibu kepala sekolah maupun guru dari berbagai sekolah. Awalnya saya selalu berpikir apakah para kepala sekolah dan guru itu mau mendengarkan saya. Perasaan takut diremehkan itu lama-kelamaan menghilang dengan sendirinya. Karena ternyata tanggapan positif yang saya terima dari mereka. Walaupun jujur saja, terkadang pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan bisa membuat saya dan teman-teman pusing untuk menjawab. Hehehe.. Seiring berjalannya waktu, saya mulai tahu siapa orang yang berbaik hati mau membantu biaya kuliah saya. Beliau adalah salah satu donatur atau orangtua asuh di AAT. Walaupun sampai saat ini, sampai detik saya menulis cerita ini, saya tetap belum mengenal Beliau. Secuil kisah manis ini saya persembahkan kepada Beliau sebagai ucapan terimakasih saya. Saya berjanji untuk bisa menjadi orang sukses kedepannya, supaya saya tidak mengecewakan Beliau. Saya juga ingin menjadi seperti Beliau, dapat membantu orang lain yang membutuhkan bantuan. Tak lupa saya mengucapkan banyak terimakasih kepada orangtua asuh yang lain, baik yang saya kenal maupun belum saya kenal. Saat ini hanya tenaga yang dapat saya berikan. Tenaga yang saya salurkan melalui Anak Anak Terang untuk membantu adik-adik dari SD, SMP, maupun SMA untuk dapat terus bersekolah.   Maria Claudia Alma Staff Admin AAT Jogja  [qrcode content=”https://aat.or.id/kuliah-mimpi-menjadi-kenyataan” size=”175″]  

Kuliah : Impian Yang Menjadi Nyata Read More »

Pertemuan Tahunan AAT Wilayah Jogja

Sabtu, 7 September 2013 – AAT. Setiap awal tahun ajaran, Anak Anak Terang (AAT) menyelenggarakan pertemuan rutin yang dihadiri oleh Penanggung jawab (PJ), Pendamping Komunitas (PK) dan Pengurus AAT. Untuk wilayah Yogyakarta, pertemuan dilaksanakan di SMK Marsudi Luhur 1, Jalan Bintaran Kidul No. 12 Yogyakarta. Kebetulan pada saat yang sama, pertemuan tahun AAT Wilayah Semarang juga berlangsung di SMK Kimia Industri Theresiana Semarang. Ada tiga acara utama dalam acara tahunan kali ini. Pertama, yaitu peresmian sekretariat Yogyakarta yang bertempat di sebuah ruang di SMK Marsudi Luhur 1. Kedua adalah pembagian penghargaan anak asuh berprestasi. Ketiga, pembagian Surat Keputusan (SK) berisikan daftar anak asuh yang akan menerima beasiswa AAT untuk tahun ajaran 2013/2014. Tepat pukul 13.00 WIB, Dica dan Hendro yang menjadi Master of Ceremony (MC) mulai membuka acara. Dimulai dengan doa pembukaan yang dipimpin langsung oleh Romo Agustinus Mintoro, SJ. (Direktur Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta), dilanjutkan dengan sambutan oleh Bapak Hadi Santono sebagai Ketua Yayasan AAT Indonesia. Pada kesempatan kali ini alangkah bahagianya karena ada seorang tamu istimewa, yaitu Ibu Patricia Henry, seorang ibu yang tinggal di Houston, USA. Kedatangan Ibu Patricia Henry khusus untuk dapat lebih mengenal AAT secara langsung, tidak hanya melalui FaceBook dan website saja. Akhirnya masuk ke dalam acara utama, yaitu peresmian Sekretariat AAT Jogja. Sekretariat ini diresmikan oleh Romo Agustinus Mintoro, SJ. dengan pemberkatan terhadap Papan Nama Sekretariat AAT Jogja dan ruang kantornya. Dengan diresmikannya Sekretariat AAT Jogja, maka sejak itu semua kegiatan operasional AAT Jogja yang semula menumpang di Fakultas Teknik Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta dipindahkan ke SMK Marsudi Luhur 1. Tak lupa diperkenalkan pula Koordinator PK Jogja yaitu Ardiyanti Kusumo Ayu atau yang biasa dipanggil Antik. Setelah peresmian itu dilanjutkan penyerahan SK secara simbolis yang diwakili oleh penanggung jawab dari SMA Pius Bhakti Utama Purworejo yaitu Sr. Evarista, ADM. Untuk penyerahan SK lainnya akan diberikan pada akhir acara.   Acara kemudian dilanjutkan dengan pembagian penghargaan bagi anak asuh berprestasi yang penerimaannya diwakilkan oleh para PJ. Meskipun dapat dikatakan kurang mampu secara finansial, anak asuh AAT tetap banyak yang berprestasi. Ada yang memperoleh juara 1, 2, dan 3 di kelas maupun juara paralel di sekolah, juara modeling, juara perlombaan catur, juara cheerleader dan lain sebagainya. Masing-masing anak berprestasi ini mendapatkan penghargaan berupa tas sekolah dari AAT. AAT memang tidak mengharuskan setiap anak asuh memiliki prestasi, namun setiap prestasi akademik maupun non-akademik yang diraih anak asuh pada tahun ajaran berjalan akan diberikan penghargaan oleh AAT. Penghargaan prestasi akademik diberikan kepada anak asuh yang mendapatkan Ranking 1, 2 dan 3. Sedangkan penghargaan prestasi non-akademik diberikan kepada anak asuh yang mendapatkan Juara 1, 2 dan 3 bidang minat bakat, seni dan olah raga. Setelah bagi-bagi hadiah untuk anak asuh, tak lupa AAT juga membagikan hadiah untuk para PJ yang hadir dalam acara quiz. Hadiah diberikan kepada PJ yang berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh MC. Pertanyaan ini berisi seputar hal-hal penting yang berhubungan dengan pengajuan beasiswa sampai pelaporannya. Terlihat bahwa para PJ begitu antusias untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Puluhan hadiah berupa tas dan tempat pensil pun habis dalam waktu singkat. Hal ini membuktikan bahwa para PJ telah benar-benar memahami proses pengelolaan Beasiswa AAT. Acara terakhir adalah pembagian SK Pemberian Beasiswa AAT. Acara tahunan ini ditutup dengan doa penutup yang dipimpin oleh Antik. Secara keseluruhan acara berlangsung dengan lancar dan tepat waktu sesuai yang direncanakan. Semoga semakin banyak orang yang tergerak untuk membantu sehingga semakin banyak pula anak yang terbantu untuk terus dapat bersekolah.   Liputan oleh Maria Claudia Alma Staff Admin AAT Jogja   [qrcode content=”https://aat.or.id/pertemuan-tahunan-aat-wilayah-jogja” size=”175″]  

Pertemuan Tahunan AAT Wilayah Jogja Read More »

Secarik Kisah Pendamping Komunitas

Saya menjadi Pendamping Komunitas (PK) atau Staff Admin AAT mulai tahun 2011. Menjadi staff admin AAT merupakan pengalaman yang berharga bagi saya. Saat itu, saya beserta adik saya Fransiska Mulyani sedang kesulitan biaya studi. Atas kebaikan hati dari para donatur AAT, akhirnya saya dan adik saya dapat meneruskan kuliah. Sebagai konsekuensinya, kami mempunyai kewajiban untuk menjadi staff admin AAT. Semula belum ada yang namanya SIANAS (Sistem Informasi Anak Asuh). Semua proses administrasi AAT masih dikerjakan secara manual. Proses pencarian orang tua asuh dilakukan hanya melalui email. Ratusan email harus dikirimkan ke orangtua asuh dalam satu hari. Namun seiring berjalannya waktu, SIANAS pun berhasil diprogram oleh Mas Bastian. Pada saat itu jumlah anak asuh masih sekitar 1000-an anak. Masih terasa mudah mengerjakannya walaupun hanya dikerjakan berdua dengan adik saya. Berbeda dengan kondisi sekarang jumlah anak asuh yang dibantu pun semakin bertambah sekarang jumlahnya sekitar 2000-an anak. Di Jogja sendiri sekarang staf admin telah bertambah menjadi 24 orang, jumlah yang semakin banyak seiring dengan bertambahnya anak asuh. Pengalaman berharga yang masih saya ingat saat pertama kali saya diajak untuk mengunjungi sekolah-sekolah Marsudi Luhur (SMP Marsudi Luhur, SMA Marsudi Luhur, SMK Marsudi Luhur 1 dan SMK Marsudi Luhur 2). Di sana saya untuk pertama kalinya mewawancarai anak-anak calon anak asuh AAT. Mendengar hasil wawancara dengan anak-anak tersebut ternyata di usia mereka yang masih muda mereka telah merasakan kesulitan yang cukup besar yang seharusnya tidak dialami oleh anak seusia itu. Yang saya tahu, dengan usia mereka yang masih sangat muda, tidak seharusnya mereka memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang untuk sesuap nasi. Namun kebanyakan dari mereka membantu kedua orang tuanya untuk bekerja. Meski setiap hari bekerja tetapi uang yang dapat mereka hasilkan tidaklah banyak. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah membuat mereka bersusah payah, apalagi untuk membayar uang sekolah. Ada banyak anak yang belum bisa membayar uang sekolah. Beberapa orang di antara mereka merupakan korban KDRT, tinggal di panti asuhan, atau harus ikut tinggal bersama relawan yang belum dikenal karena kondisi ekonomi keluarga mereka yang tidak memungkinkan. Hal ini membuat saya merasa kasihan dan juga berfikir bahwa yang mengalami penderitaan yang lebih sulit dari yang pernah saya alami dan pikirkan juga ternyata jauh lebih banyak. Selain itu saya juga pernah mengunjungi sekolah di daerah Wonosari yaitu SD Kanisius Ngawen, sekolahnya berada di puncak bukit dimana anak-anak harus berjalan beberapa kilometer untuk mencapai sekolah tersebut. Mereka sudah terbiasa memakai sandal. Sepatu mereka cepat rusak karena perjalanan yang cukup jauh. Hal seperti itu membuat saya semakin merasa iba, karena di saat mereka sedang bersusah payah kelelahan untuk ke sekolah, namun juga ada banyak anak yang hidup berkecukupan namun mereka sia-siakan kesempatan baik itu. Saat kunjungan kami membawakan makan siang berupa Fried Chicken. Kami merasa terheran-heran ketika anak-anak tersebut mengatakan belum pernah merasakan makanan seperti itu. Jadi pada saat itu mereka baru pertama kali merasakan rasa ayam goreng yang dinamakan Fried Chicken. Mereka sangat senang menerima kedatangan kami, di sana kami mengajak anak anak tersebut bermain dan bernyanyi. Saya pun sangat kagum dengan semangat yang mereka miliki, walaupun dengan kondisi serba terbatas dan harus melalui jalan yang cukup jauh untuk ke sekolah, namun mereka tetap semangat. Semua pengalaman yang saya jalani bersama AAT sangat berarti bagi saya dan tidak akan mungkin untuk saya lupakan. Meskipun saya sekarang sudah lulus sarjana dan sudah bekerja di API (Autoplastik Indonesia, salah satu anak perusahaan Astra Otoparts), namun kenangan bersama AAT tetap menjadi pemacu semangat hidup saja. Saya berharap semoga semangat yang ditanamkan AAT kepada semua anak asuh untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya tidak akan pernah padam. Saya juga berharap AAT mampu membantu lebih banyak lagi anak-anak yang membutuhkan. Saya yakin bantuan sekecil apapun itu, itu akan cukup berguna bagi masa depan mereka semua, masa depan bagi penerus bangsa. Yogyakarta, 13 September 2013   Christina Suryani, ST. *Christina Suryani (CHRISTINA) adalah salah satu anak asuh AAT yang juga ikut melayani sebagai Staff Admin AAT JOGJA sejak tahun 2011. Lulus Sarjana pada bulan Juli 2013 dari Fakultas Teknologi Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan predikat CUM LAUDE.   [qrcode content=”https://aat.or.id/secarik-kisah-pendamping-komunitas” size=”175″]  

Secarik Kisah Pendamping Komunitas Read More »

A Cup of Tea for You

Menjadi seorang Pendamping Komunitas (PK) atau sering disebut sebagai Staff Admin AAT membuat saya memiliki banyak pengalaman dan rasa yang dapat saya bagikan kepada orang lain. Salah satunya lewat perjalanan saya ketika saya berada di Purworejo. Saat itu sekitar akhir bulan Mei 2013 saya sedang menempuh skripsi dan berada pada tahap penelitian dan wawancara. Karena penelitian dan wawancara memerlukan waktu kurang lebih 1 minggu maka saya meminta tolong Bapak Hadi (Pengurus AAT) untuk menghubungi penanggung jawab AAT di SMA Pius Bhakti Utama sekaligus Kepala Asrama SMA Pius Bhakti Utama agar saya diperbolehkan tinggal di Asrama SMA Pius Bhakti Utama. Penanggung jawabnya yaitu Sr. Evarista, ADM bersedia untuk menampung saya. Akhirnya saya pun tinggal disana selama 5 hari 4 malam. Hal yang menarik ketika saya tinggal di sana adalah ketika makan kita harus menunggu teman-teman asrama untuk berkumpul semua kemudian berdoa bersama dan baru boleh makan. Yang lebih menarik lagi setiap makanan diambil dengan adil, bahkan bagi teman belum datang karena di sekolah masih mengerjakan tugas, teman-temannya menyimpankan makanan buat mereka. Setiap makanan yang lebih selalu dibagi kepada semua orang yang ada di meja makan tersebut. Contohnya: ketika ada satu potong tahu goreng yang lebih, ketua meja makan yakni anak asrama sendiri membagi-bagikan kepada teman-temannya bahkan termasuk saya, yang ketika saya hitung yang ada di meja makan ada 8 orang. Saya takjub dan sekaligus heran, takjub karena saya pribadi berpikir bahwa satu potong tahu goreng hanya cukup untuk satu orang, heran karena ketua meja makan dapat membagikannya dengan adil kepada teman-temannya bahkan termasuk saya yang pada saat itu orang baru di meja tersebut. Dari sini saya belajar bahwa terkadang kita lupa tentang nilai berbagi. Kadang kita berpikir bahwa berbagi itu dapat dilaksanakan ketika kita telah memiliki sesuatu yang berlebih dan banyak. Namun lewat pengalaman ini saya berpikir berbagi itu tidak hanya terjadi ketika kamu memiliki sesuatu yang lebih. Dalam kekurangan pun kita dapat berbagi. Satu potong tahu tersebut mustahil dapat dibagi untuk 8 orang ! Sangat kurang ! Namun hal itulah yang terjadi. Semua anak-anak yang di meja makan itu menerimanya. SMA Pius Bhakti Utama merupakan sekolah yang sebagian besar anak-anaknya tergolong tidak mampu dari segi finansial. Namun sekolah tersebut menurut saya telah mampu mendidik anak-anaknya untuk berbagi dari kekurangan mereka. Terbukti dengan saya diperbolehkan untuk tinggal dan hidup bersama mereka. Walaupun hanya sebentar tetapi sekolah tersebut memberikan pelajaran bagi saya pribadi. Hal yang menarik lagi yang dapat saya bagikan adalah ketika saya melakukan wawancara dengan seorang anak kelas X dari SMA Pius Bhakti Utama. Saat itu saya sedang melakukan penelitian sekaligus dengan kunjungan sekolah-sekolah Purworejo, ada seorang anak di mana saya belajar dari pengalamannya. Ia mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan pada saat SD. Saat itu kenaikan kelas, ia naik kelas dari kelas 4 ke kelas 5 SD. Namun karena banyaknya tunggakan yang belum terbayar, ia tidak dapat menerima raport. Kata gurunya kamu harus membayar tunggakanmu dulu baru mendapat raport. Bagi anak tersebut tidak apa-apa jika ia tidak terima raport, yang penting ia naik kelas. Oleh karena itu anak tersebut menjalani liburan sekolah dengan baik, sambil orang tuanya berusaha untuk mencarikan biaya untuk membayar tunggakannya. Setelah masa liburan sekolah selesai, anak tersebut masuk sekolah. Ketika ia masuk di kelas 5 … ia mendapati bahwa tidak ada bangku tersisa ! Ya … tidak ada bangku yang tersisa bagi dirinya ! Ia lalu bertanya pada guru kelas 5, “Ibu, saya duduk di mana ?” Ibu guru tersebut menjawab, “Untuk sementara kamu duduk di kelas 4 saja dulu ya … sampai orangtuamu melunasi tunggakanmu”. Betapa malu yang dirasakan anak tersebut karena ia harus merasakan duduk di kelas 4, seperti anak yang tinggal kelas, hanya karena tidak mampu membayar SPP ! Saya menyadari ketika saya mewawancarai anak tersebut bahwa pendidikan membutuhkan uang ! Kita belum bisa betul-betul merasakan kemerdekaan seperti yang diamanatkan UUD 1945 tentang setiap orang berhak untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan. Para sahabat terkasih … kita bisa berusaha secara bersama-sama untuk dapat mewujudkan apa yang diamanatkan UUD 1945 Pasal 28 C ayat 1 dengan bergabung bersama Anak Anak Terang. Satu demi satu anak dibantu agar ia boleh terus mengenyam pendidikan yang dibutuhkannya. Terkait dengan pengalaman saya yang pertama bahwa untuk berbagi, kita tidak harus kaya dulu dan pengalaman yang kedua bahwa banyaknya anak-anak di sekitar kita yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena alasan finansial, saya pribadi mengajak untuk bergabung bersama AAT, agar kita bisa berbagi .   Yogyakarta, 12 September 2013 Megawati Kurnia Lolodatu, SH. *Megawati Kurnia Lolodatu (MEGA) adalah salah satu anak asuh AAT yang juga ikut melayani sebagai Staff Admin AAT JOGJA sejak tahun 2011. Lulus Sarjana pada bulan Juli 2013 dari Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan predikat sangat memuaskan.   [qrcode content=”https://aat.or.id/a-cup-of-tea-for-you” size=”175″]  

A Cup of Tea for You Read More »

Penandatanganan Kerjasama AAT WIMA

Penandatanganan Perjanjian Kerjasama AAT dengan UNIKA Widya Mandala Madiun Sabtu, 24 Agustus 2013     “Tidak boleh terjadi seseorang tidak melanjutkan pendidikan karena ia miskin” Begitulah prinsip yang dipegang oleh Frans Seda (1926-2009). Prinsip ini menginspirasi setiap pelayanan Anak Anak Terang (AAT). AAT telah menyalurkan beasiswa kepada anak-anak dari keluarga tidak mampu di wilayah Madiun sejak tahun 2004. Untuk lebih menjangkau anak-anak dari keluarga tidak mampu yang mempunyai semangat tinggi untuk belajar namun terkendala masalah finansial di wilayah Madiun dan sekitarnya mencakup wilayah Ngawi, Magetan, Ponorogo dan Pacitan, mulai Sabtu, 24 Agustus 2013 AAT, Sekretariat Beasiswa AAT Madiun resmi beroperasi. Menurut Hadi Santono, Ketua Yayasan AAT Indonesia, beroperasinya Sekretariat Beasiswa AAT Madiun benar-benar merupakan sebuah anugerah dari Tuhan untuk melengkapi potongan puzzle wilayah pelayanan AAT di Pulau Jawa. Dengan hadirnya Madiun, maka AAT telah mempunyai 6 Sekretariat (1 sekretariat yayasan dan 5 sekretariat Beasiswa), yaitu Jakarta (Bekasi), Purwokerto, Yogyakarta, Semarang, Malang dan Madiun. Dr. Rudi Santoso Yohanes, M.Pd. selaku Rektor UNIKA Widya Mandala Madiun menyambut baik dan mendukung sepenuhnya kehadiran Sekretariat Beasiswa AAT di Madiun. Lebih lanjut disampaikan beliau bahwa sejak mendapat informasi mengenai AAT, pihak rektorat segera menggelar rapat kilat dengan yayasan untuk membahas rencana kerjasama dengan AAT dengan poin utama berupa pemberian beasiswa untuk mahasiswa UNIKA Widya Mandala Madiun dan pengelolaan Sekretariat Beasiswa AAT Madiun. Perjanjian kerjasama AAT dengan UNIKA Widya Mandala Madiun ditandatangani oleh Hadi Santono (Ketua Yayasan AAT Indonesia) dan Dr. Rudi Santoso Yohanes, M.Pd. (Rektor UNIKA Widya Mandala Madiun) disaksikan oleh Christianus Widya Utomo (Sekretaris Yayasan AAT Indonesia) dan Bernardus Widodo, S.Pd., M.Pd. (Wakil Rektor 3 UNIKA Widya Mandala Madiun). Pada kesempatan itu juga RD. Cornelius Triwidya Tjahja Utama sebagai Pastor Kepala Paroki Gereja Mater Dei Madiun dan Ketua Yayasan Yohanes Gabriel Madiun berkenan memberikan berkat pada Papan Nama Sekretariat Beasiswa AAT Madiun. Sekretariat Beasiswa AAT Madiun yang berlokasi di Kampus UNIKA Widya Mandala Madiun di Jalan Manggis No. 15-17, Madiun 63131 akan dikelola langsung di bawah koordinasi Wakil Rektor 3 UNIKA Widya Mandala Madiun. Untuk tahap awal, telah diseleksi 13 orang relawan dari 35 orang calon sebagai staff administrasi Beasiswa AAT Madiun, atau disebut sebagai PK (Pendamping Komunitas). Ke-13 orang relawan ini, 10 di antaranya merupakan anak asuh AAT untuk tingkat Perguruan Tinggi. Para relawan akan dibimbing oleh Br. Yakobus, CSA, Br. Aleks, CSA dan Br. Filipus Neri, CSA sebagai Pembimbing Rohani. Pada pertemuan itu juga dilakukan sosialisasi mengenai pengajuan dan pengelolaan beasiswa AAT. Acara sosialisasi dihadiri oleh puluhan kepala sekolah dan guru di sekolah-sekolah di wilayah Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo dan Pacitan. Ibu Nunuk Lestianingrum berasal dari SMK Wiyatadarma Walikukun Ngawi dan Ibu Yosefin yang berasal dari SDK Santa Maria Walikukung Ngawi merupakan dua orang perwakilan sekolah yang menghadiri acara Penandatanganan Perjanjian Kerjasama dan Sosialisasi Beasiswa AAT di UNIKA Widya Mandala Madiun. Ibu Nunuk dan Ibu Yosefin harus menempuh jarak kurang lebih 60 km dari tempat asal mereka di Walikukun untuk menghadiri acara ini. Walikukun merupakan sebuah kecamatan di Ngawi yang sebagian besar perekonomian warga masyarakatnya masih menengah ke bawah. Kebanyakan para kepala keluarga hanya bekerja sebagai buruh. Ibu Nunuk dan Ibu Yosefin menyadari bahwa prosedur Beasiswa AAT tidak rumit atau memberatkan mereka, karena hal itu adalah tanggung jawabnya sebagai guru yang harus membantu anak didiknya yang tidak mampu. Oleh karena itu, mereka ingin mengajukan proposal beasiswa AAT. Jumlah anak yang akan diajukan akan mereka seleksi terlebih dahulu. Untuk SDK Santa Maria Walikukung Ngawi ada sekitar 40 anak yang membutuhkan bantuan dari total siswa 62 orang. Semoga kehadiran AAT membawa terang kepada semua anak-anak asuh sehingga mereka dapat menyelesaikan pendidikan dan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan bangsa Indonesia.   [qrcode content=”https://aat.or.id/penandatanganan-kerjasama-aat-wima” size=”175″]  

Penandatanganan Kerjasama AAT WIMA Read More »

Kisah Relawan: Panti Rini Purworejo

TANGGAL 1 Juni 2013 saya, Kak Isma, Kak Desti, dan Kak Mega mendapat tugas kunjungan dan wawancara untuk sekolah yang mengajukan Beasiswa AAT di daerah Purworejo. Ada cukup banyak calon anak asuh dari 4 komunitas yang perlu kami wawancarai. Salah satunya adalah Panti Asuhan Panti Rini. Dan kebetulan kami berempat menginap panti asuhan tersebut. Kami tiba di sana saat hari sudah gelap, kurang lebih pukul 21.00. Kami dijemput oleh seorang Bruder di depan sebuah rumah sakit, kemudian kami pun diantarkan menuju Panti Rini. Setibanya di Panti Rini, kami disambut dengan hangat oleh senyum manis anak-anak yang tinggal di sana. Anak-anak tersebut dengan sengaja menunggu kedatangan kami, padahal seharusnya peraturan panti tidak memperbolehkan mereka tidur terlalu malam. Mereka mengerubungi kami berempat dan beberapa diantaranya menanyai nama kami masing-masing. Usia mereka cukup bervariasi. Ada beberapa anak yang masih duduk di SD, SMP, maupun SMA. Kami mengobrol dengan Suster Theresina sambil menunggu anak-anak menyiapkan makan malam, yaitu nasi goreng, telur dan timun. Saya bangga dengan anak-anak di panti tersebut, karena makanan yang saya santap malam itu adalah masakan mereka. Sambil menyantap makan malam, kami dan suster mengobrol hal-hal ringan seputar pengenalan AAT. Hari Wawancara Keesokan paginya sebelum memulai wawancara, kami menyempatkan diri untuk pergi berjalan-jalan. Lalu sekitar pukul 10.00 kami memulai wawancara, dimulai dengan SD, dilanjutkan SMP, lalu SMA. Pada hari itu kami berempat cukup mendapat banyak berkah makanan. Kami diberi kue-kue snack dari komunitas yang kami wawancarai, dan kembali kamu bagikan pada saat wawancara dengan calon anak asuh. Kami berpikir, jumlah kami hanya berempat dan jauh lebih baik bila makanan yang masih sisa kami berikan pada anak panti. Meski semuanya tidak mungkin terbagi namun setidaknya sebagian dari mereka merasakannya. Sewaktu wawancara siang hari itu, ada satu orang anak SMP yang memang kebetulan tinggal di Panti Rini. Dia menceritakan bahwa dia merasa rindu dan kecewa dengan keluarganya karena menaruhnya di sebuah panti. Anak itu juga mengatakan bahwa dia sering diejek oleh teman-temannya karena ia tinggal di panti. Anak itu menangis. Dan saya hanya bisa memberinya nasehat bahwa apa yang dia dapat dan miliki saat ini, itu adalah sesuatu yang terbaik yang Tuhan pilihkan. Dan setiap orang pasti memiliki jalan hidup yang berbeda. Hari sudah sore ketika kami selesai wawancara, namun masih ada 4 orang anak panti yang nanti malam baru akan kami wawancarai. Ketika kami semua baru masuk, anak-anak yang masih duduk di SD mengerubungi kami. Mereka mengatakan bahwa kami jangan pulang saat itu. Lalu saya bilang bahwa kami baru akan pulang nanti malam. Dan mereka bersorak gembira. Saya mendengar cerita dari beberapa anak yang membuat saya berpikir bahwa saya merasa lebih beruntung daripada mereka. Ada beberapa anak yang membuat saya cukup terkesan, namun saya lupa namanya. Dia anak yang berasal dari Papua. Orang tuanya mempunyai cukup banyak anak, sementara semuanya membutuhkan biaya untuk bertahan hidup juga pendidikan. Dia bercerita kalau seorang susterlah yang membawanya ke Panti Rini karena merasa iba dengan kehidupan keluarganya. Dia juga mengatakan kalau selama dia kecil sampai sekarang dia belum pernah dipeluk oleh siapapun termasuk oleh orang tuanya. Dia juga bilang dia ingin menjadi orang yang sukses di masa depan agar bisa membanggakan kedua orang tuanya. Di antara semua anak di panti tersebut yang seumuran dengannya, anak itulah yang memiliki gaya bicara seperti orang dewasa. Yang saya tahu anak tersebut pendiam. Dan ada satu anak lagi yang cukup menarik perhatian. Entah kenapa? Dia terkesan sangat tertutup juga pendiam, namun senyumnya sangat manis. Dia berasal dari Arab. Ada banyak rasa yang mereka miliki. Rasa kangen, sedih, sepi, kecewa, dan lain-lain. Meski mereka tidak secara jelas mengatakannya namun terlihat jelas dari pancaran sinar mata mereka. Meski hidup mereka di panti tersebut jauh lebih baik karena mereka bisa mendapatkan hal-hal yang lebih layak untuk dirinya namun ada sedikit ruang di hatinya yang masih kosong. Perhatian dan juga kasih sayang yang ada dalam sebuah keluarga, mereka belum sepenuhnya mendapatkannya. Ada juga anak yang merasa kecewa dengan hidupnya, merasa dia buruk dibanding dengan teman-temannya di sekolah karena dia tinggal di panti. Ada juga yang menyalahkan orang tuanya karena merasa ditelantarkan. Ketika saya sedang mencari suster Theresina, saya bertanya dengan salah seorang anak yang ternyata sedang menyembunyikan nasi kotak di sebuah lemari di kamarnya. Dia terkejut melihat saya. Dan saya hanya bisa tersenyum melihat kejadian itu. Lalu saya melihat anak-anak yang sedang berada di dapur. Ada yang sedang membersihkan telur, mencuci, membersihkan meja dapur dan sebagainya. Mereka semua dididik agar dapat hidup mandiri. Baru pertama kali saya menginap di sebuah panti, tapi itu sangat membuat saya senang. Sore hari, setelah kami menyelesaikan wawancara, kami pun memutuskan untuk bermain dengan mereka dan berfoto bersama namun tak lama hujan turun cukup deras. Jadi kami lanjutkan mengobrol. Kembali ke Jogja Dan malam harinya kami semua undur diri karena harus pulang kembali ke Jogja. Saya merasa cukup berat meninggalkan tempat itu. Karena saya merasa ada kebersamaan disana, mereka selalu melakukan sesuatu secara bergotong royong. Dan saya benar-benar bangga dengan mereka karena dengan umur mereka yang terpaut cukup jauh lebih muda dengan saya, mereka sudah bisa untuk hidup mandiri. Dan saya harap, senyum mereka semua akan menjadi lampu penerang di panti tersebut yang selalu terpancar baik siang maupun malam, yang tidak akan pernah padam. Dan semoga sedikit luka yang mereka miliki dan simpan di hati masing-masing dapat segera pulih. Juga mimpi yang menjadi angan-angan mereka semoga bukan hanya sekedar angan-angan. Semoga dengan adanya bantuan dari AAT akan membuat senyum mereka semakin terkembang dan membuat mereka dapat menggapai mimpinya.   Fera Tri Lestari Staff Admin AAT Jogja   [qrcode content=”https://aat.or.id/kisah-relawan-panti-rini-purworejo” size=”175″]    

Kisah Relawan: Panti Rini Purworejo Read More »

Kisah Relawan : SMP Pangudi Luhur Tuntang

SMP PANGUDI LUHUR (PL) Tuntang terletak di di Desa Tlogo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang dari Salatiga lebih kurang 5 Km. Untuk menuju sekolah ini tidak sulit, hanya saja letaknya jauh dari wilayah kota Salatiga. Sepanjang perjalanan kami disuguhi oleh perkebunan karet dan buah-buahan Desa Tlogo. Kondisi sekolah saat kami kunjungi kebetulan habis direnovasi jadi terlihat bersih dan indah. Biaya renovasi ini diperoleh dari pemerintah kota Salatiga. Kepala sekolah dan guru guru di sana sangat ramah dan benar-benar perhatian pada kami.   Tidak hanya mengembangkan prestasi akademis, di bidang non-akademis SMP PL Tuntang menyediakan ekstra-kulikuler menjahit, olahraga, karawitan demi pengembangan bakat para siswa. Hasilnya juga memuaskan sebab antara tahun 2009-2010, SMP ini meraih juara dalam berbagai bidang di tingkat kota maupun tingkat propinsi. Latar Belakang Para Siswa Anak-anak yang bersekolah di SMP PL Tuntang kebanyakan tinggal bersama kakek & nenek. Mereka menuju ke sekolah dengan berjalan kaki melewati desa-desa dan perkebunan. Selain itu ada juga yang bersepeda. Para orangtua siswa bekerja di luar kota, itupun bekerja “kasar”. Ada yang bekerja sebagai kuli bangunan, PRT, penjaga toko, ataupun buruh pabrik konveksi rumahan. Beberapa ada yang tinggal bersama kakek dan neneknya sejak kecil. Pertemuan dengan orang tuanya hanya saat lebaran, itupun tidak lengkap kadang hanya ayahnya saja dan ibunya saja. Pengiriman uang sekolah juga tidak tentu sehingga perekonomian anak tersebut sangat pas-pasan dan kadang kurang. Kakek dan nenek yang sudah tua penghasilannya juga sedikit karena hanya bekerja sebagai buruh “mbiset” getah karet. Namun betapapun banyak keterbatasan, semangat anak-anak yang tinggal di Desa Tlogo sangat membuat saya “berkaca diri”. Meskipun dengan kondisi keluarga yang tidak “utuh” namun mereka mampu bersekolah dengan baik serta berprestasi. Uniknya lagi kakek dan nenek mereka kebanyakan tidak bisa membaca dan menulis. Akibatnya, saat membuat surat keterangan, sekolah perlu membantu membuatkannya. Bahkan beberapa guru datang langsung ke rumah anaknya hanya untuk mengajari kakek dan nenek dari anak tersebut untuk tanda tangan ala kadarnya. Saya juga salut dengan para guru karena mereka mau mencari anak-anak yang tidak sekolah yang hanya bekerja di kebun untuk disekolahkan. Untuk pembiaya anak-anak ini sekolah mencarikan bantuan melalui pengurus yayasan, pemerintah kota, dan betapa beruntungnya sekolah ini dapat bertemu dengan “Anak Anak Terang”. Kami sebagai penanggung jawab komunitas yang merupakan bagian dari Anak Anak Terang juga merasa beruntung dan sangat senang dapat membantu. Melalui Anak Anak Terang semoga pendidikan siswa-siswi di desa Tlogo tidak hanya sampai berhenti di sini. Foto lengkap survey, presentasi, dan wawancara calon anak asuh SMP PL Tuntang dapat dilihat melalui Galeri AAT.   Edo Prakosa Staff Admin AAT Semarang  [qrcode content=”https://aat.or.id/kisah-relawan-smp-pangudi-luhur-tuntang” size=”175″]  

Kisah Relawan : SMP Pangudi Luhur Tuntang Read More »

Kisah Relawan : SMP Theresiana Sumowono

TIM AAT SEMARANG mengunjungi SMP Theresiana Sumowono yang beralamat di Jalan Pahlawan No.18 Sumowono pada 2 Juni 2013. Nama Theresiana pasti sangatlah favorit untuk banyak orang, khususnya bagi masyarakat Semarang. Namun yang terjadi justru berbeda, meski sama-sama di bawah naungan Yayasan Bernadus, SMP Theresiana Sumowono justru merupakan sekolah yang menurut saya dan teman-teman kurang dari baik untuk sebuah sekolah. Hal ini karena letaknya yang kurang strategis, jauh dari tengah kota. Saat saya dan teman-teman berkunjung pun, kita tidak tahu di mana SMP Theresiana berada sebab tingginya rumput-rumput liar yang menghalangi akses menuju sekolah. Sesampainya di sana, kami kami mewawancarai kepala sekolah serta salah satu penanggung jawab. Wawancara Kepala Sekolah dan Penanggung Jawab adalah prosedur baku yang harus dilakukan sebelum kami melakukan wawancara dengan calon anak asuh. Tentang SMP Theresiana Sumowono Pada tahun ajaran 2013/2014 SMP Theresiana Sumowono mempunyai 12 guru dan karyawan serta 60 murid yang terdiri dari 18 murid kelas VII, 16 murid kelas VIII, serta 44 murid kelas IX. Tiap tahunnya SMP Theresiana mengalami penurunan jumlah murid. Dari yang sekitar 90 pada tahun 2011, lalu tiap tahun jumlah murid terus menurun. Penurunan ini diakibatkan kekalahan kompetisi dengan sekolah negeri yang membebaskan tidak membayar uang gedung kepada calon murid, sehingga orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh SMP Theresiana Sumowono memang kurang. Jumlah kelas yang dimiliki pun juga sedikit, yaitu hanya ada 5 kelas yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Selain kelas yang sedikit, keterbatasan ruang guru yang kecil, jumlah komputer yang minim untuk kegiatan pembelajaran, tembok-tembok yang mulai retak, merupakan sedikit dari contoh kekuranglayakan fasilitas SMP Theresiana Sumowono. Pada tahun ajaran 2013/2014, SMP Theresiana Sumowono mengajukan 34 murid yang masih duduk di kelas VII dan kelas VIII. Kami Tim AAT segera mengenalkan Anak Anak Terang kepada murid-murid, mengajak mereka bernyanyi, dan mewawancarai satu per satu. Wawancara Rata-rata pekerjaan orang tua siswa adalah petani garapan. Sawah yang dikerjakan oleh mereka merupakan lahan milik TNI-AD yang disewakan pada masyarakat untuk digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Banyak di antara para murid yang kami wawancarai memang keluarganya berasal dari desa. Untuk menuju ke sekolah mereka harus berjalan kaki cukup jauh, bahkan mereka menumpang mobil pick-up yang lewat sesuai dengan jurusan munuju sekolah. Ketidakmudahan transportasi ini kerap kali membuat ada yang terlambat ke sekolah. Tapi semangat untuk bersekolah, semangat mendapat ilmu, membuat mereka tidak mengurungkan niat meski apapun rintangan yang mereka hadapi. Para murid SMP Theresiana Sumowono ingin menggapai cita-cita yang mereka impikan. Setelah pulang sekolah pun terkadang siswa-siswi – didampingi oleh para guru –  mengajari adik-adik mereka yang berada di sekitar rumah, baik berhitung dan juga membaca. Selesai mewawancarai, kami memberikan sedikit snack untuk sarapan murid-murid. Meskipun tidak banyak tapi berharga sekali untuk mereka. Tak lupa juga ada Ibu Lies Endjang selaku pengurus AAT yang turut hadir memberikan motivasi-motivasi kepada para murid agar tetap semangat dengan apa yang mereka miliki sekarang. Sesudah beliau memberikan saran yang bermanfaaat, kita ajak untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan sebelum pulang. Kenangan tentang semangat yang tetap menyala dalam segala keterbatasan yang mereka miliki. Setelah kunjungan kami melakukan pleno. SMP Theresiana Sumowono mendapatkan persetujuan untuk 18 anak asuh yang diterima AAT pada tahun ajaran ini.   Handy Wibowo Staff Admin AAT Semarang  [qrcode content=”https://aat.or.id/kisah-relawan-smp-theresiana-sumowono” size=”175″]  

Kisah Relawan : SMP Theresiana Sumowono Read More »